Sembilan

3.1K 169 0
                                    

Sendra menyimpan sebungkus rokok yang baru saja dibelinya ke dalam saku celana. Ia bersiap memakai helm full face-nya dan ingin menuju ke markas utama. Seperti biasa, ia akan ikut kumpul bersama teman-temannya malam ini.

Bugh!

Sendra tersungkur ke tanah. Helm di tangannya terpental jauh. Rahang bawahnya langsung nyut-nyutan, ada yang menjotosnya.

Sendra memandang ke arah si penjotos. "Anggoro?"

Anggoro menatap Sendra dengan tajam. Sendra bisa melihat ada kilatan amarah di mata cowok itu. Di belakang Anggoro, ada banyak anak-anak Geng Alexus, geng yang diketuai oleh Anggoro sendiri.

"COWOK BRENGSEK!" maki Anggoro.

Sendra mematung tak paham. Selama ini, Geng Zolvenior dan Geng Alexus bersahabat. Kenapa malam ini Anggoro menjotos dan memakinya?

"Lo kenapa si, Ro?" tanya Sendra tak paham.

Bukannya langsung menjawab, Anggoro menendang kencang perut Sendra.

"Uhukk ... uhuk." Sendra terbatuk, namun ia belum melakukan perlawanan apa pun. "Salah gue apa, Ro?!" bentak Sendra.

Bugh!

Sendra kembali tersungkur ke tanah ketika Anggoro menjotos pelipisnya hingga robek. Anggoro menjambak rambut Sendra, membuatnya mendongak.

"Lo udah nyakitin adek gue," ucap Anggoro penuh penekanan.

Sendra terdiam,  berpikir. Adik Anggoro siapa? Sendra sudah terlalu sering nyakitin cewek, mana bisa ia ingat satu per satu.

"Si-siapa?" tanya Sendra gemetar.

"Luisa," jawab Anggoro singkat.

Sendra paham, ia tadi siang memang sudah menyakiti Luisa. Namun, ia baru tahu kalau Luisa adiknya Anggoro.

Anggoro mencengkeram kerah jaket Sendra untuk membuat Sendra bangkit. Kemudian, Anggoro kembali menjotosi Sendra. Kali ini Sendra tidak tinggal diam. Ia menjotos hidung Anggoro sampai mimisan.

Perkelahian antar dua cowok itu berlangsung cukup lama. Mereka beradu jotos sampai keduanya babak belur. Namun, Sendra lah yang paling parah. Ia sengaja tidak terlalu melawan. Kalau Sendra terlalu melawan dan Anggoro kalah, anak Geng Alexus pasti akan langsung mengeroyoknya.

^^^^^

Regita melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebuah cafe. Beruntung ia ke sini naik taksi, jadi rambutnya tidak berantakan. Kalau bawa motor, kan gak epic. Dan semoga nanti Jasen mau mengantarkannya pulang. Aamiin!

Semua pasang mata di cafe itu menatap kehadiran Regita. Aura kecantikan gadis itu begitu kuat, sangat kuat. Siapa sih yang tidak jatuh cinta dengan Regita? Putih, mulus, langsing, iris matanya berwarna cokelat seperti Maminya. Jasen sangat beruntung bisa menjadi pacar seorang Regita. Sayangnya, dia malah menyia-nyiakan.

"Nunggu lama, ya?" Regita duduk, sedangkan Jasen sudah menunggu di seberang mejanya.

"Nggak," jawab Jasen dingin.

"Kamu belum pesan makanan?"

"Menurut lo?"

"Belum."

"Udah tahu pakek nanya."

Regita menghembuskan napasnya pelan-pelan, sabar. Kemudian, gadis itu memesan makanan dan juga minuman. Dinner pertama, harus berkesan. Tapi kesannya apa? Jasen dingin dan cuek begitu.

"Sayang, malam ini aku cantik gak?" tanya Regita. Percayalah, ia sedang berusaha mencairkan suasana.

Jasen melirik Regita sekilas. "Hm."

JASEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang