Update nih, ada yang masih nungguin dan kawal cerita ini sampai tamat? Thankyou yaa!
Selamat membaca.•••
Matahari kini sebentar lagi akan roboh dikaki langit. Keysa tidak habis pikir dengan sifat cowok di depannya. Vano sangat menakutkan kali ini. Cowok itu masih mencengkeram pergelangan tangannya. Membuat nyeri semakin terasa menusuk menembus daging. Cowok itu membawanya ke sebuah apartement.
Kesya hanya terdiam melihat Vano yang menatapnya datar. Dia menyuruh Keysa untuk duduk di sofa. Cewek itu menautkan alisnya. Dia menggeleng tak mau. Melihat itu Vano menatapnya dengan senyum miring. Itu dilakukan tiba-tiba, dan sangat membuatnya was-was. Tubuh cewek itu didorong hingga jatuh ke sofa. Ya ampun. Dia takut akan suatu hal kali ini.
"Gue mau pulang!" ujar Keysa kesal. Cewek itu hendak berdiri. Namun, bahunya ditahan untuk tidak berdiri. Vano melepaskan cengkeramannya.
Vano yang mendengar itu membisu. Sementara, Keysa menatap Vano dengan bibir bergetar was-was."Lepasin gue! Gue mau pulang." Keysa berujar datar. Dia terus mengucapkan kata ingin pulang. Namun, cowok itu tetap diam saja. Menjadi patung. Melihat wajahnya begitu lama seperti orang gila. Satu hal lagi? Memang ada apa dengan wajahnya? Ya, Tuhan. Apa ada yang aneh?
Tidak perlu dipikirkan. Keysa hanya ingin pulang kali ini. Vano sudah cukup membawanya pergi. Dia harus pulang. Lagipula ini sudah sore, dan Ayahnya mengharuskan pulang sebelum malam menjelang jika tidak mau barang-barang berharganya disita.
"Diem."
"Gimana gue bisa diem? Gue mau pulang! Devano!"
Vano menggeram frustasi atas ucapan-ucapan yang dikeluarkan Keysa. Entah dorongan dari mana. Cowok itu tiba-tiba saja mencengkeram bahu Keysa. Menyudutkan pada dinding apartement. Dia terus menatap Keysa dengan manik matanya yang tajam. Tatapannya datar tanpa ekspresi. Keysa yang melihat itu sedikit memejamkan matanya. Pikirannya semakin tak karuan. Keysa sangat takut. Hal yang tak terduga, Vano memajukan bibirnya mendekati wajahnya. Hanya berjarak beberapa cm. Tengkuknya kini sedikit miring. Keysa menghela napasnya kasar. Dia juga merasakan hembusan napas Vano. Dia semakin takut, apa yang akan dilakukan Vano?
"Gue nggak pernah suka lo deket sama Radit." Vano berucap lirih diceruk telinganya. Keysa mendengar itu. Dia tak habis pikir dengan ucapan Vano?
Keysa mendorong tubuh Vano untuk menyingkir dari hadapannya. Vano sudah kelewat batas. Melihat itu Vano tersenyum sekilas. Lalu kembali datar.
"Maksud lo?"
"Jauhi Radit." Keysa yang mendengar itu melirik wajah Vano seraya tersenyum miring.
"Sekarang gue tanya, lo siapa gue?" ujar Keysa kesal. Dia tidak pernah suka dengan cowok di depannya ini. Tidak habis pikir, dia seolah mengatur hidupnya.
Vano yang mendengar itu tertohok. Cowok itu kembali terdiam mematung. Menatap Keysa begitu lama.
"Pokoknya gue nggak pernah suka lo deket sama Radit." Keysa tersenyum sinis. Melihat itu Keysa menatap tubuh Vano dari atas sampai bawah.
"Ya itu terserah lo! Pertama, Dia cuma ngajarin gue masak karena lo nyuruh gue jadi pembantu? Sadar? Dan lo malah nggak tahu terimakasih! Kedua, lo maksa gue buat ikut ke markas, dan ngebawa gue ke apartement lo." Keysa tertawa meremehkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEYVANO [Selesai]
Ficção Adolescente[FOLLOW SEBELUM BACA] Kalau cinta jangan maksa! Mungkin, kalimat itulah yang harusnya dia ucapkan terus-menerus kepada seorang cowok yang ditemuinya di sekolah milih sang Ayah. Diana Keysa Rafaeliza, tidak menyangka jika hidupnya yang terasa tenang...