Hina ingat Mamanya pernah bercerita kalau di akhir bulan Ramadhan seperti ini akan lebih banyak godaan dan cobaan yang menimpa orang-orang beriman. Sekarang Hina mengalaminya, kedatangan tamu bulanan di akhir bulan suci ini. Tentu saja gadis itu sedih karena tidak bisa mengikuti kegiatan shalat Ied besok ataupun lusa.
"Udah, jangan sedih-sedihan terus. Main ke rumahku, yuk, kita masak-masak?" tawar Mina selaku teman dekat Hina. Meski keduanya tidak seumuran, setidaknya baik Hina maupun Mina tau cara saling menghargai.
Hina menangkup kedua pipi dengan khawatir. "Jangan banyak-banyak tapi, berat badanku naik akhir-akhir ini."
"Kalau gitu, kita buat salad buah aja. Kebetulan Ibu baru beli buah-buahan," usul Mina pada akhirnya. Karena, ya, Mina dan Hina tidak jauh berbeda. Sama-sama berwajah bulat.
"Eh, tapi Hina pengen makan kebab," ungkap Hina.
Membuat Mina melirik tajam dengan dramatis. "Astaga, Tuhan ... tabahkanlah hati hamba-Mu yang jelita ini."
Saat Hina bilang ia dapat tamu bulanan di kelas Mama Kyulkyung pagi tadi, ia juga mengatakan baru saja membeli produk cat kuku yang bagus. Dan hal itu membuat Mina tidak sabar ingin mencoba mengecat kukunya juga. Itulah alasannya ada di kediaman Hina sekarang ini.
"Ayo, Kak! Aku udah laper banget ini," ucap Hina sambil membenahi cat-cat kuku koleksinya agar bisa dibawa ke rumah Mina dan memakainya di sana.
Mina melirik ke penjuru rumah. "Enggak izin sama Papamu dulu? Takutnya nyariin, nanti."
Hina mendengkus sebal. "Papa enggak ada di rumah. Katanya mau pergi sama Tan—eh, enggak tau, ding."
Keduanya melangkah keluar rumah diiringi kekehan geli dari Mina. "Tante Seolhyun?" tanya Mina memastikan, tetapi dari nadanya terdengar lebih seperti meledek.
"Apa sih, Kak Mina? Aku enggak tau," ucap Hina sambil mengibas tangan kirinya yang baru saja digunakan untuk menutup rumah. Semoga enggak ada lagi yang sadar sama kedekatan Papa sama Tante Seolhyun, pikir Hina.
Malang nasib Hina, sebenarnya satu komplek sudah hampir menyadari hal itu.
***
"Loh? Hina enggak puasa, lagi dapat?" tanya Tante Jessica terkejut mendapati Hina dan putrinya tengah memakan salad di ruang keluarga. Hina mengguk canggung sebagai jawaban. "Sayang banget, padahal udah hari-hari akhir."
Hina meringis. "Iya, Tante. Hina juga sedih enggak bisa shalat Ied."
"Tante enggak tau, deh, rasanya gimana. Tapi Tante ikut sedih dengernya." Tante Jessica ikut bergabung dengan mereka berdua, hanya saja tidak ikut memakan salad seperti mereka. "Ih, ini kutek siapa?"
"Kutek Hina, Tante."
Mina berhenti melahap potongan buah. "Hina bisa buat nail art loh, Bu. Nih, aku baru dikutekin sama Hina," ucap Mina memamerkan hasil nail art karya Hina.
"Hina bisa buat nail art, wah, Tante mau dong dibuatin," pinta Tante Jessica. "Buat gambar SMile, tau enggak? Yang maskot salah satu agensi Korea itu. Tante dari jaman perawan suka sama SMile, lucu."
"Oh, yang pink itu? Hina tau, kok, Tante."
Hina mulai memoleskan cat-cat yang dibutuhkan di kuku-kuku Tante Jessica sambil sesekali memakan potongab buah dari salad. Tante Jessica dan Mina juga sesekali bertanya-tanya kepada Hina tentang kesehariannya.
"Kamu udah beli baju buat lebaran, Hin?" tanya Mina, Hina mengangguk karena sedang fokus memberikan detail mata pada beruang pink, SMile.
"Udah, kok, dibeliin Mam—Astaghfirullah, aku belum hubungin Mama."
Hina meringis. "Masalahnya HP Hina ketinggalan, Tante."
"Pinjem HP Mina dulu," titah Tante Jessica membuat Mina buru-buru memberikan smartphone-nya.
Meanwhile Bapak Yuta.
Kok, perasaan saya enggak enak, ya? Lalu ia mendapat telepon dari Kakaknya—Mas Kento. Tuh, 'kan.
"Heh, Kampret! Hina ada sama elo gak? Mbaknya nanyain mulu sama gue, diteleponin enggak dijawab," semprot Kento. Mbaknya, oh, Mas Kento membicarakan mantan istrinya. Mantan isterinya memang satu komplek dengan keluarga Mas Kento, kakaknya.
"Enggak. Tadi pagi izinnya mau ke rumah Kyulkyung, " jawab Yuta santai sambil sesekali melirik perempuan yang ada di hadapannya.
"Kyulkyung siapa? Ngapain Hina di sana?"
"Kyulkyung itu gurunya Hina buat kerajinan. Udah jangan curigaan."
"Ya gimana gue enggak curigaan, kampret, kemaren Hina datang ke rumah Mamanya sambil nangis."
Yuta membelalakkan mata. Lalu mematikan sambungan telepon. "Seol, kayaknya kita harus pulang lebih cepat, deh. Mau cari Hina, katanya enggak bisa dihubungi."
"Oh, ini udah kebeli semua, kok. Ayo pulang!"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.