Dan Fano hanya bisa mematung saat melihat sosok di balik pagar itu.
"Lo nggak mau bukain gue pintu, No?" sahut sosok itu setengah berteriak.
Fano tetap mematung di depan pintu. Masih tak percaya siapa sosok di balik pagar itu. Atau ini hanya halusinasinya karena dua hari berturut-turut diserang demam?
Rasanya tak mungkin saudara kembarnya ada di sana. Itu pasti bukan sosoknya. Fano hanya berhalusinasi. Berkali-kali ia menggelengkan kepala. Tak percaya. Namun saat suara Arkha kembali menggema, menyambut gendang telinganya, Fano berlari detik itu juga. Seolah lemasnya hilang, Fano tanpa beban berlari menuju pagar. Membukanya dengan gerakan brutal. Dan detik berikutnya yang terjadi hanyalah sebuah pelukan.
Pelukan kerinduan.
Terlihat jelas bahwa dua anak manusia itu tengah membalas rindu masing-masing melalui sebuah pelukan. Tanpa kata, pelukan mereka semakin mengerat. Dan tak terasa, kedua mata mereka basah oleh air mata bahagia.
Akhirnya.
Setelah sekian purnama berlalu, setelah 10 tahun berpisah, detik itu mereka kembali bertemu. Menyuarakan rindu yang tak lagi dapat terucap melalui kata-kata.
Fano menenggelamkan tubuhnya bersama peluk hangat Arkha. Menangis di sana, tanpa suara. Pelukan yang sungguh membuatnya merasa terlindungi. Pelukan hangat seorang kakak yang begitu lama ia rindukan.
Arkha pun sama. Hatinya menghangat karena bahagia. Tangisnya jatuh juga karena bahagia. Sudah lama sejak terkahir kali mereka seperti ini. Sudah lama sejak pelukan terakhir mereka.
Arkha semakin mengeratkan pelukannya. Mengusap lembut rambut saudara kembarnya. Arkha bahagia dan rasanya tak pernah sebahagia ini sebelumnya.
Demi apa pun Arkha bahagia. Dan memohon supaya tak ada lagi yang memisahkan mereka berdua. Arkha bahagia, hanya dengan berada di sisi saudara kembarnya. Saling merangkul seperti saudara lainnya.
Tolong, siapapun, jangan pisahkan mereka kembali.
☘☘☘
Fano masih merasa semua ini mimpi. Bahkan saat pelukan mereka terlepas, dan Arkha ia digiring ke dalam rumahnya kemudian mereka duduk bersama di sofa. Yang Fano lakukan hanyalah memandangi setiap gerak-geriknya Arkha. Seolah pemuda itu tak nyata dan hanya halusinasinya semata.
Jika memang ini mimpi, demi apa pun Fano rela untuk tidak pernah bangun lagi.
"Nggak usah dilihat terus, gue nggak bakal hilang."
Fano hanya diam. Masih tak percaya dan terkejut tentunya. Ia bahkan beringsut maju, memeluk Arkha sekali lagi.
"Lo nyata, kan?"
Arkha tersenyum. Segitu tidak percayanya Fano sampai-sampai berkali-kali bertanya pertanyaan serupa.
"Gue nyata. Gue saudara lo dan tepat berada di depan lo. Masih merasa ini mimpi atau halusinasi?" Fano mengangguk. Arkha terkekeh sekali lagi.
Kurang ajar memang Arkha. Cowok itu tak memberitahunya jika akan datang hari ini. Tahu-tahu saja sudah ada di depan rumah. Fano memang ingin sekali bertemu dengannya, tapi ia tak pernah tahu kalau akan merasa seterkejut ini.
Melihat Arkha tumbuh dengan baik membuatnya bersyukur. Ia akui, saudara kembarnya itu berkali-kali lipat jauh lebih tampan dibanding saat mereka melakukan panggilan video seperti biasa. Juga jauh lebih tampan darinya. Tinggi dan tegap juga posturnya, berbeda dengan Fano yang cenderung kurus dan tak terlalu tinggi. Meski begitu, Fano tetap bersyukur hidup bersama ayahnya. Setidaknya ia benar-benar diurus, tidak diterlantarkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Deofano (END)
Genç KurguFano belum pernah merasakan hebatnya kehilangan, sebelumnya. Hidupnya terasa sempurna beberapa tahun yang lalu. Ayah yang hangat, ibu yang perhatian, saudara kembar menyebalkan namun ia sayang. Semuanya terasa sempurna. Sebelum badai itu datang. Me...