Keysa menatap Dian yang duduk di depannya. Cewek itu menatap piring berisi makanan yang dibuat mamanya. Tatapannya kosong, tangannya mengaduk-aduk makanan itu. Namun, pikirannya entah berjalan kemana.Dian yang melihat itu menggelengkan kepalanya bingung. “Gimana hari ini?” ujar Dian mulai berbicara ketika Keysa masih saja mematung.
Tatapan yang tadinya kosong kini berubah menatap ke arah sang Mama. Dia tersenyum ke arah Dian. “Baik kok, Ma.”
“Tadi sulit?”
Keysa tersenyum. “Gampang,” ujar Keysa. Mendengar itu Dian terkekeh.
“Mama nggak yakin.”
“Harus yakin, Keysa pasti bisa dapetin hasil yang terbaik.”
“Mama bakal percaya.”
“Ya, harus percaya!” ujar Keysa terkekeh lalu kembali terdiam. Cewek itu menatap layar ponselnya. Namun, kembali meletakkannya lagi pada meja makan.
“Kamu lagi ada masalah?”
Keysa menggeleng. “Enggak.”
“Jujur sama Mama, kamu ada masalah sama sahabat-sahabat kamu? Atau Vano?”
“Enggak, Mama.”
Dian menghela napasnya. “Dari tadi pagi, Mama liat kamu kayak gini terus.”
Keysa tersenyum. “Cuma banyak pikiran aja kok, Ma. Mata pelajaran besok soalnya susah-susah atau nggak ya?” ujar Keysa tertawa kecil. Dia mencari alibi yang tepat untuk memecahkan sesuatu.
“Kamu belajar yang bener,” ujar Dian mengelus puncak kepala anaknya. Keysa tersenyum kecil. Dia kembali mendapatkan sesuatu baru kali ini. Sesuatu yang belum pernah dia rasakan dulu-dulu. Afeksi keluarganya kembali. Mamanya sudah berubah menjadi sosok penyayang. Ya, meskipun dari dulu-dulu tapi rasanya berbeda. Mamanya kini semakin merawatnya lebih daripada biasanya.
“Keysa udah belajar bener-bener kok.” Keysa tertawa lagi. Dia tersenyum ke ke arah Dian lagi. Dian, wanita itu membuka layar laptop yang ada di hadapannya.
“Ma, kita udah lama kayaknya nggak ke rumah Tante Virna? Mama mau kesana nggak?” ujar Keysa menggerak-gerakkan pergelangan tangannya. Sebenarnya Keysa hanya mencari solusi untuk bisa bertemu dengan Vano kali ini. Sudah tahukan? Bagaimana sifat Vano kepadanya waktu-waktu ini? Vano menjadi orang yang menghindar dari dirinya seolah merahasiakan sesuatu.
“Oya, kamu udah kesana?” ujar Dian menautkan alisnya. Keysa menggelengkan kepalanya.
“Belum, Keysa sebenarnya mau kesana kalau sama Mama.”
“Udah besar kayak anak kecil aja, paling kamu mau main sama Vano kan?” ujar Dian spontan Keysa menggelengkan kepalanya.
“Nggak kok! Keysa cuma pengen lihat kondisi Tante Virna aja,” ujar Keysa beralibi. Dian terkekeh geli melihat wajah Keysa yang tiba-tiba muram.
“Iya, besok ajak Ayah sekalian pas kamu udah selesai ujian.” Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Dian, Keysa tiba-tiba mencemberutkan bibirnya. Dia berdiri lalu bergegas pergi dari dapur. Menaiki tangga. Mungkin kali ini pikirannya tidak harus selalu fokus akan cowok tersebut. Lagipula menyelesaikan masalah dengan Vano adalah hal yang sulit. Cowok itu selalu membuat masalah baru, lalu menghindari masalah yang sudah ada.
Keysa membuka bukunya. Namun, dia kembali mendesahkan napas panjang. Dia membuka ponselnya lalu menonton drakor untuk menghilangkan sesuatu dalam pikirannya.
•••
“Dia ikut mulu perasaan? Ngapain sih, Van? Emang lo kagak capek apa? Risih gitu?” ujar Fafa mendecih. Dia menatap lengan Vano yang kini digelayuti Aletta. Vano masih diam saja. Dia menatap Fafa dengan manik mata kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEYVANO [Selesai]
Ficção Adolescente[FOLLOW SEBELUM BACA] Kalau cinta jangan maksa! Mungkin, kalimat itulah yang harusnya dia ucapkan terus-menerus kepada seorang cowok yang ditemuinya di sekolah milih sang Ayah. Diana Keysa Rafaeliza, tidak menyangka jika hidupnya yang terasa tenang...