Deka perlahan membuka matanya, menatap langit-langit kamarnya sebentar sembari berusaha mengumpulkan kembali nyawanya. Rasanya ia tertidur sangat pulas malam ini, hingga ia tak sadar ia sudah ada di kamarnya sendiri. Ah lebih tepatnya, karena semalam ia mabuk berat membuat dirinya kehilangan kesadaran.
Deka bangun dari tidurnya, namun kepalanya terasa sangat berat sekali membuat deka mengurungkan niat untuk beranjak dan memilih untuk kembali membaringkan tubuhnya lagi. Namun, fikirannya kini kembali mengingat kemarin ia membentak lisa dan meninggalkannya begitu saja. Tapi, sekarang ia sudah di rumah. Lalu siapa yang membawanya pulang?. Sudah jelas pasti yoyo dan jinan yang mengantarkannya, karena semalam ia mengajak dua orang itu pergi ke club dan minum bersama.
"Ehh iyaa.. anak ibu pinter ya? Udah mandi ya?".
Deka yang mendengar ocehan itu langsung menoleh. Ia tersenyum, mendengar lisa yang mengajak bian berbicara. Ia pun kembali bangun dari tidurnya meskipun kepalanya masih sangat terasa berat.
Deka keluar dari kamarnya dan menuruni tangga. Dapat di lihat, di ruang tengah lisa baru saja selesai mendandani putranya itu. Sambil sesekali, lisa mengajaknya bermain.
Lisa yang mendengar suara tepakan kaki menuruni tangga pun ia langsung menoleh, dan tersenyum.
"Kak deka udah bangun?". Tanyanya.
Deka hanya menatapnya datar, tanpa menjawab pertanyaan yang lisa lontarkan dan sudah tak perlu jawaban.
"Lisa udah buat sarapan kak di meja, di makan ya. Lisa mau kasih asi bian dulu". Ucap lisa lagi yang sudah bersiap akan menggendong bian di pangkuannya dan memberinya asi.
Deka menghela nafas kasar saja. Ia berjalan ke arah meja makan, dan duduk. Di lihatnya sepiring nasi goreng kesukaannya. Sepertinya lisa sengaja membuatnya untuk deka.
Deka mulai menyantap sarapannya. Namun, pikirannya kembali lagi dengan masalah kemarin. Dimana ia sudah menyakiti lisa dengan mencengkram bahunya keras. Apa lisa merasa kesakitan?. Sudah tentu lisa merasakan sakit itu, karena kemarin lisa merintih dan menangis. Tapi, kenapa istrinya itu masih peduli dengannya, apa dia tidak marah?.
Ah, kalo di pikir kembali itu kan memang kesalahan lisa. Wajar kalo deka marah, karena lisa mengabaikan bian dan memintanya untuk menikahi katie yang sudah membohonginya.
Setelah selesai memberi asi, lisa yang masih menggendong bian menghampiri deka.
"Mau nambah?". Tawarnya pada deka.Deka menatap lisa, wanita itu tersenyum hangat. Perlahan deka menggeleng. Deka, masih tetap tak mau buka suara.
Lisa melunturkan senyum di bibirnya, sepertinya deka masih marah dengannya. Dan bisikan semalam, hanya igauan deka karena efek mabuknya. Lisa jadi sedih, karena sikapnya kini deka menjadi mendiaminya.
"Oeeekk...". Bian menangis, membuat keduanya kompak menoleh.
"Eh..cup cup.. anak ibu kok nangis sih? Humm kenapa hum? Masih laper ya? Mau minum susu lagi.. iya?". Oceh lisa lagi sambil nepuk-nepuk pantat bian menenangkannya.
Deka tersenyum tipis. Sangat menggemaskan sekali melihat lisa mengajak anaknya berbicara. Ia menjadi merasa bersalah, karena sudah menyakiti lisa dan mendiaminya.
"Lisa..". Deka buka suara.
Lisa menoleh, dan kembali tersenyum. Akhirnya deka kembali membuka suaranya, membuat lisa senang.
"Iya ayah bian..". Sahutnya.Deka tersenyum lagi, kali ini senyumnya lebih sedikit lebar daripada sebelumnya. Lisa suka sekali, menggodanya dengan memanggilnya dengan sebutan 'ayah bian'.
"Tolong siapin baju kerja aku ya, aku mau ke kampus". Kata deka menyuruh lisa. "Biar bian sama aku dulu..".
Lisa mengerutkan dahinya dengan permintaan suaminya itu.
"Kak deka yakin mau berangkat ke kampus? Kak deka semalem habis mabuk loh, ntar kalo terjadi apa-apa di jalan gimana? Gak ah,, hari ini kak deka cuti aja. Di rumah jagain bian..". Omel lisa karena merasa was-was dengan keadaan deka.