|BAB 11| Potret Diri

946 107 61
                                    

Beruntung hadir satu kali, beda cerita dengan berjuang. Tentang di tempa dan jatuh berulang.

Jam kelas sudah lenyap, membuat ia bergegas keluar kelas. Tentu saja  ada tujuan yang jelas. Ia tak mau bertemu dengan pria yang selalu bertingkah seenaknya. Pria yang membuat hatinya merasa resah, ketika dekat dengannya. Anita segera menekan tombol lift dengan gerakan tidak sabaran. Saat pintu lift tertutup ia pun bernapas lega.

"Huft ... Akhirnya aku bebas. Aku capek, mau istirahat." Anita mengelus dada sembari membuang napas lega.

Pintu lift yang terbuka membuat ia segera bergegas keluar. Ia menenteng tas jinjing yang lumayan berat. Halaman kampus pun ia susuri dengan cepat. Seperti maling yang tak mau ketahuan bergerak.

"Anita!" panggil seorang pria dari arah belakang.

Anita sengaja untuk menulikan indera pendengaran. Ia terus berjalan tanpa memperdulikan orang yang memanggilnya. Tentu ia sudah hafal, suara siapa yang tengah memanggilnya.

"Anita! Berhenti, atau lo terima akibatnya." Andalas menatap lurus pada seorang wanita yang terus mempercepat langkah kakinya. Ia pun tersenyum miring. "Oke! Mulai sekarang, lo jadi pacar gue." Andalas berteriak, membuat para mahasiswa terpekik hebat.

Anita menghentikan langkahnya. Ia terdiam membeku mendengar hal itu. Apa? Pacar? Pria itu sudah gila. Dengan gerakan spontan, ia pun menolehkan kepala ke arah belakang. Dapat ia lihat, Andalas tengah berjalan ke arahnya. Anita yang melihat itu, segera berjalan meninggalkan Andalas yang berdecak kesal.

"Satu langkah lagi, lo harus jadi istri gue! Berhenti, atau gue nikahi lo sekarang juga!" teriak Andalas berhasil membuat Anita kembali terhenti.

Para mahasiswa yang melihat aksi most wanted itu hanya bisa terdiam. Tatapan menganga dan tak percaya itu lah yang mereka rasakan. Pria ganteng, mendekati gadis kampung? Yang benar saja. Apa kriteria pasangan cogan seperti itu? Kalau benar, kampungan sekali.

"Bagus." Andalas pun tersenyum miring, ketika berada didepan Anita yang menahan kesal.

"Karepmu opo?" Anita menatap Andalas dengan sengit.

Andalas pun terdiam. Sudah berapa kali ia ucapkan, agar menggunakan bahas nasional. Dasar wanita keras kepala. "I don't understand your language. Can use the national language?" Andalas bertanya membuat Anita terdiam.

"Aku gak ngerti bahas Inggris." Anita menatap Andalas kesal.

"Nah, itu yang gue rasakan. Lo pikir, gue ngerti? Enggak. Keras kepala, udah dibilangin pakai bahasa Indonesia, masih aja pakai bahasa daerah," celoteh Andalas dengan tatapan tajam.

"Iya, sekarang mau kamu apa? Aku capek, mau istirahat," tanya Anita membuat Andalas menatapnya.

"Lo harus jadi pacar gue. Gak ada bantahan," jawab Andalas membuat Anita membulatkan mata.

"Aku gak mau ..."

"Gue bilang gak ada bantahan, atau lo gue pecat? Gimana?" tanya Andalas dengan raut wajah datar.

Anita pun semakin kesal dengan tingkah pria yang ada di hadapannya. Suka seenaknya, dalam melakukan sesuatu. Ia pun berpikir. Jika ia dipecat, ia akan makan apa? Dapat uang dari mana? Ibunya saja menghindari dirinya. Anggap saja disini ia hanya sendiri.

Setinggi Mimpi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang