Bahagia itu bukan tentang kemewahan, tapi tentang kesederhanaan yang berujung pada kebahagiaan.
Cahaya orange sudah menampakkan wujudnya. Ditemani semilir angin persawahan, membuat Anita terus saja betah untuk berada di sawah. Langit persawahan nampak indah, ketika senja terbit di depan mata. Cahaya yang paling ia suka, jika berada di sawah. Anita tak sedikit pun berpaling dari cahaya indah itu. Warnanya yang bagus, membuat ia betah untuk menatapnya.
Tangannya yang menuntun sepeda ontel, menatap pada sang bapak yang tampak lelah. "Pak, capek, toh?" Anita bertanya sembari menatap pria paruh baya itu.
Suherman mengusap keringat yang terus membanjiri pelipis. Senyum merekah dari sudut bibir yang sudah keriput itu. "Namanya kerja, ya, sudah jelas capek."
Anita yang mendengar itu pun terkekeh. Baginya berdua dan berbincang santai sembari menuju perjalanan pulang adalah hal yang paling ia suka. Anggap saja, candaan ini sebagai penghibur sang bapak yang sudah lelah dalam bekerja.
"Iyo, toh, Pak. Anita, kan, cuman becanda saja," balas Anita sembari menuntun sepeda ontel.
Suherman tertawa mendengar sang anak yang mencoba untuk menghibur dirinya. "Lah, Iyo, Nduk."
Anita dan sang bapak pun berjalan menuju rumah mereka yang tak jauh dari sawah. Kabupaten Brebes terkenal dengan hamparan sawah yang luas, juga perkebunan lainnya. Rata-rata penduduk berpenghasilan dari sawah atau hasil kebun. Pabrik memang banyak, tapi masyarakat lebih ke persawahan juga perkebunan yang lebih mudah.
Rumah gubuk dengan bahan dasar bambu sudah terpampang jelas. Rumah itu terlihat sangat tua, juga sederhana dibandingkan rumah warga yang lainnya. Lantainya yang semen, membuat Anita dan sang bapak melepas sendal jepit. Rumah itu tak terlalu besar, hanya sepetak untuk ukuran keluarga kecil.
"Asalamualaikum, Mbah," panggil Anita sembari memasuki rumah itu.
Wanita paruh baya yang merasa terpanggil, menampakan wujudnya. Tangan wanita itu sedang memegang baskom yang berisi tempe yang dibalut tepung.
"Lah, kok, nembe balik? Wes sore kok, yah," ucap Sutiyah melihat anak laki-lakinya duduk dengan baju yang masih sama.
"Nita, gawe teh hangat untuk Bapakmu Iki," tutur Sutiyah pada cucunya.
"Iyo, Mbah." Anita pun pergi dari hadapan mereka.
Sutiyah duduk disamping sang anak yang terlihat capek. Ia menaruh baskom dan menatap Suherman. "Eneng, opo?" Sutiyah bertanya sembari menatap Suherman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setinggi Mimpi (Completed)
FanfictionAku hanyalah seorang gadis desa, yang bermimpi untuk bertemu dengan Ibuku. Ibuku seorang artis terkenal di kota. Empat belas tahun sudah, aku dan dia tak berjumpa. Jarak selalu memisahkan kita berdua. Rindu ini semakin menjadi, ketika aku membutuhka...