Aku hanyalah seorang gadis desa, yang bermimpi untuk bertemu dengan Ibuku. Ibuku seorang artis terkenal di kota. Empat belas tahun sudah, aku dan dia tak berjumpa. Jarak selalu memisahkan kita berdua. Rindu ini semakin menjadi, ketika aku membutuhka...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hidup orang itu berbeda. Kadang ada yang kaya, dan ada yang miskin tapi sederhana.
Kalau di tanya, apa kalian mau hidup miskin? Pasti semua orang menjawab tidak mau. Kebanyakan dari mereka mau untuk hidup kaya raya, tapi semua sama saja. Hidup dan kehidupan menjadi satu nyawa yang tak dapat terpisah belah kondisinya. Kita tak bisa memilih, juga tak bisa menentukan sendiri. Semua sudah di atur oleh yang Maha Kuasa. Sebagai manusia kita hanya perlu menerima dengan ikhlas, tanpa memikirkan yang lainnya.
Langkah kaki dua wanita memasuki area mall pondok indah dua, di daerah Jakarta Selatan. Mall yang terkenal dengan perlengkapan baju, aksesoris, juga design kontemporer sudah nyata di hadapan mereka. Anita hanya bisa mengerjapkan mata. Berusaha untuk tak kagum, tapi ia tak bisa. Bangunan besar, arsitektur bangunan yang bagus, pemandangan, juga apa yang ada di dalamnya, membuat ia tak bisa berkata-kata. Ini luar biasa baginya.
Ketika Renata ingin menggandeng tangannya untuk berjalan lebih masuk lagi, Anita mencegahnya. "Kenapa?" Renata bertanya pada Anita yang sibuk memperhatikan orang berlalu lalang.
"Ini tempat apa? Apa ada penjahat disini?" tanya Anita membuat Renata tertawa lepas.
"Lo lucu banget, sih. Ini mall besar, ya, kali ada penjahat." Renata bahkan menatap Anita yang terlihat bingung. "Udah, Ayuk." Renata meraih tangan Anita untuk ikut dengannya.
Anita hanya bisa pasrah. Tak ada yang bisa ia lakukan. Baginya, berada di situasi saat ini sangat menegangkan. Ini sungguh luar biasa, bagi orang desa sepertinya. Renata menarik dirinya untuk melangkahkan kaki pada salah satu tanggal yang berjalan. Tangga bisa berjalan? Ini membuat dirinya semakin bingung saja. Ternyata teknologi di Jakarta sudah sangat pesat, di banding dengan desanya.
"Aku takut, aku gak mau. Tangga ini ada makhluk halusnya, deh. Buktinya bisa jalan sendiri gitu," ucap Anita sembari memundurkan langkah, ketika berhadapan dengan tangga tinggi yang bergerak.
"Aduh, pusing gue. Ini namanya eskalator, beb. Ini bukan hantu. Percaya sama gue," balas Renata yang sedikit kesal.
Apa di desa tak ada mall? Bisa-bisanya Anita menganggap eskalator sebagai hantu. Mana ada? Ini sungguh kejadian langka yang baru saja ia alami.
"Terus, kenapa bisa jalan?" tanya Anita yang ingin menyentuh eskalator, namun segera di tarik oleh Renata.
"Jangan di sentuh. Ini sangat berbahaya. Lo ikutin gue, kaki kanan, naik dan kaki kiri menyamakan. Maka akan selamat," ujar Renata membuat Anita mengangguk.
Renata pun menggandeng tangan Anita dengan memberikan aba-aba. Anita pun sudah bisa, tapi hampir saja mereka jatuh, karena Anita yang belum terbiasa.