Caka menginjakkan kakinya di Cakrawala group untuk yang kesekian kalinya. Awalnya, Caka enggan untuk kemari. Tapi Neneknya memaksa. Mau tidak mau Caka mengiayakannya.
Alasan kuat kenapa ia tidak pernah suka datang ke Cakrawala group. Tatapan yang dilayangkan karyawan perusahaan selalu mencemooh, datar dan dingin. Mereka menganggap Caka tidak pantas untuk menjadi penerus perusahaan ini karena masih terlampau muda belum ada pengalaman.
Dengan setelan kemeja kotak-kotak dengan dipadukan celana jeansnya, Caka memasuki lift menuju lantai 10. Untung, didalam lift ini sepi hanya dirinya saja. Coba kalau tidak? Kuping Caka sudah panas karena tak sengaja mendengarkan bisik-bisik tidak enak dari mereka.
Sambil menunggu, Caka mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan tentu ponselnya mendapatkan beberapa chat WA terutama dari grup teman-temannya dan sisanya notifikasi dari aplikasi lain.
Ting.
Pintu lift terbuka. Caka segera memasukkan ponselnya kembali dan berjalan menuju ruang Neneknya berada. Caka mendengus sebal saat melewati kubikel mereka, tatapan mereka seolah menghunus dirinya.
Caka membuka pintu kaca itu. Disambut hangat oleh Neneknya. Caka mendudukkan bokongnya pada sofa tak jauh dari kursi kebesaran Neneknya.
"Nenek tau kan, kenapa Caka paling males kesini?" dumal Caka. Bayang-bayang tatapan tajam mereka kembali.
Ratih tertawa kecil, mendekati Caka untuk duduk disampingnya. Mengusap surai halus cucunya itu. "Anggap aja ini simulasi bagaimana cara kamu menghadapi tingkah laku mereka nantinya."
"Nenek kira bencana alam pake acara simulasi?" dengus caka.
"Sudahlah, gak perlu ambil hati mending dimasukkin ke perut aja biar kenyang."
"Sorry, Nek humor Caka Dolar." gurau Caka yang dihadiahi jitakan kecil Neneknya. "Fokus, Caka. Jadi, Nenek nyuruh Caka kesini untuk bertemu dengan klien. Tidak susah kok. Caka tinggal memberikan dokumen lalu minta tanda tangannya setelahnya, Caka bisa pulang atau nongkrong sama teman-teman sepercongoranmu itu." terang Ratih.
Caka tergelak. "Sepercongoran banget gak tuh? Yaudah Nek, mana dokumennya? Lebih cepat lebih baik. Caka mau hura-hura nih, dirumah Shaka." Ratih mengambil sebuah dokumen bermap biru lalu diserahkannya kepada Caka.
"Jaga ini baik-baik, jangan sampai hilang ataupun kotor. Karena dokumen ini sangat penting untuk mensuplay perusahaan kita agar lebih maju kedepannya. Klien kita juga bukan sembarangan. Dia sangat teliti dalam menilai tingkah laku. Usahakan bertingkah sesopan dan seramah mungkin. Oke??" ditatapnya raut Caka serius. Caka mengangguk.
"Iki, Ninik ki siying. Siip liksinikin."
🍭🍭🍭
"Satria, beberapa hari kedepan kamu izin tidak sekolah dulu. Mama dan Papa sudah membelikanmu tiket pesawat untuk ke Amerika sana. Tentu saja kamu akan megikuti tes beasiswa di Harvard." ucap Ibunya sembari menaruh segelas susu pada meja belajarnya tepat disamping buku ensklopedianya terbuka.Satria menghembuskan nafas panjangnya, menutup bukunya lalu bangkit menuju tempat tidurnya tanpa berkata apa lagi. Mood bagusnya untuk membaca bukunhilang begitu saja setelah mendengar informasi itu.
Anggraeni menahan emosinya perlahan mendekat kearah Satria yang kini menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut tebalnya. Tanda tak ingin diganggu.
"Kamu harus menurut, Satria. Ini demi kebaikan kamu sendiri." kata Anggraeni lembut tapi ada ketegasan didalam sana.
Satria tersenyum sinis, membuka selimutnya lalu menatap Ibunya dingin. "Mama keliru. Lebih tepatnya ini untuk kebaikan kalian sendiri nyatanya agar nama kalian selalu dijunjung tinggi sama orang-orang. Benarkan?" tembak Satria.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boys Secret [Selesai] ✔
Teen FictionSiapa bilang kalau cowok gak punya rahasia? Start : 16 April 2020 End : 23 Agustus 2020 [Aku gak suka kalau ceritaku dicopas karena itu aku gak pernah copas cerita orang. Jadi, jika ada kesamaan tokoh atau hal-hal yang berkaitan itu bukan unsur dise...