"Selamat siang, Lia cantik."
Ketika dalam perjalanan pulang dari toko yang menjual berbagai macam penak-pernik di depan kompleks, tiba-tiba saja Lucas memunculkan batang hidungnya di hadapan Lia. Lia, sih, tidak terlalu terkejut karena saat di toko tadi, Lia tidak sengaja mendapati Lucas yang sedang mengintip Lia berbelanja.
"Siang. Ada apa?" tanya Lia dengan suara lembutnya.
Lucas yang awalnya ingin cepat-cepat mengajukan permintaan mendadak ambyar gara-gara mendengar suara halus milik Lia. Fokusnya menjadi hilang seketika. Alhasil, Lucas perlahan salah tingkah dan malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu.
"Kenapa?"
Lia mengguncang pelan bahu Lucas, tapi Lucas masih tak bergeming. Lia jadi merinding begitu melihat Lucas mulai senyum-senyum sendiri, bahkan sempat terlintas di benak Lia bahwa pria ini sudah memiliki tanda-tanda kehilangan kewarasan akibat sering tersenyum secara tiba-tiba. Masalahnya, Lia melihat Lucas bertingkah aneh seperti ini bukan hanya satu atau dua kali saja, namun berkali-kali.
Tak kunjung menanggapi, Lia ingin mengguncang tubuh Lucas sekali lagi supaya dia cepat sadar dari lamunannya. Tapi, sebelum Lia melakukannya, Lia tiba-tiba teringat sesuatu.
Jalan ini, 'kan, dekat rumahnya Bu Seolhyun. Jangan-jangan Lucas senyum-senyum sendiri karena habis bertemu dengan Bu Seolhyun? Atau mungkin dia membayangkan kalau aku adalah Bu Seolhyun? batin Lia sambil menatap Lucas penuh keheranan.
"Kira-kira puasaku bakal batal, nggak, ya, kalau lihat yang manis-manis?" tanya Lucas kepada Lia yang semakin kebingungan.
Dahi Lia membentuk beberapa lipatan akibat terlalu berpikir keras untuk mencerna maksud dari ucapan Lucas barusan. "Hah?"
Alih-alih memberikan penjelasan, Lucas malah melanjutkan aksi yang sulit dimengerti oleh Lia. "Kayaknya puasaku batal, deh, Li."
Mata Lia membulat sempurna. "Loh, kenapa? Kamu makan diam-diam, ya?"
Lucas menggeleng cepat. "Bukan," seru Lucas sambil memainkan alisnya, "senyum kamu terlalu manis makanya aku sampai enggak kuat."
Lia kembali memasang tampang heran. Maksudnya apa, sih?
Perlu diketahui, Lia ini orangnya memang tidak pernah menanggapi omongan-omongan seperti tadi karena pada dasarnya Lia tidak mengerti maksud orang tersebut menyampaikan hal demikian. Iya, Lia ini kelewat polos, terlebih lagi Seulgi—mama Lia—seringkali mengingatkan untuk tidak boleh terlalu percaya dengan ucapan-ucapan para cowok yang sudah melenceng dari prinsip Lia. Lia, 'kan, tidak sedang memikirkan urusan percintaan, ya, sehingga apapun pembicaraan yang berhubungan dengan konteks percintaan bukanlah urusan Lia dan Lia pun tidak ingin tahu atau mencampurinya juga. Maka dari itu, jika ada seseorang (kecuali kedua orang tuanya) membahas hal-hal berbau cinta, Lia auto enggak paham.
"Astaghfirullah, Lucas!!!"
Suara yang sangat Lia kenal tiba-tiba datang dari arah belakang. Lia menoleh sedikit dan ia melihat Seulgi sedang berjalan cepat ke arah Lucas dan Lia.
"Ma, tunggu! Sandal Papa jangan dibawa-bawa gitu, dong. Tinggal satu-satunya itu!"
Tidak lama setelah Seulgi berteriak, Jimin berseru dari kejauhan sambil berlari kecil—tentunya tanpa mengenakan alas kaki karena sandalnya sedang disita oleh ibu negara.
"Orang tua kamu siapa, sih? Bisa-bisanya anaknya modelan kayak gini astaghfirullahaladzim!"
Sejak awal berdiri di hadapan Lucas, Seulgi tak henti-hentinya mengucapkan istighfar dan menggelengkan kepalanya berulang kali seraya berkacak pinggang. Mata Seulgi masih belum lepas dari Lucas karena cowok itu bukannya merasa bersalah—atau setidaknya menunduk sebagai bentuk penghormatan terhadap orang tua—eh, malah menatap balik Seulgi. Seulgi, 'kan, jadi berpikir kalau Lucas menantangnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hatari | 99-00line
Fiksi PenggemarSelamat datang di Kompleks Hatari! ©2020 | A special event by YG Group