Tujuh

3K 166 4
                                    

Gibran mendorong Sendra mendekat ke meja Meli. "Cepet! Playboy kok cemen. Bacain puisi buat Meli aja gak berani," ejek Gibran.

Saat main PS semalam di rumah Pradit, Sendra kalah. Alhasil ia harus membacakan puisi untuk Meli di depan teman-teman sekelas.

"Pengecut lo, Ndra!" timpal Galang.

"Bacot lo pada!" ucap Sendra.

Akhirnya Sendra terima saja. Ia mendekat ke gadis culun berkacamata itu.

"Hai, Mel," sapa Sendra.

Meli menutup novel yang tengah ia baca, lantas menatap Sendra. "Eh? Ha-hai," balas Meli canggung.

Sendra meraih tangan Meli, lalu menggenggamnya. Meli tersenyum malu, ia menampakkan gigi-giginya yang hitam.

"Anjir, tangannya digenggam, cuk!" seru Galang. Ia dan yang lain menyaksikan aksi Sendra tersebut. Bahkan Gibran sampai mem-video adegan tersebut.

Kini Sendra dan Meli sudah berdiri di depan papan tulis. Meli sangat gugup, ia berkali-kali salah tingkah dengan membenarkan letak kacamatanya.

"Hey semua! Mari kita saksikan Sendra dan Meli!!" teriak Revon.

Dalam sekejap, semua pasang mata menatap dua orang itu. Mereka bersorak-sorak. Namun, banyak juga murid putri yang merasa iri. Sendra kan ganteng, masa sama Meli?

"Aku punya puisi buat kamu, Mel," ucap Sendra sebagai permulaan.

"Suit suit, uhuy!"

"Puisi apaan tuh, Bang?"

"Ternyata Sendra sama Meli."

"Selera lo kurang top, Ndra!"

Meli tersenyum kaku. "Pu-puisi apa, Ndra?" tanya Meli gugup.

Sendra menarik napas panjang, lalu menghembuskannya lewat mulut.

"Andai aku jadi langit, kamu adalah pelanginya."

Meli tersipu, pipinya merona merah hingga ke telinga.

"Aku jadi mataharinya dong, Ndra!"

"Aku jadi pesawat, Ndra! Ubut ubut ngeng ngeng!"

Sendra melanjutkan puisinya, "Andai aku jadi kuda, kamu kusirnya."

"Hiya hiya!"

"Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk, suara sepatu kuda."

"Andai aku jadi lautan, kamu jadi cumi-cuminya," ucap Sendra masih menggenggam tangan Meli.

"Gak jadi ikan buntal sekalian, Ndra?"

"Gue jadi pausnya dong!"

Sendra melepaskan genggamannya, lalu melanjutkan. "Andai aku jadi abang penjual sayur, kamu tomat busuknya."

"Wuanjer!"

"Sadis, banggg!"

Senyum di wajah Meli memudar. Ia disamakan dengan tomat busuk? What the fuck.

"Kamu tahu gak, Mel? Apa bedanya kamu sama bau kotoran sapi?" tanya Sendra.

Meli tersenyum lagi, pasti Sendra mau ngegombal. "Nggak tahu, Ndra. Emang bedanya apa?"

"Nggak ada bedanya, sama-sama bikin mual dan pengen muntah!" ucap Sendra.

"HAHAHAHA!"

"Jangan terlalu jujur gitu lah, Ndra!"

"Kasian tuh, Ndra. Anak orang lo tarik ulur."

"Meli berasa di terbangkan ke langit, terus dihempaskan ke bumi."

JASEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang