35. Ketika Pelabuhan Menjadi Saksi

1.5K 60 2
                                    

Ketika Pelabuhan Menjadi Saksi

By: Yanz

*Daniel POV*

Kutatap beragam perahu lalu-lalang di sungai malam itu, warna-warni lampu di sana begitu indah tapi tak seindah isi hatiku yang porak poranda. Aku terduduk di pinggir pelabuhan di tengah malam, kegiatan rutin yang kulakukan untuk melampiaskan rasa sakit yang harus kurasakan.

"Risky..." lirihku sambil menatap sebuah foto yang ada di tangan mungilku. Entah apa yang ada dalam pikirannya, kenapa begitu mudah dia meninggalkanku? Setelah beribu janji dan kata cinta yang dia ungkapkan sekarang hanya menyisakan luka menganga di dadaku. Harusnya aku tau, percintaan di dunia terlarang ini hanya mempermainkanku, dia dan yang lain hanya menginginkan tubuhku, setelah bosan akan membuangku tanpa beban.

Berkali-kali kuseka linangan air mata yang mengalir di pipiku, sebagai seorang pemuda yang beranjak dewasa aku malu harus terpuruk karena cinta dan menangisi apa yang tak perlu kutangisi, tapi aku tidak bisa menyangkal kalau aku sangat rapuh sekarang.

"Umm.. Boleh gabung?" tanyamu. Aku terkejut, reflek kuseka air mataku dan kubuang foto Risky yang tadi kugenggam. Oh Tuhan, itu satu-satunya kenanganku bersama BF pertamaku itu.

Aku mendongak menatapmu yang setengah membungkuk kemudian mengangguk lemah, "Kenapa berwajah masam begitu? Kau seperti seorang istri yang baru saja kehilangan sang suami haha.." ejekmu, aku tersentak mendengar perkataanmu dan menonjok bahumu pelan. Kesedihan seorang bot tepatnya, segitu feminimnya kah aku sehingga kau mengejekku begitu?

"Ehmm... sorry kalau membuatmu tersinggung. Aku Rangga..." ucapmu seraya menyodorkan tangan, aku menatapmu datar.

"Daniel..." jawabku singkat dan menyambut uluran tanganmu.

"Rumahku di sana, tidak jauh dari pelabuhan ini. Aku tak sengaja menatapmu yang duduk sendirian tengah malam di tempat sepi ini, apa ada masalah?" ucapmu panjang lebar.

Aku mendengus, "Aku hanya ingin menenangkan batinku," ucapku dengan senyuman yang dipaksakan.

Kau membuka jaketmu kemudian menyelimutiku dari belakang, aku menatapmu dingin, berusaha menolak pemberianmu itu, "Pakailah... tengah malam, di pinggir sungai itu sangatlah dingin," ucapmu dengan penuh tekanan, aku menurut. "Lagi patah hati ya? Hah... dunia memang sempit, kita bisa menemukan orang yang sedang patah hati di mana pun, begitu pun aku. Aku tau apa yang kau rasakan," ucapmu sok tau. Aku tersenyum pahit.

"Kau sakit hati kenapa?" aku mencoba ingin tau, mungkin mengetahui penderitaan orang lain bisa membuatku sadar bahwa aku tak sendiri.

"Kekasihku baru saja meninggal..." lirihmu dengan senyuman getir. Aku membulatkan mata, rupanya kau punya beban yang lebih menyakitkan dari pada aku yang hanya dicampakan.

"Meninggal kenapa?" tanyaku antusias.

"Kurasa kita tak perlu membahasnya, kau sendiri kenapa?" tanyamu yang kemudian berbaring di sampingku, apa kau bisa melihat indahnya bintang malam ini?

Aku pun ikut berbaring di sampingmu, "Aku dicampakan.."

Kau tertawa mengejek, "Yang mencampakanmu adalah orang terbodoh di dunia. Dia tak melihat betapa imutnya kau, tak bosan dipandang..."

Aku memandangmu, "Hahaha... begitulah kenyataannya.." aku tertawa tak kalah mengejek, mengejek diriku sendiri tepatnya.

"Aku mau mengobati lukamu, kau juga obati lukaku. Kita sama-sama mengobati," desismu sambil menggenggam tanganku. Aku langsung bangkit dari pembaringanku, menatapmu kecut dan tertawa sinis.

"Begitu mudahnya kau mengatakannya. Aku masih rapuh dan belum siap merasakan sakit di waktu yang cukup singkat."

Berani sekali kau menembakku? Apa kau mempunyai gay radar yang bisa langsung mendeteksi bahwa aku mempunyai orientasi sexual yang menyimpang? Tanganku dingin detik itu juga, dadaku mendesir entah takut atau gugup.

Kilau Pelangi (Cerpen Gay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang