48 - Kandas

4K 352 25
                                    

"Satria,"


"Ya, Ma?"

"Pesawat kamu besok take off jam berapa?" tanya Anggraeni sembari memberikan segelas susu kepada Satria. Lalu dengan segera Satria mengambilnya, lalu menghabiskannya.

"Sekitar jam 6 an." jawabnya.

"Kamu beneran mau pergi, Sat? Gak mau kuliah di Indo aja gitu?"

Gerakan tangan Satria yang sedang memasukki beberapa pasang celana kedalam koper terhenti. Kemudian tangannya bergerak menggenggam erat tangan Ibunya.

Satria tau Ibunya gelisah dan tidak rela. Tapi, keputusan Satria sudah bulat. Lagipula, ia melakukan ini bukan karena unsur paksaan melainkan keinginan sendiri. Satria ingin memulai kehidupan yang baru. Bertemu orang-orang baru dan berada ditempat yang baru.

Anggraeni membawa putra semata wayangnya kedalam pelukannya. Rasanya sesak melihat anaknya kini mau pergi jauh. Padahal, dulu ia yang memaksa Satria untuk pergi.

"Berat banget rasanya Mama ngelepas kamu, Sat. Mama juga menyesal pernah menyia-nyiakan kebersamaan kita dulu. Kamu gak usah pergi ya, Nak? Sama Mama dan Papa disini. Kamu bisa ke Universitas mana aja yang kamu mau asal jangan diluar negeri, ya?"

Satria menggeleng. "Maaf, keputusan Satria sudah bulat." kata Satria pelan.

"Oke. Tapi ... kamu janji sama Mama harus sering main kesini" Anggraeni melonggarkan pelukannya, menatap Satria sedih.

"Iya, Satria janji bakal sering kunjungi Mama sama Papa." jawab Satria diiringi senyuman lebarnya.

🍭🍭🍭


"Dokter, Dokter! Pasien sudah sadar!"

Pekikan dari Suster Ella membuat Satrio yang sedang mengobrol dengan Darwan—Pamannya didepan pintu ruangan terkejut dan bergegas memasukki ruang rawat Regina.

Satrio langsung mendekati Regina sembari menggumamkan beribu rasa syukurnya karena cewek yang tengah ia tunggu akhirnya dapat membuka matanya juga.

"Yo, ke-kepala gue sakit." lirih Regina sembari memegang kepalanya.

"Lo tahan sebentar." Satrio berusaha tidak panik.

"Sus, tolong ambilkan suntikan yang berisi Anestesi. Sepertinya, pasien mulai merasakan sakitnya setelah koma." suruh Darwan.

"Baik, Dokter." kemudian Suster Ella berjalan cepat keluar ruangan dan kembali membawa cairan suntikan yang diduga berisi Anestesi.

Setelah menyuntikkan cairan itu, Darwan melemparkan pertanyaan untuk Regina.

"Apa masih terasa sakit?"

Regina menggeleng lemah lalu tersenyum. "Sudah tidak terlalu. Terimakasih Dok,"

Darwan menghela nafas leganya. "Yasudah, lebih baik kamu kembali beristirahat. Kalau masih ada hal yang ingin dikeluhkan atau butuh sesuatu cepat beritahu Satrio ya,"

"Baik, Dok."

"Kamu juga kalo ada apa-apa langsung kabarin Om, Yo." kata Darwan. Satrio mengangguk. "Kalo begitu Om pergi dulu. Permisi,"

Selepas kepergian Paman Satrio, Satrio menarik sebuah kursi besi khusus penjenguk, lalu duduk disana.

"Mau minum?" tawar Satrio. Setelah mendapatkan anggukan Regina, perlahan Satrio membantu cewek itu meminum segelas air putih diatas nakas. Dan menuntunnya kembali keposisi tidurnya.

"Apa kabar, Yo?" sapa Regina, membuka percakapan mereka.

"Baik."

"Udah terlalu lama ya gue tidurnya?" Regina melebarkan senyuman gelinya.

The Boys Secret [Selesai] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang