Belum pada tau, ya, kalo yang namanya Jinyoung bin Minhyun itu professional? Iya. Dia mampu menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi. Kalo di depan Ayah dan Mama, Jinyoung bakal jadi anak berbakti. Beda lagi kalo udah ngumpul sama geng Kenji, Jinyoung berubah jadi anak dekil berdaki dan bau matahari. Ralat! Khusus bulan ramadhan, baunya ganti jadi bau petasan.
Khusus sekarang, Jinyoung kayaknya lagi dalam mode random. Soalnya dari tadi Minhyun perhatiin anaknya demen banget berdiri di depan tembok ruang televisi sambil ngeliatin kalender. Minkyeung, yang baru selesai motong buah melon di dapur, ikut terheran melihat tingkah sang anak.
"Jinyoung! Ngapain sih?" tanya Minkyeung gregetan. Soalnya sampe Minkyeung duduk di sofa sebelah Minhyun, Jinyoung masih bergeming. "Kesambet setan tembok baru tau rasa, loh, kamu. Udah sini duduk makan melon! Keburu imsak nanti!"
Jinyoung akhirnya memutar badan, kemudian duduk lesehan di sebelah meja kecil depan sofa. "Yah, Ma, gak kerasa ya empat belas hari lagi udah lebaran," celetuk Jinyoung sebelum melahap dua potong melon yang telah dipotong kotak-kotak oleh sang Ibu. Minkyeung dan Minhyun saling pandang.
"Emang kenapa?" tanya Minhyun.
"Hehe, gapapa, Yah." Jinyoung meringis.
Minkyeung menggeleng. Gak paham kenapa anaknya random banget padahal baru mau jam empat pagi. Ketimbang bingung sama tingkah anaknya sendiri, dia pikir mending ke dapur aja karuan nyuci piring. Tetapi, Minkyeung kembali dibuat mengernyit manakala Jinyoung serentak berdiri.
"Hari ini Jinyoung aja, Ma, yang cuci piring. Mama temenin Ayah aja nonton Sule." Jinyoung segera bergegas ke dapur setelahnya.
Kembali, sepasang suami-istri itu saling pandang dengan dahi yang berkerut. Emang sih, jatah cuci piring biasanya dilimpahkan ke Jinyoung, tapi biasanya anak semata wayang mereka itu baru gerak kalo Minkyeung udah melotot. Jadi heran aja tumben Jinyoung bergerak sendiri.
"Jinyoung kenapa deh, Yah?" tanya Minkyeung. Yang ditanya terlihat berpikir sebentar. "Minta di double kali uang puasa-nya?"
Uang puasa yang dimaksud adalah uang saku tambahan di luar uang jajan yang biasa Minkyeung kasih ke Jinyoung setelah buka puasa. Tujuan awalnya uang puasa ini sebenarnya adalah sebagai reward ketika Jinyoung berhasil puasa satu hari full waktu umurnya tujuh tahun. Kalo sekarang, uang puasa akan diberikan kepada Jinyoung setiap kali ia membantu Minkyeung beres-beres rumah selama ramadhan. Kadang Minhyun juga ikut ngasih kalo anaknya setoran hapalan surat atau laporan khatam Al-Qur'an. Biasanya uang puasa ini akan dikumpulkan Jinyoung guna membeli barang yang diinginkannya.
"Masa, sih?" Minkyeung masih skeptis. "Apa jangan-jangan dia udah tau kalo aku—"
"Emang kamu udah ngasih tau?"
Minkyeung menggeleng. "Tapi kemaren aku nyeletuk depan Bu Kyulkyung pas ada Shuhua. Kamu, kan, tau Shuhua anaknya kayak gimana."
"Yah, gak jadi surprise, dong?" Minhyun sok memasang wajah murung yang gak lama disikut sama Minkyeung. "Apaan, sih, geli banget muka kamu!"
"AYAAAAHHH!"
Gak ada angin, gak ada hujan, tiba-tiba Jinyoung teriak sambil berlari dari dapur. Ada sarung yang sudah tersampir di bahunya. "Ayah! Cepetan! Lima menit lagi imsak! Emang Ayah gak mau ngumumin di toa?"
Minhyun melotot. Matanya segera melihat countdown kecil yang tertera di televisi. Alamak! Batinnya. Keasikan ngobrol nampaknya membuat Bapak berkepala empat ini lupa kalau dirinya Ketua DKM Masjid.
"Ma, tolong siapin sarung sama peci Ayah!" titah Minhyun sambil gerusukan ke dapur, menyempatkan minum sedikit, lalu merangkap baju putih polosnya dengan baju koko warna biru langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hatari | 99-00line
FanfictionSelamat datang di Kompleks Hatari! ©2020 | A special event by YG Group