82. Stab wound

932 43 0
                                    

Sampai kapan Vano seperti ini kepadanya?
Sampai kapan rasa sakit ini bertahan?
Andai dia bisa, dia tidak akan mencintai seseorang sampai seperti ini.

Keysa menghela napasnya. Pukul 21.00 cewek itu tidak bisa tidur. Ucapan Vano membuatnya ingin semakin menangis saja. Keysa benar-benar bersumpah demi Tuhan, dia tidak ingin membunuh Aletta. Setidakpercaya itu kah seorang Vano?

“Van, sampai kapan ya rasa gue bertahan sama lo, tapi beneran ini semua sakit banget, Van.” Dia bergumam seraya meluruhkan air matanya. Padahal baru beberapa saat lalu dia menyatakan semuanya kepada Vano. Terus terang mengenai segala hal. Dan anehnya Vano berubah drastis secara tiba-tiba. Entahlah, ada apa ini?

Tok-tok.

Ketukan lirih pintu kamarnya membuat dia tertegun. Siapa yang mengetuk pintu malam-malam seperti ini? Lagipula ini juga waktunya tidur. Ingin sekali Keysa memaki-maki orang yang mengganggunya di jam-jam seperti ini.

Cewek itu membuka pintu kamarnya. Tatapannya tersadar. Bibirnya bungkam membisu. Tangan Keysa berusaha menutup pintu kamar. Namun, semua itu di hadangnya.

“Disa—” ucapan itu, ucapan lama yang kini kembali terucap pada bibir cowok itu. Dadanya bergemuruh.

“Kenapa ditutup?” Aneh, Vano beralih pada sikap yang berbeda. Cowok itu masuk ke dalam kamarnya. Keysa ingin menghadang cowok itu. Namun, dia sudah lebih melangkahkan kakinya cepat. Vano menutup pintu kamar.

“Aneh.”

“Hmm.”

Bahkan Keysa bingung. Ada apa dengan cowok ini? Tahu kan biasanya Vano selalu menyakitinya, kadang cowok itu juga bisa bersifat manis. Sebenarnya ada apa ini?

Vano mendekatkan dirinya, menyudutkan tubuh Keysa ke dinding. “Disa, kangen.” Cowok itu memeluk tubuh Keysa erat. Menghirup aroma cewek itu yang membuatnya candu.

Ucapan Vano membuatnya tercekat. “Udah malem, Van...takut dikira nggak-nggak sama si A—”

“Disa gue nggak suka lo bilang nama itu.”

Keysa semakin tercekat ketika Vano menghisap lehernya lagi. Membuat kissmark. Sialan! Cewek itu merasa tersudut. Keysa takut, raganya sedikit bergetar.

“Van, nggak gini.”

“Maafin gue, Disa.”

“Ngapain minta maaf kalau masih ngulangin hal yang sama?” ujar Keysa spontan. Vano mendongak. Tatapan keduanya kini bertaut dalam diam. Bibir Vano sedikit bergetar.

“Lo selalu nyakitin gue, tapi gue berusaha nggak ngerasain sakit itu, Vano.” Keysa tersenyum kelu. Vano masih mematung.

“Sebenernya gue bingung sama diri lo, Van. Ada apa, dan kenapa lo semakin gini padahal gue udah nerima apapun diri lo.”

Vano membisu. Cowok itu tak membalas ucapan Keysa. Dia semakin mematung dalam diamnya.

“Disa....”

“Gimana hubungan kita sekarang? Lo bisa kapanpun putusin gue, hati gue udah berkorban banyak Van.” Seolah pasrah, Keysa berujar seperti itu membuat Vano semakin menajamkan matanya. Entahlah, cowok ini semakin bungkam. Seperti bingung untuk menjawab apa. Keysa tersenyum getir. Miris memang.

“Disa...gue udah janji nggak bakal ninggalin lo.”

“Tapi sampai kapan lo bakal terus nyakitin gue?” ujar Keysa tersenyum kecut. Cowok itu tiba-tiba mematung.

“Gue pernah bilang bakal jagain lo dari dia, Disa. Gue takut, dia terobsesi sama gue.” lirih, cowok itu berbisik di telinga Keysa. Dia memeluk Keysa dengan erat seolah menyalurkan rasa rindunya. Meskipun cowok itu selalu berada di dekat Keysa. Namun, rasanya hambar saja. Vano rindu memeluk cewek itu.

KEYVANO [Selesai] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang