Sooyoung tengah sibuk bergulat dengan hobinya. Tatapannya begitu serius tat kala memotong beberapa tangkai bunga lily dihadapannya. Tak lupa senyum manis yang selalu mengembang di wajah cantik gadis itu.
Tak jauh dari tempatnya, sang kakak memperhatikannya sedari tadi. Ia turut tersenyum melihat adiknya yang berusia 21 tahun itu menampakkan senyum manisnya. Baginya tak ada hal membahagiakan selain melihat senyuman Sooyoung. Ia adalah satu-satunya anggota keluarga yang dirinya miliki setelah kedua orang tuanya memutuskan untuk bunuh diri 3 tahun yg lalu. Begitu pula Chanyeol bagi Sooyoung. Baginya kakaknya yang berusia 25 tahun itu adalah hidupnya, segala-galanya.
Mereka hanya tinggal berdua di sebuah rumah yang ukurannya tak begitu besar. Lokasinya tak jauh dari toko bunga mereka yang sudah berdiri sejak setahun yang lalu. Mereka tak butuh belas kasihan keluarga mereka lainnya. Karna nyatanya keluarga mereka menelantarkan mereka begitu saja sepeninggal sang orang tua.
Chanyeol masih sibuk mengingat kisah kelam yang harus mereka alami. Tak menyadari jika sedari tadi rahangnya mengeras menahan emosi. Ia mengepalkan tangannya berusaha tidak menumpahkan amarahnya. Ia tak ingin terlihat kalut dihadapan Sooyoung. Namun ia salah, karna sang adik cukup memahaminya. Ya, Sooyoung memperhatikannya sejak tadi. Ia paham betul satu-satunya alasan yang dapat membuat kakaknya seperti itu.
Sooyoung berjalan menghampiri Chanyeol. Digenggamnya dengan lembut kedua tangan Chanyeol. Membuat pria itu tersadar dari lamunannya. Ia menatap teduh sang kakak dan memberinya senyuman sehangat mungkin. Membuat emosi Chanyeol padam begitu saja dan kini membalas senyumannya.
"Haruskah kita tidak buka hari ini? Oppa terlihat lelah."
Chanyeol menggeleng pelan dan mengelus puncak kepala adiknya itu.
"Tidak, aku tidak apa-apa. Bagaimana aku bisa tega menghentikan kebahagiaanmu."
"Aku?"
"Kau terlihat menikmati memotong tangkai bunga itu. Jika kita menutup toko, maka bunga-bunga itu akan layu dengan percuma."
"Kau yakin baik-baik saja?"
Chanyeol tersenyum dan mengangguk kemudian bangkit dari duduknya.
"Kemana perginya Haechan? Bukankah kita membutuhkan sang kasir untuk membuka toko?"
"Barusan ia menghubungiku. Ia akan segera tiba."
"Baiklah, aku ke halaman belakang dulu."
Ujar Chanyeol menepuk pundak Sooyoung dan berlalu meninggalkan adiknya yang menatapnya prihatin. Sooyoung menghembuskan nafasnya pelan. Ia melangkah menuju meja tempatnya memotong bunga tadi. Saat hendak melanjutkan kegiatannya, pandangannya teralihkan pada seorang pria yang berdiri di luar. Menatap kearah toko bunga miliknya. Pria yang sama yang ia ajak bicara beberapa hari lalu namun pergi begitu saja.
Sooyoung memperhatikan pria itu sedari tadi. Ia mengenakan kaos berwarna putih dan jaket hitam serta topi yg menutupi sebagian wajahnya. Namun Sooyoung hafal betul dengan pria itu. Setelah memperhatikannya cukup lama, ia memutuskan untuk berjalan keluar untuk menemuinya.
"Selamat pagi.."
Sapa Sooyoung ragu-ragu. Sehun menatap kearahnya. Tatapan yang sama seperti tatapan beberapa hari lalu. Tatapan datar, tanpa ekspresi namun terlihat begitu mengusik pikiran gadis itu.
"Apa kau.."
"Sstt itu kan anak bungsu keluarga Oh?"
"Ah kau benar. Apa yang ia lakukan disini? Bukankah ia dipenjara?"
"Mungkin sudah dibebaskan."
"Kenapa cepat sekali ia dibebaskan? Pembunuh sepertinya harusnya dijebloskan dipenjara seumur hidup."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blaming [END]
Fanfiction{FANFICTION} Setiap orang memiliki lukanya masing-masing. Luka yang tak ingin dikenang, namun terlalu pahit untuk dilupakan. Sama sepertimu, aku juga memiliki sosok yang ingin kusalahkan.