"Huaaaaaaa....".
Suara tangis bayi perempuan berumur satu tahun itu menggema keras di ruang keluarga dimana balita laki-laki yang berumur 4 tahun itu dengan sangat paksa merebut mainan yang tengah di mainkan sang adik.
Deka yang kala itu baru saja menyelesaikan mandinya di kejutkan dengan suara sang putri yang menangis keras, dan ia buru-buru menghampiri kedua anaknya di ruang keluarga. Karena, deka yakin lisa tidak ada di situ karena terakhir ia melihat lisa tengah menjemur pakaian di belakang rumahnya.
"Ehhh kak bian gak boleh gitu dong sama dek Ara. Ayok balikin mainannya adek..". Tegur deka ketika melihat anak bungsunya itu menangis sembari menunjuk sebuah mainan yang ada di tangan anak sulungnya.
Bian menggeleng. Ia justru menyembunyikan mainan berbentuk bola itu ke belakang punggungnya.
"Gak mau ayah.. bian mau main ini..". Kata bian menolak perintah sang ayah."Bian gak boleh kaya gitu dong. Kasihan ini dek aranya nangis. Kasih ya, kamu main yang lain aja". Bujuk deka lagi.
"Gak mau!!". Teriak bian masih kekeh dengan kemauannya.
"Bian ayok balikin..". Perintah deka.
"Gak mau ayah.. bian mau main ini. Dek Ara yang itu aja...".
Kim Ara. Bayi perempuan itu semakin menangis keras karena tak kunjung mendapat mainannya kembali yang di minta oleh sang kakak. Membuat deka langsung menggendongnya dan menenangkannya.

"Bian ayah gak pernah ya ngajarin bian jahat sama adeknya. Adek kan masih kecil, gak boleh begitu. Sini balikin mainannya, lagian itu masih banyak bolanya. Bian yang lain aja ya.. ngalah dong sama dek ara". Kata deka meminta mainan bola milik ara itu lagi pada bian.
"Bian maunya bola ini aja ayah.. bian suka walna bilu..".
"Itu kan ada yang biru lagi, lebih gede juga. Biar dek ara main yang kecil, Ayok kasih ke dedeknya..".
"GAK MAU! BIAN MAUNYA YANG INI".
"Bian dengerin ayah!". Suara deka sedikit meninggi membuat anak laki-laki itu langsung menunduk. "Kamu udah gede, harusnya ngalah dong sama adeknya. Sini bolanya". Pinta deka dengan paksa ia mengambilnya dari bian.
Setelah itu, deka langsung memberikannya pada ara dan menenangkannya agar berhenti menangis.
Bian masih menunduk. Lalu bocah laki-laki itu berlari ke arah dapur, ia terduduk di pojok tembok sambil menyembunyikan wajahnya di kedua tangannya. Terdengar juga isak tangis mulai keluar dari mulutnya.
Lisa yang baru saja selesai menjemur baju, ia kembali masuk ke dapur. Ia berniat akan memasak untuk mereka sarapan. Namun, keningnya berkerut mendengar suara tangisan tak jauh dari dirinya berdiri.
Karena penasaran, lisa segera meletakkan ember yang di bawanya di tempat biasa. Lantas ia mencari sumber suara.
"Loh anak ibu kenapa? Kok nangis?". Tanya lisa saat mendapati bian duduk di pojok dapur.
Bian hanya diam, tetapi isak tangisnya semakin terdengar sangat jelas. Membuat lisa bingung, apa yang terjadi dengan anak sulungnya itu.
"Bian? Bian kenapa sih? Ayok cerita sama ibu? Ada yang nakal sama bian ya?". Kata lisa lagi dengan melepaskan kedua tangan bian yang menutupi wajahnya.
Setelah lisa berhasil melihat wajah bian, terlihat mata anak itu sudah sembab dengan genangan air mata di mata bulatnya. Lisa tersentak tatkala dengan tiba-tiba bian memeluknya erat.
"Eh..". Kaget lisa membalas pelukannya.
"Ibu.. ayah jahat sama bian. Hiks.. ayah malahin bian.. bian gak sengaja lebut mainan dek ala..". Adu bian pada lisa dengan suara yang masih terdengar cadelnya.