Lima

937 147 85
                                    

“Ya ampun, Nak. Makannya pelan-pelan, ih!” Jisoo menegur anak laki-lakinya yang makan dengan rakus. Baru juga nelen satu sendok, dikunyah dua kali, sudah langsung masukin satu sendok lagi.

Dasar anak-anak!

Jihoon cuma meringis dengan mulut penuh makanan.

“Adikmu makan banyak kek orang kelaparan, kamu makan sedikit kayak orang kurang napsu makan aja.” Giliran Taeyong menegur anak perempuannya. Dibandingkan Jihoon makan banyak tanpa ampun, melampiaskan nafsu makan setelah 14 jam 37 menit berpuasa, sementara Jane malah terlihat ogah-ogahan makan.

“Diet tuh, Om,” sahut Haechan. Porsi makannya tampak normal. Tak sebabar Jihoon dan tak sepelit Jane.

Baik Jisoo maupun Taeyong, hanya menggeleng dan membiarkan anak-anak mereka makan sesuai selera.

“Sehabis buka, sholat, terus ke masjid,” ujar Taeyong.

“Aduh, perut adik sakit tiba-tiba.”

“Jihoon!” sahut ibu dan ayah kompak. Jihoon langsung merenggut; nafsu makannya seketika ambyar. Gagal sudah berbohong.

Sangat berbeda dengan Jane yang sudah tak sabar lari keluar rumah, sedang Haechan cukup terkekeh sambil menikmati makanannya. Dia mah, mana sudi menyia-yiakan makanan.

Setelah acara buka puasa bersama dan sholat berjamaah maghrib, sekeluarga langsung ke masjid. Jane melesat kabur menemui teman-teman kompleksnya; Jihoon terpaksa telinganya dijewer Jisoo biar mau ke masjid ikut tarawih.

Assalamualaikum,” salam si janda kembang Kompleks Hatari. Membuat sepasang suami-istri itu berhenti, bersamaan dua anak-anak di samping kanan Jisoo semua.

Waalaikumusay—eh, waalaiakumussalam,” ralat Taeyong cepat. Hampir saja lidahnya keliru mengucap.

“Ke masjid sekarang, Jis?”

“Ho-oh,” jawab Jisoo sambil menyikut pinggang suami. Dikarenakan mata Taeyong mulai jelalatan ke mana-mana. Rese memang. “Nggak terawih, Seol?”

Seolhyun menggeleng dan tersenyum. Membuat bapak dua anak itu terpana sesaat. Dua remaja di samping sang istri langsung cekikikan.

“Bun, mata Ayah jelalatan,” beo Jihoon.

Sementara Haechan. “Astaghfirullah, Om. Wudhunya nanti batal, lho.” Sok menggurui, tapi bener, sih.

“Kita ke Masjid dulu ya, Seol,” pamit Jisoo kontan menjewer telinga Taeyong agar cepat-cepat pergi dari sana.

“Ampun, Nyai, sakit,” rengek Taeyong demikian. Tentunya setelah jarak mereka agak jauh dari si janda.

Jisoo mengomel, “Mata kamu itu jelalatan banget.”

“Rasain! Makanya Ayah punya mata dijaga,” cerca Jihoon, kurang ajar.

“Udah tahu Tante Jisoo galak masih aja jelalatan. Idih, syukurin!” Haechan ikut-ikutan mencerca. Dasar anak-anak kurang ajar.

Taeyong masih dengan usaha agar Jisoo mau melepas jewerannya. Lagian malu juga dilihatin tetangga. Belum lagi Taehyung sempat lewat bersama keluarganya. Dia mengejek dan tertawa di atas penderitaan warganya, sebelum Yerin ikut menjewer telinganya. Katanya, Taehyung sempat juga melirik Seolhyun dan menyapa, sewaktu mereka lewat rumah janda tersebut.

Nggak ada salahnya menyapa tetangga, tapi reaksi bapak-bapak yang berlebihan membuat istri mereka berang.

“Haha, syukurin!” Kedua anak-anak kurang ajar itu malah senang dan mentertawakan penderitaan bapak-bapak takut istri, lalu kabur sebelum kena makian.

Hatari | 99-00lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang