"Lihatlah anak-anakku dan ingat bagaimana perjuangan Ibu kalian ketika menjagamu disetiap detiknya." ucap Pak Hartono selaku guru agama, mendayu.
Memang, hari ini tepatnya hari Jum'at. Sekolah mengadakan istigosah khusus kelas 12. Katanya, untuk mempermudah menjawab Ujian nanti. Dan tentunya acara haru biru selalu dilalui setiap angkatan yang ingin menepuh Ujian.
Didalam aula, Pak Hartono terus memberikan ucapan-ucapan yang menyayat hati. Ada yang menangis kejer, gibahin mantan, bengong dan ada juga yang malah makan snack yang dibagikan oleh panitia.
Contohnya, Caka dan Henry.
Dengan kurang ajarnya, mereka malah sibuk mengunyah risol dan kue pukis ditangannya. Sesekali mengomentari makanan yang tengah mereka makan.
"Gue kasih penilaian ke risol ini delapan koma lima gara-gara isi Ayamnya cuma sehiji. Pelit banget anjir yang bikin gak mau rugi." ucap Caka, mengeluh.
"Hmm ... Gue terawang kue pukis ini dikukus dengan api kecemburuan. Lo liat gak sih, bawahnya gosong gini? Ah, gue kasih nilai tujuh aja!" sahut Henry.
"Tapi lo abisin setan!"
Henry menyengir. "Namanya juga laper. Kira-kira masih lama gak acaranya? Kebelet boker gue."
"Najong dah lu, Hen. Tiap hari kerjanya boker mulu." cibir Caka.
Chandra yang terganggu dengan keberisikan mereka mendelik kesal. "Lo berdua diem dulu napa! Gue mau nangis kagak bisa-bisa nih!"
"Alah! Lo mah gak cocok nangis, Chan. Cocoknya nangisin Sakura. Yhaa!!" ejek Henry yang langsung mendapat tabokan maut dari Chandra.
"Kampret loh, Paijo!" balas Chandra.
"Ya, Chandra? Kamu manggil Bapak?"
Mampus!
Chandra takut-takut menoleh kesamping dan mendapati Pak Paijo yang berdiri menjulang disampingnya. Seketika, wajah Chandra memucat.
Anjir! Ke gap!
"Ehh, Bapak. Itu brewoknya lucu ya? Bapak gak ada niatan buat bentuk brewoknya jadi saluran irigasi? Biar keren gitu, Pak," gurau Chandra kaku.
Caka dan Henry menutup mulutnya menahan tawa. Melihat temannya menderita seperti itu ada kebahagiaan tersendiri bagi mereka.
Pak Paijo kelihatan berpikir lalu mengangguk. "Boleh juga ide kamu. Tapi sebelumnya, kamu rangkum dulu bab Vektor pada bidang datar. Bagaimana?"
Wadidaw. Chandra sepertinya salah kalau berhadapan dengan guru Matematikanya ini.
"Eh, saya bercanda doang loh, Pak. Jangan dimasukkin kehati mending ke perut aja Pak, biar kenyang."
"Kurang ajar ya kamu!?" bentak Pak Paijo membuat Chandra mati kutu.
"Ampun, Pak! Saya berjanda!" Chandra memutupi wajahnya seolah menangkis serangan dari Pak Paijo. "Awas aja ya kamu, Japra. Kalo saya ketemu kamu lagi, saya pites!" setelah mengatakan itu, Pak Paijo pergi dengan perasaan dongkolnya.
"Anjir Japra, untung bukan Supra!" celetuk Caka, tertawa terbahak-bahak. Orang-orang menatap Caka aneh.
Yang lain lagi menghayati sambil nangis si Caka malah ketawa. Aneh, 'kan?
"Woy, congor lo udah saingan sama toa tukang tahu bulat. Mingkep napa ketawanya." kata Henry.
"Ketawa mingkem gimana woy!?" seru Chandra, tertawa.
"Eh btw, Satria kemana? Abis dari kamar mandi kok gak balik lagi ya?" tanya Satrio tiba-tiba membuat mereka terdiam.
Oh iya, Satria kemana?
🍭🍭🍭
"Salwa!" panggil Satria menghentikan langkah cewek itu untuk kedalam kelasnya. Temannya--Shakira yang habis kekantin bersama dengan cewek itu masuk kedalam duluan.
Satria berlari kecil menghampirinya. Nafasnya tersengal karena ia berlari dari kamar mandi aula yang berada dilantai 4 sampai ke kelas Salwa yang berada di lantai 2 pojok.
Cewek itu mengulas senyum kecilnya. "Kenapa, Kak?" tanya Salwa. Sebenarnya Salwa ingin buru-buru masuk kelasnya karena tidak sanggup harus berhadapan dengan Satria setelah kejadian semalam. Rasa sakitnya masih begitu terasa.
"Lo ... Liat?" Satria balik tanya.
Kening Salwa tertaut mendengar pertanyaan Satria yang ambigu itu. Apa Satria ingin membahas kejadian semalam?
"Tadi malam,"
Terjawab sudah. Satria ingin membahas tentang kejadian semalam. Salwa mencengkram kuat rok putihnya. Menguatkan dirinya agar tidak menangis saat ini juga.
Lo gak berhak ngerasa lo patah hati begini, Sal! Sadar diri! Kak Satria gak akan pernah balas cinta lo juga! Batin Salwa.
"Tadi malem? Emang tadi malem ada apaan, Kak?" alibinya.
"Gue sama Lyodra,"
"Aku gak tau apa-apa."
Satria menyipitkan matanya tak percaya. "Lo beneran gak liat?"
Cukup!
Salwa menghembuskan nafasnya lewat mulut sebelum menatap serius kedua bola mata Satria. "Kalaupun aku liat, emangnya kenapa?"
Benar juga.
Kalaupun Salwa melihatnya, emangnya kenapa? Apa urusannya?
"Kak,"
"Aku rasa ... " Salwa terlihat ragu untuk menyampaikanya. "Aku rasa Kak Satria mulai sekarang gak perlu jadi guru tutor aku lagi." ucapnya kemudian.
Satria menatapnya tak suka. "Kenapa?"
"Karena Kak Satria udah cukup membantu nilai-nilai aku jadi lebih baik. Lagipula, Kak Satria juga mau ujian harus fokus belajar."
Satria masih belum memberi komentar.
"Untuk semuanya, aku mau ngucapin terimakasih sebanyak-banyaknya. Maaf, kalo aku sering bikin Kak Satria repot. Aku seneng bisa kenal deket sama Kak Satria." kata Salwa tulus. Tetapi, kalimat itu terdengar seperti kalimat perpisahan bagi Satria.
Ada apa dengan cewek ini? Padahal, ia yakin masih bisa bertemu untuk beberapa waktu kedepan. Lalu kenapa harus melontarkan kalimat perpisahan seperti itu? Pikir Satria.
"Kak," panggil Salwa lagi.
"Bisa gak, mulai hari ini juga kita seolah gak pernah kenal aja?"
🍭🍭🍭
A/n ; vomentnya qq-qq 😳
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boys Secret [Selesai] ✔
Novela JuvenilSiapa bilang kalau cowok gak punya rahasia? Start : 16 April 2020 End : 23 Agustus 2020 [Aku gak suka kalau ceritaku dicopas karena itu aku gak pernah copas cerita orang. Jadi, jika ada kesamaan tokoh atau hal-hal yang berkaitan itu bukan unsur dise...