Dua puluh dua

387 66 14
                                    

"Yeonjun, kembalikan anak gadis saya!"

Suara teriakan Yuta membuat para remaja itu seketika menatapnya bingung.

Yeonjun yang merasa tak melakukan apapun pada Hina berkata, "Saya nggak ngapa-ngapain anak om, kok. Tuh tanya aja sama anaknya."

Tapi Yuta tak mau tahu. Dia masih menatap nyalang pemuda itu. "Kamu tuh masih kecil udah suka nyulik anak orang, gimana kalo udah gede?!"

Lucas yang merasakan aura negatif yang menguar di sekitar Yuta, menyahut. "Sabar, Om. Jangan emosi. Inget ini besok lebaran, Om. Ini anak-anak mau pada bikin lampion aja sama kumpul-kumpul malam takbiran, kok. Ya, kan?"

Serempak diangguki oleh para remaja tanggung yang berada di tempat itu. "Iya, Om. Ya kan, Hin?" Yeri menyikut lengan Hina. "Jawab tuh bokap lo, Hin. Biar nggak salah paham."

Hina yang sedari tadi diam saja akhirnya merespon. "I—iya, Pah. Hina cuma mau ikut bikin lampion aja, kok. Dari pada di rumah sendirian. Hina nggak yang aneh-aneh, beneran deh, Pah."

"Tuh, Om. Hina sendiri yang bilang, lho. Jangan main su'uzon sama saya, dong," protes Yeonjun tak terima.

"Udah-udah nggak usah pada ribut," cegah Jihoon, kemudian menatap Hina. "Hin, mendingan lo balik aja, deh. Dari pada masalah tambah panjang."

"Hina, ayo pulang!" perintah Yuta.

Dengan tampang yang terlihat lesu, Hina pamit. "Temen-temen, aku pulang dulu, ya. Maaf aku nggak jadi ikutan bikin lampion." Gadis itu menatap Younjun. "Kak Yeonjun, maafin papaku juga, ya."

Yeonjun mengangguk pelan setelah Hina berlari mengekori ayahnya yang sudah menjauh meninggalkan perkumpulan itu.

Melihat ekspresi tak biasa Yeonjun, Hyunjin berkomentar. "Kenapa, Bro? Muka lo kusut amat kayak cucian kotor."

"Kagak, gue cuma kecewa aja nggak dapet info tentang hubungan Tante Seoulhyun sama Om Yuta dari Hina."

Lucas dan genknya pun sontak tertawa. "Ya elah kirain lo sedih karena Hina."

"Lo, sih. Pake nyuruh Hina balik segala." Hyunsuk menyalahkan Jihoon.

"Kok jadi gue yang disalahin? Harusnya tuh kalian berterima kasih ke gue, jadi urusannya nggak tambah panjang. Lagian nih, gue ngusir atau nggak, tuh bapaknya juga bakalan nyuruh dia pulang." Jihoon membela diri.

"Iya juga, sih."

'Aku suka body, goyang mamah muda. Mamah muda. Da da da da da.'

Terdengar dering ponsel dari saku celana Yeonjun. Dia menggesturkan gerak telunjuk di depan bibir pada teman-temannya. Seketika para pemuda itu terdiam. Kemudian dia mengambil ponsel dari dalam saku dan menekan ikon warna hijau.

"Iya, Mih."

"..."

"Yeonjun lagi sama anak-anak di balai. Kenapa, Mih?"

"..."

"Iya, Mih. Yeonjun mau sekalian takbiran ntar malem."

"..."

"Jangan, Mih. Iya-iya ni Yeonjun langsung pulang. Dah, Mamih."

Lucas melirik ke arah Yeounjun. "Kenapa, Jun?"

"Biasa, tugas negara. Gue cabut dulu, ya. Ntar abis magrib gue balik lagi ke sini sekalian mau nyerahin zakat fitrah ke masjid."

"Yoi, Bro."

***

Yeonjun bergegas menuju rumah. Belum sempat masuk, sang ibu sudah menunggu di depan pintu. "Nih, uangnya. Beli es buah tiga bungkus. Jangan lupa kue pukis yang deket lampu merah depan juga," titah Yerin sambil memberi selembar uang lima puluh ribuan.

Hatari | 99-00lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang