"Berapa orang, Dit?" tanya Jasen kepada Pradit yang baru selesai menghitung jumlah orang di warung Mang Wedi.
"148 orang," jawab Pradit. "Kurang 52 orang, banyak adik kelas yang belum ke sini."
Adik kelas memang suka seperti itu, tidak disiplin, kebanyakan hanya ikut-ikutan. Dari 200 anggota, baru hadir 148 orang.
"Itu udah cukup, anggota Alexus cuma setengahnya kita."
Jasen mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi. "Guys, kita berangkat sekarang!"
Terdengar sorak-sorak dari para anggota Zolvenior. Warung Mang Wedi tersebut mendadak ricuh. Mereka naik ke motor masing-masing dan ada juga yang membonceng seperti Jasen, ia membonceng Pradit. Akan gawat kalau semuanya bawa motor sendiri-sendiri. Kalau ada yang terluka parah, kan bisa membonceng saja.
Brmmmm brmm brmm
Deru motor Geng Zolvenior memenuhi jalanan. Tampak mengerikan bagi pengendara, pejalan kaki, atau pun orang-orang yang melihat Geng itu. Semua anggota yang membonceng membawa senjata. Ada yang membawa balok kayu, clurit, rantai, tongkat besi, dan benda bahaya lainnya. Hanya untuk alat perlawanan, karena Alexus juga pasti membawa senjata. Sedangkan Jasen, sebagai ketua, ia membawa bendera hitam dengan lambang burung elang dan tulisan Zolvenior di bawahnya.
Pradit menghentikan motornya, otomatis semua anggota yang mengikuti di belakangnya juga berhenti. Jasen turun terlebih dulu, masih dengan bendera Zolvenior di tangannya. Ia menatap Anggoro yang berdiri di hadapannya. Seperti biasa, anggota Alexus masih sedikit. Jasen yakin 100% kalau gengnya yang akan menang. Anggota sedikit sok-sokan nantang.
"Dateng juga akhirnya," ucap Anggoro.
Jasen melipat kedua tangannya di depan dada. "Ya iya lah, kita bukan pengecut!"
Anggoro menengokkan kepalanya ke belakang, semacam memberi intruksi. Kemudian, anggota Alexus membelah jadi dua bagian, membuat ruang di antara bagian itu. Dari tengah-tengah celah mereka, muncul dua anak Alexus yang membawa tawanan.
Yang pertama melototkan matanya adalah Pradit. Ia kenal betul gadis yang diseret oleh dua orang anggota Alexus itu. Gadis itu tampak meronta-ronta berusaha melepaskan diri. Wajahnya menunjukkan rasa ketakutan yang teramat besar.
"ANJINGGGG!!!" Pradit berlari ke arah tawanan itu dengan kalap.
Bughhhh
Salah satu orang yang memegangi gadis itu tersungkur ke tanah. Sudut bibirnya langsung berdarah karena bogeman mentah dari Pradit.
Revon yang melihat Pradit tidak bisa mengendalikan diri segera menahan sahabatnya itu. Ia berusaha menarik Pradit kembali ke barisan. Namun, sia-sia. Pradit sudah terlanjur marah.
"MAKSUD LO APA, HAH?!" teriak Pradit tepat di depan wajah Anggoro.
Anggoro mengangkat kedua tangannya sambil tertawa. "Santuy, bro, santuy."
"Apa-apaan lo bawa-bawa cewek itu? Dia gak ada urusan sama sekali," ucap Jasen.
"Dasar banci!" sembur Gibran. "Main kasar sama cewek!"
"Geng ale-ale gadungan! Jijik gue sama cara main lo yang gak berperikemanusiaan!" timpal Galang.
"Suka-suka gue dong. Gue bisa ya siksa cewek ini kapan pun yang gue mau," ucap Anggoro.
Pradit menatap ke arah gadis berseragam OSIS sekolahnya, SMA Pancasila. Dia Andriana Hana Pertiwi, gadis yang selalu mengganggu Pradit. Entah kenapa, hati Pradit rasanya sakit melihat Andria diperlakukan seperti itu.
"LEPAS!!!" teriak Andria sambil meronta-ronta minta dilepaskan. "LEPASIN GUE, BRENGSEK!!!"
"Apa mau lo?" tanya Pradit menatap Anggoro dengan tatapan tajamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JASEN (End)
Romance(Beberapa part diprivat acak, follow untuk kenyamanan membaca). Jasen Laksamana Pressapda. Seorang lelaki cuek dan dingin yang merupakan ketua dari Geng Zolvenior. Kepribadiannya sangat tertutup, irit bicara, dan bisa berubah menjadi kejam sewaktu-w...