|BAB 14| Teman Real

913 103 33
                                    

Modal hp aja mau jadi fotografer, cuman modal untaian kata aja udah mau jadi qouteser

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Modal hp aja mau jadi fotografer, cuman modal untaian kata aja udah mau jadi qouteser.
Setiap orang punya mimpi. Dari modal yang terlihat kecil, bisa menjadi bukit besar dan rimbun.

Tak ada orang yang tak punya mimpi. Yakin pada diri sendiri, bahwa apa yang telah kita cita-citakan bisa tercapai. Jatuh, bangun, dalam mengejar mimpi itu hal yang biasa. Kita bisa belajar dari kesalahan. Kesalahan bukan hanya tentang masalah, tapi pengalaman berharga yang tak pernah terlupakan. Percaya atau tidak, modal awal penting untuk meraih mimpi. Setidaknya jika bukan materi, kita bisa membangun potensi diri. Terlihat susah, tapi bisa dilakukan juga.

Anita sudah terbangun dari pukul 06.00 cahaya sang fajar, juga burung yang berkicau membuat ia tak lagi terpejam. Ia membersihkan peralatan rumah juga apa yang ada di rumahnya. Hidupnya yang sendiri, menuntut ia untuk menjadi mandiri. Sebenarnya itu pilihan. Harus di gali, atau di lepas.

"Huft ... Capek banget." Anita duduk sembari mengelap dahi yang berkeringat.

Matanya terarah pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. "Udah siang. Aku rak sadar."

Anita yang ingin bergegas mandi, harus terhenti ketika ada suara ketukan pintu dari arah depan. Anita berhenti sejenak. Siapa yang berkunjung pagi-pagi sekali? Dengan hati-hati juga ragu, ia pun mengintip dari balik jendela. Renata. Melihat teman kampusnya sudah berada di depan kontrakannya, membuat ia segera membuka pintu.

"Hey!" sapa Renata berjalan ingin memeluk Anita, tapi sebelum itu, Anita sudah menahannya.

"Jangan peluk, ya. Aku belum mandi," balas Anita membuat Renata mengurungkan niatnya.

Renata pun memajukan badannya, mencium aroma tubuh kecut milik Anita yang terlihat bertanya-tanya. "Bau! Kamu jorok banget, sih. Kalau di jadikan sayur asem, ini lebih asem dari pohon asem." Renata mengibaskan tangannya di depan hidungnya.

"Suruh siapa cium?" tanya Anita sedikit terkekeh.

"Suruh siapa belum mandi?" tanya Renata sewot.

Anita pun terkekeh, melihat wajah kesal milik Renata. "Masuk dulu. Aku mau mandi."

Renata pun masuk. Melihat Anita yang telah menghilang bak di telan bumi, membuat ia duduk di kursi plastik. Jujur baru kali ini ia duduk di kursi plastik kecil seperti ini. Rasanya sangat aneh, dibandingkan dengan apa yang ia rasakan setiap hari.

Matanya melihat dan menjelajahi seluruh penjuru kontrakan milik Anita. Ternyata kontrakan ini sangat kecil. Bagaimana bisa Anita hidup di kontrakan yang seperti ini? Kalau ia hidup dengan kondisi seperti ini, bisa gila dirinya.

Setinggi Mimpi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang