Tiga Dua

3.9K 154 1
                                    

Di jam istirahat pertama ini, mereka makan bersama di kantin. Ada Jasen, Revon, Galang, Gibran, Pradit, Sendra, Regita, Biana, dan Leuren. Hampir setiap hari mereka selalu bersama. Pradit sudah ikhlas dengan kepergian Andria dan menjalani hari-harinya seperti biasa. Meskipun bayang-bayang Andria sering muncul di tempat-tempat Pradit dan Andria pernah bersama.

"Yang udah punya pacar, sibuk chatting." Revon menyenggol tubuh Gibran yang tengah sibuk dengan ponselnya.

"Iya dong!" sahut Gibran bangga.

"Kenalin ke kita-kita lah. Kalo cantik, gue embat!" ucap Sendra.

Gibran mengepalkan tangannya dan mengarahkannya ke Sendra. "AWAS AJA! Lagian pacar gue gak akan tergoda sama cowok kayak lo."

Jasen merapatkan tubuhnya ke Regita. Cowok itu berubah manis kepada Regita. Dia sudah mendapat jawaban kepergian Velika. Dan Jasen juga sadar bahwa Regita adalah perempuan yang bisa mencintainya dengan tulus. Kejadian antara Pradit dan Andria menyadarkannya juga. Jasen tidak mau menyesal nantinya, ia tidak mau kehilangan pacar setulus Regita.

"Kok cuma diaduk-aduk sotonya?" tanya Jasen melihat Regita yang mengaduk-aduk soto ayam kesukaannya.

Regita melirik Jasen dengan sinis. "Bukan urusan kamu."

Jasen menghembuskan napasnya kasar. Keadaannya sudah berbalik. Dulu, Regita yang bersikap hangat dan mengejarnya. Sekarang, Regita cuek dan Jasen yang harus membujuknya.

"Sabar, Sen. Sekarang gantian lo yang harus berjuang," bisik Pradit di telinga Jasen.

Jasen mengangguk, ia memang harus berjuang membuat Regita kembali seperti dulu. Jasen yakin seratus persen kalau Regita masih sangat mencintainya. Jasen pasti akan mendapatkan maaf darinya.

Jasen merangkul Regita dengan tangan kanannya, lalu ia merebahkan kepalanya ke bahu Regita. "Nanti pulang sama aku, ya."

"Aku bawa motor sendiri," ucap Regita datar. Namun ia tidak menyingkirkan lengan Jasen yang merangkulnya.

"Motor kamu biar Sendra yang nganterin ke rumah. Dia gak bawa motor kok, tadi berangkat sama Pradit."

Regita menengokkan kepalanya, menatap Jasen yang masih bersandar di bahunya. Mata mereka bertemu, hidung mereka sampai menyentuh.

"Cantik banget sih," ucap Jasen, kemudian ia mencubit hidung Regita dengan gemas.

Di seberang meja Jasen dan Regita, ada Galang dan Leuren. Pasangan alay, tapi lucu. Leuren juga menjadi agak sinting sejak berpacaran dengan Galang. Pengaruh cowok itu benar-benar hebat.

"Bep, suapin dong!" pinta Galang seraya membuka mulutnya lebar-lebar.

"Sini-sini." Leuren menyendok bakso di hadapannya. "Ngengg ngengggg ... mulutnya dibuka lagi, kurang lebar." Leuren melayang-layangkan sendok itu di udara, persis seperti Ibu yang tengah menyuapi anaknya.

"Emmm enak. Rasanya beda kalo kamu yang nyuapin, Bep," ucap Galang.

"Iya dong, tangan cantik." Leuren menunjukkan tangan kanannya dan membolak-balikkan dengan bangga.

Galang meraih tangan Leuren dan mengelusnya. "Cantik banget," ucapnya sambil mengecup singkat punggung tangan Leuren.

"Gombalin aku dong, Bep," pinta Leuren.

"Oke." Galang menegakkan badannya, berpikir sebentar. "Cecak. Cecak apa yang bisa bikin aku mati?"

"Cecak bawa racun tikus," ucap Gibran.

"Cecak bawa granat kali, Bran," timpal Sendra.

"Apaan sih lo pada, ikut-ikutan aja," ucap Galang kesal.

JASEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang