"Sana ngga punya banyak waktu, Kak. Langsung aja."
Sungkyung menghela nafas panjang. Bukan hanya sekali, namun berkali-kali. Sampai Sana merasa jengah.
"Kak, kalo Kakak nyuruh aku kesini cuma buat liatin Kakak ngehela nafas kaya gitu, mending aku pulang aja."
"Tunggu!" Cegah Sungkyung. "Maaf. Kakak ambil dulu."
Sedetik kemudian, Sungkyung bangkit dari duduknya. Berjalan menuju kearah lemari khusus yang digunakan untuk menyimpan berbagai macam hasil pemeriksaan pasien di rumah sakit ini.
"Nih." Ucapnya seraya menyodorkan amplop kecil panjang berwarna coklat kearah Sana.
"Ini apa?" Tanya Sana.
"Buka aja. Kakak udah diskusiin ini sebelumnya sama Mamah kamu."
Sana membuka amplop itu dengan ragu. Hanya ada sebuah kertas dan sebuah kartu. Firasatnya sudah tidak enak. Tanpa perlu membacanya, Sana sudah tahu apa isi kertas itu. Dengan buru-buru Ia kembali memasukannya ke dalam amplop. Meremasnya dengan sedikit kasar, sampai amplop itu lecek.
"Sana?" Panggil Sungkyung pelan.
Pasalnya, gadis itu hanya diam menunduk. Tidak berbicara ataupun bereaksi. Tangannya terlihat bergetar. Dengan sekali hentakan, Sana langsung berdiri dan berlari keluar dari ruangan Sungkyung.
"Sana!"
Tuli. Sana seolah tuli. Ia tetap berlari dan mengendarai mobilnya menuju rumah, dengan kecepatan tinggi.
Gue ngga peduli, mau kecelakaan atau engga. Gue tetep bakalan mati. Pikirnya, ketika beberapa mobil membunyikan klakson mereka dengan keras, akibat cara menyetir Sana yang ugal-ugalan.
Sampai di rumah, Sana langsung bergegas naik menuju kamarnya dilantai dua. Ia sempat berpapasan di tangga bersama Tzuyu yang hendak pergi ke kampus.
"Kak-"
Ucapan Tzuyu terputus ketika Sana hanya berjalan melewatinya, tanpa menoleh sedikit pun.
"Kenapa, tuh?" Gumam Tzuyu, namun memilih untuk tetap pergi ke kampus. Ia sudah telat, atau lebih tepatnya, Jungkook sudah menunggu di depan.
Brak!
Sana menutup pintu kamarnya dengan keras, lalu membuang amplop itu secara sembarangan. Ia kemudian berbaring, menatap langit-langit kamarnya sendu. Setetes air meluncur melalui sudut matanya.
"Sia-sia, semuanya sia-sia." Gumamnya lirih.
"Gue benci semuanya. Gue benci hidup gue yang kaya gini."
Sana menutup seluruh bagian tubuhnya menggunakan selimut. Ia menangis dengan keras, sampai berakhir tertidur karena kelelahan.
- - - -
Seokjin meneguk segelas wine dengan santai, seolah itu adalah air biasa. Musik jelas terdengar memekakan telinga, namun laki-laki dengan bahu lebar itu tidak nampak terganggu sama sekali, bahkan cenderung menikmati. Kepalanya mengangguk, bergoyang ke kanan dan kiri mengikuti irama musik.
"Hai."
Seorang wanita dengan penampilan sexy datang, berniat untuk menggoda Seokjin.
"Sendirian? Mau gue temenin?" Godanya dengan suara yang dilembut-lembutkan.
Seokjin menggeleng, Ia menatap wanita itu dengan pandangan menjijikan sebelum mengusirnya secara halus.
"Ada cewe kaya gitu. Jelas kurang belaian." Gumam Seokjin, seraya meneguk kembali minumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Life Bg. 2 [ Complete ]
Fiksi Penggemarkenapa semua hal didunia ini, selalu ngingetin gue sama kalian? Disarankan untuk membaca Our life sebelum membaca Our life Bg. 2 ini.