Update nih, ada yang masih nungguin dan kawal cerita ini sampai tamat? Thankyou yaa!
Selamat membaca.
•••
Dian menatap Keysa yang masih saja malas-malasan di dalam kamarnya. Cewek itu tengah menonton drakor dengan tingkat volume yang tinggi. Membuat Dian dengan sigap tidak habis pikir dengan apa yang terjadi.
Tanpa permisi Dian-sang mama memasuki kamar itu. Dian berdehem pelan, ketika sudah duduk di samping Keysa yang masih saja rebahan.
"Bisa gak? Volumenya dikecilin?" ujar Dian tersenyum. Keysa yang mendengar itu mendongak. Lalu meringis tanpa dosa.
"Hem, iya ma."
"Yang rajin dikit dong anak mama!" ujar Dian-mamanya terkekeh. Melihat kelakuan anaknya yang selalu saja malas diusianya yang sudah dewasa.
"Maaf, ma. Keysa lagi males nih," ujar Keysa merentangkan tangannya. Merilekskan beberapa otot-otot pergelangan yang membuatnya pegal. Dian tersenyum kecil. Mengusap-usap rambut Keysa yang kian berantakan.
"Bukan gitu, kamu itu udah gede lho, bentar lagi ujian nasional terus masuk kuliah. Keysa gak boleh ngandelin mama sama ayah terus. Hem, kamu udah besar dan bisa nguatin diri sendiri ... Kalo mama udah gak ada nanti, Jangan bergantung sama orang lain kalo diri Keysa bisa menguatkan diri sendiri," ujarnya pelan. Keysa yang mendengarnya sedikit tersentak. Seperti aliran listrik yang tiba tiba tersengat.
"Kok mama bilang kayak gitu?" ujar Keysa sedikit parau. Bingung, Bahkan Keysa tidak tahu apa yang tengah dibahas mamanya kali ini. Dia sedikit ragu.
"Ada saatnya manusia akan pergi meninggalkan kita, sayang. Siap tidak siap, apapun itu kita harus tetap tegar menjalaninya," ujar Dian sedikit mengelus puncak kepala Keysa.
"Mama kenapa ma? Kok mama tiba tiba bilang gitu ma?" ujar Keysa semakin bertanya tanya. Cewek itu sedikit khawatir dengan Dian yang tiba tiba berbicara seperti ini. Sementara Dian tidak membalas ucapan Keysa. Manusia paruh baya itu semakin memperlebar senyumnya kepada Keysa.
"Mama sakit ma? Bilang sama Keysa!?" ujarnya mengecek kening mamanya dengan tangan. Bermaksud ingin tahu, apakah mamanya itu sakit atau tidak. Namun, suhunya masih stabil, tidak terlalu dingin. Dan tidak terlalu panas. Suhu yang sama untuk manusia normal. Tapi tetap saja Keysa khawatir bukan main. Mamanya meracau tidak jelas di depannya, bahkan membuat dirinya tersentak kaget karena hal itu. Walaupun mamanya selalu tidak ada waktu untuknya, tapi Keysa selalu sayang mama.
"Mama gak papa, Keysa. Apa-apaan sih kamu!" ujarnya terkekeh. Bahkan kekehan itu tidak bisa membuat Keysa senang. Keysa masih khawatir akan mamanya yang seperti ini.
"Eh kenapa? Mama cuma bilang kamu jangan males lho! Biar kamu gak males mama nasihatin kamu pake kata kata begituan!" ujar Dian semakin terkekeh. Bahkan Keysa masih diam. Kali ini dia benar benar serius akan mamanya. Bukan, tapi kepada mamanya yang tiba tiba seperti ini.
"Oh iya ma, papa dimana?" ujar Keysa. Mama hanya tersenyum lagi. "Di kamar."
"Ma," ujar Keysa nyalang menatap Dian mamanya. Mendengar itu, Dian berdehem pelan mengisyaratkan ada apa.
"Mama jangan bilang kayak gitu lagi ya, Keysa serius. Keysa takut mama pergi ninggalin Keysa," ujar Keysa memeluk tubuh mamanya. Dian masih diam. Tatapannya sedikit kosong. Namun, dengan cepat manusia itu tersenyum.
"Iya, mama nggak bilang kayak gitu lagi kalo Keysa nggak malesan!" ujarnya terkekeh lagi. Keysa kini berada di dekapan mamanya.
"Keysa gak bakalan malesan, kan bentar lagi Keysa mau kuliah, biar bisa jadi sarjana yang udah mama idam idamin dari dulu," ujar Keysa. Dian terkekeh lagi, manusia semakin menunjukkan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEYVANO [Selesai]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] Kalau cinta jangan maksa! Mungkin, kalimat itulah yang harusnya dia ucapkan terus-menerus kepada seorang cowok yang ditemuinya di sekolah milih sang Ayah. Diana Keysa Rafaeliza, tidak menyangka jika hidupnya yang terasa tenang...