Lisa masih terduduk di depan pintu kamar deka. Suasana juga menjadi sangat hening. Kemungkinan deka sudah berhenti dari tangisnya.
Lisa memejamkan matanya sebentar lalu menghembuskan nafasnya panjang, kemudian beranjak dengan tangannya yang ia sanggakan di dinding untuk berdiri.
Merasa deka yang sudah tenang, lisa pun memberanikan diri untuk mengetuk pintu dan memanggil deka.
Tok.. tok.. tok..
"Kak deka?". Panggil lisa.
Tidak ada jawaban dari deka, lisa pun kembali mengetuknya lagi.
"Kak deka udah tenang?". Tanya lisa berani. "Kalo kak deka udah tenang, lisa mohon buka pintunya! Biarin lisa masuk kak!". Katanya lagi membujuk deka.
Masih belum ada jawaban dari deka, membuat lisa hanya mendengus kasar.
"Kak deka ayok buka pintunya ya! Kak deka belum makan dari sore, biar lisa ambilin nasi lagi ya!". Rayunya lisa.
"Kak deka gak papa kan di dalam? Jangan bikin lisa khawatir dong.. lisa mohon buka pintunya!".
"Kak deka?".
"Kak?".
Lisa terus berulang kali mengetuk pintu dengan sedikit keras, di tambah juga memberi seruan untuk merayu deka.
Hari sudah malam, dan lisa masih setia berdiri di depan kamar deka. Sebenarnya, badan lisa merasa sangat capek, dan letih. Terlebih lagi, ia juga yang sudah tidak kuat duduk lama dan berdiri lama untuk menyangga perut besarnya.
Namun, demi deka membukakan pintu kamarnya agar ia masuk. Lisa rela, menahan rasa pegalnya itu, meskipun sedari tadi lisa menahan rasa sesak di dadanya, karena bayinya yang terus bergerak kuat menendang nendang rahimnya.
Kemungkinan besar, itu merupakan ikatan batin yang kuat antara ibu dan anak. Dimana, bayi lisa merasa gelisah ketika sang ibu yang sedang di rundung masalah.
"Kak, lisa ke dapur dulu ya! Ambil makanan buat kak deka, terus habis itu tolong buka pintunya!". Kata lisa lalu ia membalikkan badan untuk meninggalkan deka di kamar.
Meskipun langkahnya sedikit berat, namun lisa tetap berjalan untuk turun ke bawah mangambil makanan di dapur.
Ceklek...
Baru beberapa langkah lisa berjalan, langkahnya langsung terhenti ketika telingannya mendengar suara pintu terbuka. Ia pun membalikkan badannya, dan sedikit menyunggingkan senyumnya saat mendapati pintu yang terbuka itu, adalah pintu dari kamar deka.
Dengan cepat pun, lisa langsung beranjak masuk ke kamar deka.
Berantakan.
Keadaan itu yang di lihat pertama kali oleh lisa ketika memasuki kamar deka yang sudah banyak barang pecah di sana sini, membuat lisa berjalan hati hati takut ada pecahan beling yang akan terinjak oleh kakinya.
Matanya membulat saat melihat deka yang terduduk dengan mata sembab bersandar di dinding dekat pintu. Lisa pun segera menghampirinya.
"Kak deka? Astaga...". Lisa terkejut melihat darah mengalir di telapak tangan kanan deka yang baru saja ia raih. Sepertinya deka baru saja meremat pecahan vas bunga yang terbuat dari kaca.
"Ya Ampun kak deka.. kenapa kakak melakukan ini semua? Hiks.. maafin lisa kak.. hiks...". Tangis lisa sembari menggenggam tangan deka.
"Lis.. lisa?". Kata deka, melepaskan tangannya dari genggaman lisa, lalu ia meraba wajah lisa untuk menghapus air matanya.
"Maafin gue lisa! Gue udah buat lo nangis, gue mohon lo jangan nangis!". Kata deka lagi yang membuat lisa semakin terisak.
Lisa meraih tangan deka, agar mendekap tubuhnya.
"Kak deka, lisa mohon peluk lisa sekarang! Lisa takut kehilangan kak deka, lisa mohon jangan tinggalin lisa!". Sambar lisa yang terus memaksa deka untuk memeluknya.