|BAB 37| Jangan Pisahkan Kami

2.1K 102 14
                                    

Masa lalu dijadikan sebagai pembelajaran, bukan bahan kesalahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Masa lalu dijadikan sebagai pembelajaran, bukan bahan kesalahan.

Bisa menerima masa lalu itu memang sulit. Butuh kelapangan hati, juga jiwa yang besar dalam memaafkan seseorang, yang dulu pernah singgah dihati. Apalagi, jika orang itu meninggalkan jejak penuh luka didasar pun sulit untuk dibinasakan. Kalau saja pisang sudah matang, ditebang akan tumbuh lagi, mungkin semua tak akan memulai dari nol lagi. Melupakan kenangan itu susah, terlebih lagi kenangan yang menyedihkan.

Kuncinya hanya butuh kesabaran dan ketabahan dalam diri. Walau melupakan itu susah, tapi jika bertahan apa tidak akan menimbulkan luka? Salah satu jawaban yang akan menyadarkan kita, adalah iya. Seperti Suherman saat ini, hanya bisa berdiri, tanpa memberikan satu kata saksi.

"Ibu, ini Bapak. Apa Ibu sudah melupakannya?" tanya Anita membuat Zola menatap terkejut pada Suherman yang sudah berada di depannya.

Zola hanya bisa menatap pria yang mungkin sampai sekarang masih menjadi suami sahnya. Ketika waktu mempertemukan mereka, apa yang harus ia lakukan? Ia hanya bisa menatapnya dalam.

Zola kemudian mengarahkan pandangan pada Andalas yang tengah menatapnya juga. "Ayo, salim."

Andalas yang memang tak tahu apa-apa, kemudian mengikuti arahan sang Mama. Perlahan namun pasti, Andalas menyodorkan tangannya, namun tak dijabat oleh Suherman. Suherman lebih memilih untuk menatap Zola.

"Aku sudah tahu." Suherman menatap sang anak yang sepertinya tak suka. "Jangan paksa Bapak, untuk menerima semuanya."

Anita kemudian menatap Andalas dan menatap Zola bergantian. "Maaf, Bu. Andalas maafkan Bapak Anita."

"Santai. Gue gak masalah." Andalas tersenyum mendapatkan perilaku yang kurang menyenangkan.

"Kalau begitu, saya pergi." Suherman yang ingin berbalik badan pun, dicekal oleh tangan Zola. "Mas, kita perlu bicara."

Anita dan Andalas pun saling pandang. Mereka sudah paham apa yang akan terjadi setelahnya. Mereka berdua pun memilih keluar, meninggalkan kedua orang tua mereka untuk saling memahami. Mungkin ini jalan terbaik untuk mempersatukan kembali.

Suherman yang merasa tak suka segera menghempaskan tangan Zola. "Eneng opo, meneh? Rak cukup loro atiku Iki? Rak cukup bagi awakmu?" Suherman bertanya dengan perasaan yang jelas sangat kecewa.

Zola yang memang masih memahami bahasa ngapak menggeleng. Bukan itu yang ingin ia bahas sekarang. Bukan ini yang ingin ia sampaikan. Zola yang melihat Suherman sudah emosi hanya bisa bersabar.

"Mas, ojo emosi. Aku rak iso nyakiti awakmu. Aku mau minta maaf." Zola menatap kearah Suherman yang membuang mukanya.

"Apa dengan kata maaf, luka neng ati iso lungo? Rak bakal. Kuwe nyakitin ati anakmu dewe. Minggat rak gowo kabar!" seru Suherman belum bisa menerima semuanya.

Setinggi Mimpi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang