Dua puluh lima

423 62 46
                                        

Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar, laaa ilaaha illallah, huallahu akbar, allahuakbar walillahilham!

Takbir berkumandang ke seluruh penjuru Kompleks Hatari. Suara merdu Jinyoung menarik perhatian beberapa anak, termasuk Teletubies yang kini sudah duduk manis di bangku depan rumah Pak Minhyun yang notabene dekat masjid.

"Bagus juga suaranya si Jinyoung," celetuk Shuhua. Gadis itu memakai gamis warna pastel dengan beberapa model dan hiasan, buatan tangan sang mama. Rambut panjangnya terurai rapi. Penampilan yang tak jauh beda dengan kembarannya.

Haechan memutar mata malas. "Apaan, gitu aja gue juga bisa. Masih kalah tau dia sama rekor suara gue."

"Rekor suara kalau ngorok?" timpal Jihoon.

Jihoon yang memang notabene sepupu Haechan dan tinggal serumah, sudah hafal kebiasaan buruknya, suka mendengkur sampai menjadi alarm murni seisi rumah.

"Eh, kemarin katanya tangan Mbak Jane kena petasan, ya?" tanya Soobin penasaran, setelah semalam, kegiatan menonton tv-nya terganggu suara keras petasan dan teriakan Pak Siwon.

Jihoon mendelik. "Enggak lah, kakak gue nyawanya banyak. Mustahil kena karma lebih awal."

"Laknat bener, deh mulut lo, Hoon." Yeri menggeleng heran. Jihoon ini ke-savage-annya tidak pandang bulu, bahkan untuk keluarga sendiri.

"Bu Jisoo dulu ngidam apa, sih? Kok keluarnya admin lamble?"

"Lamble apaan, Mbak Yer?" tanya Shuhua.

"Lambe domble."

"Tante dulu ngidam mi pakai telur, langsung dimakan di panci pas lagi mendidih, makanya mulut anaknya kayak orang doyan cabe," imbuh Haechan, ngasal.

Soobin tertawa. "Yang ada Jihoon udah koid duluan, sebelum lahir, Chan."

"Kak, ayok ke mama sekarang. Dicariin tuh." Heejin yang muncul dari belakang Shuhua, sambil menarik tangan sang kakak.

"Eh, ada bidadari. Bidadaranya di sini, nih."

Shuhua menatap Haechan tajam. "Mulutnya alus banget, kebanyakan makan belut mentah, ya gitu."

"Mau mepet adeknya, tapi kakaknya galak banget. Jin, enggak mau jadi belahan jiwaku apa?" ujar Haechan, masih belum menyerah.

"Apaan deh, Chan. Orang Heejin udah punya gebetan—eh." Shuhua lantas menutup mulut sambil menepuknya pelan.

"Wah, berita baru nih." Jihoon menaikkan sebelah alisnya.

"Cepet banget lo kalo nangkep radar ketubiran. Udah ah, ayok! Mama nungguin." Heejin segera menarik kakaknya menjauh.

"Gue duluan, gengs!" pamit Shuhua sambil menyamakan langkah dengan kembarannya.

"Hah? Siapa?! Heejin, kok gitu sih, terus ini siapa yang mau isi hatiku?" teriak Haechan, tidak terima.

"Sabar, Chan. Burung Beonya Pak Siwon, noh, masih available!" celetuk Yeri, lalu Haechan pun menangis.

🌕🌑🌕

"Kakak mulutnya! Kan, semua jadi tahu. Geng kakak, kan, suka banget tubir," protes Heejin saat memasuki halaman masjid, yang kini terhampar karpet dan terdapat beberapa penghuni kompleks yang sudah menggelar sajadah di sana.

"Ya maaf, kan keceplosan," sesal Shuhua.

"Makanya, kalau dikasih tahu papa dengerin, jangan kebanyakan ngikutin lambe turah, ah."

"Iya, iya."

Mereka menghampiri Kyulkyung yang sudah mengenakan mukena. "Kalian lama banget, habis ngapain?"

"Nih, kakak julid mulu sama gengnya," adu Heejin, sembari mengenakan mukena. Sedangkan Shuhua masih menekuk wajahnya kesal sekaligus menyesal.

"Eh, ada besan, nih," celetuk Rose yang baru datang dan mengambil tempat kosong di kanan Kyulkyung. Mereka bersalaman sembari melempar senyum.

Heejin tampak malu-malu.

"Ciye, ada mama mertua, tuh!" ejek Shuhua, gemas.

"Apaan, sih. Kalau sampai kesebar, salah kakak, ya," bisik Heejin membuat sang kakak terdiam.

"Eh, udah di sini aja, ibu-ibu," sapa Nayeon riang.

Kyulkyung dan Rose hanya tersenyum dan bersalaman.

"Eh, tau nggak. Tadi Pak Jaehyun pakai kemeja warna hijau lumut. Ya Allah, ganteng euy!"

Kyulkyung dan Rose langsung pasang radar.

"Kapan ketemu, Mbak Nay?" tanya Rose.

"Tadi, waktu berangkat ke masjid. Jennie sempet sapa dia, senyumnya astagfirullah, adem banget," ujar Nayeon, dramatis.

Rose sudah histeris tertahan duluan, sedangkan Kyulkyung masih pasang tampang cool, karena dua buntutnya ada di sebelah, bisa kacau kalau mereka lapor bapak negara.

"Eh, katanya open house hari ini?" Hayi─istrinya Bapak Jin─datang-datang langsung menimpali.

"Iya, bener. Jadi pengen dateng nanti."

"Ada yang ngomongin open house, ya? Saya nanti juga open house, kok, Mbak-mbak," timpal Seolhyun, dengan mukena sudah terpasang. Bapak-bapak SSTI sempat menoleh dan menyapa saat janda itu masuk gerbang masjid.

Hayi langsung menimpali, "Oh, bagus deh kalau semua open house, jadi imbang, iya, kan?"

Rose, Nayeon, Kyulkyung mengangguk sambil tersenyum paksa.

"Maksudnya seimbang?"

"Oh, enggak, salah denger mungkin, saya tadi bilang jadi rame, iya—rame, Mbak," kilah Hayi.

Seolhyun tersenyum dan mengangguk paham. Padahal arti "imbang"; bapak-bapak ke rumah si janda,ibu-ibu ke rumah si duda. Memang dasar, tiada hari tanpa drama Hatari.

 Memang dasar, tiada hari tanpa drama Hatari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bentar lagi lebaran, lho. Hayo, udah bolong berapa kali? 🌚

Hatari | 99-00lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang