|BAB 8| Pelayan Kampus

1K 115 38
                                    

Tipe orang itu berbeda-beda, ada yang suka dengan keramaian, juga ada yang suka dengan penindasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tipe orang itu berbeda-beda, ada yang suka dengan keramaian, juga ada yang suka dengan penindasan.

Rutinitas Anita masih sama. Kuliah juga bekerja. Selalu saja begitu, tak ada yang berubah satu pun, tapi semenjak kejadian itu datang, ia lebih sering di tindas secara halus. Tanpa perasaan, juga tanpa rasa kasihan. Hari-hari yang ia jalani berubah, ketika ia tak sengaja menumpahkan minuman latte pada baju seorang pria. Membuat ia harus memutuskan pilihan yang menurutnya salah. Mau disesali, juga sudah terjadi ujungnya. Jalankan saja, asal tidak berlebihan nantinya.

"Lo harus ikut gue," ucap Andalas dengan tatapan tajam.

"Anita harus pulang." Anita menolak dengan sedikit menjauh dari pria itu.

Andalas yang merasa dibantah segera menggegam tangan Anita dengan kuat-kuat, membuat para wanita yang melihat itu menatap iri pada gadis desa yang menurut mereka cupu. Siapa yang tidak kenal dengan Andalas? Pria ganteng yang dijadikan idola banyak mahasiswa kampus. Mungkin karena paras, tapi kelakuannya sangat luar biasa kejam.

Andalas menipiskan jarak diantara mereka. Anita yang berada di posisi ini bahkan bisa merasakan napas dari pria yang sedang menggegam tangannya itu. "Lo harus ikut gue." Andalas berbisik dengan suara penekanan.

Anita yang melihat respons mahasiswa yang tak baik, segera melepaskan tangan Andalas, juga menjauh dari pria itu. Ia melupakan sesuatu. Cctv. Ia harus menjaga sikap yang baik, karena ini menyangkut beasiswa yang baru ia rasakan beberapa hari. Sikap dan perilaku ia sangat dijaga. Anak bidik misi biasanya sangat rentan untuk mendapatkan fitnah.

"Jangan dekat-dekat. Anita gak mau. Anita mau pulang saja." Anita kemudian berlari meninggalkan Andalas yang menatapnya dengan tatapan penuh kemarahan.

"Sial. Baru kali ini, ada yang tolak ketampanan gue." Andalas mendesis dan pergi dari situ.

Anita berlari tak tahu arah. Ia terus menjauh dari halaman kampus yang terlihat ramai itu. Sudah cukup, ia diperlakukan seperti itu pada Andalas. Ini sama saja dengan penindasan secara halus. Memang baju lebih penting, dari pada perasaan orang lain? Orang kota memang selalu saja begini.

Anita duduk di bangku halte yang terlihat sepi. Ia menghela napas berat. Tangannya ia gunakan untuk mengibaskan udara agar terasa segar. Ia menatap jalanan yang terlihat cukup ramai. Matanya langsung terfokus, pada seorang wanita paruh baya yang berada di sebrang jalan. Wanita yang ditemani oleh seorang pria.

"Ibu?" Anita kemudian mengucek mata, berusaha untuk memusatkan pandangannya secara jelas. "Iya, itu Ibu. Ibu!" Anita berteriak memanggil wanita yang sempat menoleh pada dirinya.

Setinggi Mimpi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang