|BAB 13| Sesak Tak Terucap

1K 105 24
                                    

Aku hanya butuh kasih sayang, bukan hinaan, jika tak ada satupun kasih sayang yang kau berikan, setidaknya beri aku jawaban

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku hanya butuh kasih sayang, bukan hinaan, jika tak ada satupun kasih sayang yang kau berikan, setidaknya beri aku jawaban.

Singkirkan orang gila ini dari hadapanku.

Kata-kata itu seperti kaset yang mengalun indah dalam benak dan pikirannya. Sudah jatuh, tertimpa tanggal pula. Sudah mencari, hanya kesesakan yang ia dapatkan. Mengapa ini semua terjadi padanya? Jika ia boleh memilih takdir, ia ingin ibunya memeluk dalam dekapan hangat miliknya.

Anita tersenyum getir. Memeluk? Itu hanya mimpi yang tak akan menjadi nyata. Ia hanya bisa terdiam dan menerima semua kesesakan yang ada.

"Halo, rumah kontrakan lo yang mana?" tanya Andalas bertanya pada Anita yang hanya terdiam. Andalas menoleh ketika tak ada jawaban yang keluar. "Anita, apa yang lo pikirkan?" Andalas bertanya dengan tangan yang menyentuh gadis itu.

Anita mengerjapkan matanya. Ia menoleh kearah jendela luar. Ternyata ia telah tiba di rumah sederhana miliknya.

"Kenapa kamu tak bilang, jika sudah sampai?" tanya Anita menatap lurus pada Andalas yang merasa kesal.

"Gue udah bilang dari tadi. Lo ngelamun mulu, sih. Apa yang lo pikirkan, sih?" tanya Andalas dengan perasaan yang memuncak.

Anita hanya bisa menggeleng. Ia berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja di depan orang asing ini. Baginya tak perlu ia utarakan apa yang ia rasakan. Toh, seseorang juga tak akan mengerti dengan apa yang ia rasakan sekarang.

"Aku baik. Aku duluan, ya." Anita kemudian keluar dari mobil, berlari meninggalkan Andalas yang diam pada kebisuan.

Andalas pun hanya diam. Ia merasa, ada yang tak beres dengan wanita itu. Menangis, kemudian terlihat baik-baik saja seperti tadi. Apa secepat itu perubahan mood wanita itu? Tanpa memikirkan hal itu lagi, Andalas pun berlalu pergi.

Anita duduk di salah satu kursi plastik. Ia menggenggam tangannya erat-erat. Menyalurkan perasaan marah dan kecewa yang ia punya. Manik mata yang berubah tajam, menjadi pertanda bahwa ia tak suka dengan apa yang baru saja terjadi. Ia bukan wanita gila. Ia mengatakan itu semua sesuai dengan fakta yang ada.

Kuat-kuat ia menahan air mata yang ia jatuh dari kelopak mata. Ia menggelengkan kepala. Ia tak bisa berada dalam zona lemah tak berdaya. Ia harus selalu kuat, walau sekencang apapun badai memberontak.

"Ya, Allah. Kuatkan Anita untuk tetap berjuang. Meraih apa yang Anita impikan, juga membawa Ibu pulang." Anita mengusap wajahnya dengan lembut.

Suara ponsel yang berdering, membuat ia menghela napas panjang. Ia meraih, dan melihat siapa yang menelepon dirinya. Ia terdiam membeku, ketika nomor sang bapak lah yang sedang menghubungi dirinya. Ia pun kemudian mengangkatnya.

Setinggi Mimpi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang