Enam

850 128 62
                                    

Jika semua kepala keluarga yang tinggal di kompleks perumahan Hatari sibuk mempersiapkan buka puasa atau menyuruh anak-anak mereka pulang saat menjelang buka puasa, berbeda dengan rumah bernomor tujuh yang di huni oleh dua orang. Hyunsuk hanya duduk diam, memandangi jam dinding winnie the pooh punya Bobby yang di gantung tepat di atas TV. Dia sendirian di rumah, ayahnya sedang bekerja.

"Udah jam tiga lewat tiga puluh lima menit. It's time to nelpon ayah, minta duit buat beli takjil." Hyunsuk dengan gesit mengambil hpnya dia taruh di meja, Kata Lucas, di depan komplek ada mamang-mamang yang mirip Kang Danyel jualan es potong.

Hyunsuk selalu semangat dengan hal-hal yang berkaitan dengan uang dan makanan. Bobby sendiri jarang memarahi Hyunsuk jika anaknya itu mendatanginya setiap dua jam sekali sambil mengadahkan tangan, bukan ngemis ya, tapi minta uang.

Setiap akan berangkat kerja, Bobby selalu menyisipkan uang saku di dalam tempat pensil punya Hyunsuk. Kalian pasti bertanya-tanya, kenapa gak dikasihin aja langsung?

Jawabannya karena Bobby selalu berangkat sebelum Hyunsuk bangun dan pulang setelah Hyunsuk sudah tidur. Dalam seminggu hanya bisa pulang tiga hari. Bobby bukan Bang Toyib sebenarnya. Dia jarang pulang ke rumah karena dia sendiri berprofesi sebagai ahli bedah anak. Untungnya Hyunsuk sudah dewasa. Dia bisa mengurusi dirinya, tapi tetap saja dia harus di perhatikan.

"Halo? Cowok yang paling ganteng di Kompleks Hatari sedang berbicara," ucapnya.

"Dih, sok ganteng banget kamu. Kenapa nelpon?" tanya si penerima telepon. Terlintas sebuah ide bagus di pikirannya, titip beliin es potong sama Bobby. Lumayan hemat tenaga.

"Ayah kapan pulang? Sekalian beliin−"

"Kayaknya hari ayah gak bisa buka puasa dan sahur sama kamu, deh. Hari ini unit ayah kedatangan 3 pasien baru yang dari RS daerah seberang, Salah satu dari tiga pasien itu harus di operasi. Setelah itu, ayah harus jadi asisten bedahnya dr. Song di operasi selanjutnya," Bobby menginterupsi lebih dulu sebelum Hyunsuk melanjutkan kalimatnya.

"Operasinya gak bisa di operin ke dokter lain?" tanya Hyunsuk, "di bagian perawatan anak ahli bedah bukan ayah doang. Hyunsuk rasa, banyak tuh dokter yang lebih senior dari ayah yang bisa handle operasinya." Hyunsuk berharap kali ini ayahnya mau mendengarkannya.

Di seberang sana Bobby menggeleng meskipun Hyunsuk tidak dapat melihatnya. "Gak bisa, Nak. Sebagai petugas medis ini tugas ayah. Dua operasi sudah terjadwal. Atau gini aja ... ayah orderin ojol buat nganterin makanan sama es potong yang kamu mau, gimana?" bujuknya.

Hyunsuk mendengus. "Udah, gak usah. Ayah selalu aja sibuk, aku tuh iri sama anak-anak komplek setiap menjelang buka sampe sahur pun rumah mereka pada berisik. Beda banget sama rumah kita, kayak rumah gak berpenghuni."

"Suk, maafin ayah, ya? Janji deh, besok ayah bakal pulang lebih awal trus kita bisa terawih bareng."

"Hyunsuk udah kenyang sama janji-janji Ayah yang hampir gak pernah Ayah tepatin. Udah dulu telponnya, Hyunsuk mau keluar nyari takjil." Dan sambungan diputuskan sepihak oleh Hyunsuk, dengan perasaan kesal dia berjalan keluar rumah.

Hyunsuk menghampiri sepeda gravelnya yang diparkir depan garasi dengan muka masam. "Udah tau jawaban ayah kayak gitu, ngapain juga gue masih nelpon!" gumamnya.

Sebelum benar-benar keluar dari pekarangan rumah, pandangan Hyunsuk sempat bertemu dengan Jaehyun yang sepertinya akan keluar rumah juga. "Eh, Hyunsuk. Mau kemana?" tanya Jaehyun dengan ramah.

"Mau keluar bentar, Om. Nyari takjil."

"Kalo gitu barengan aja. Kebetulan nih om mau keluar, soalnya Jaemin sama Jeno minta di beliin es potong," usul Jaehyun.

Hatari | 99-00lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang