Tiga Tiga

3.6K 146 0
                                    

Deru motor terdengar nyaring di parkiran SMA Pancasila. Seluruh anak Zolvenior meninggalkan sekolah saat Jasen menyuruh mereka ikut menyerang Galaksi. Padahal, jam pelajaran belum selesai. Guru-guru pun hanya bisa pasrah. Geng Zolvenior sudah semacam organisasi sekolah, seperti OSIS. Bedanya, OSIS organisasi siswa-siswi teladan. Sedangkan Geng Zolvenior adalah kebalikannya, organisasi siswa nakal dan pembangkang.

Jasen memimpin di depan dengan motornya. Mereka menuju ke gudang tua, tempat Fahra disekap. Tadi, Revon berhasil melacak keberadaan gadis malang itu.

Sesampainya di lokasi, Jasen membuka pintu gudang. Anak-anak Galaksi menyambutnya, anggota mereka lengkap hari itu. Fahra tampak duduk di atas kursi kayu dengan kedua tangan diikat ke belakang. Seragam OSISnya lusuh, rambutnya acak-acakan, dan wajahnya sangat kucel.

"FAHRA!" panggil Gibran hendak menghampiri Fahra.

Namun, Pradit menahan Gibran. "Nanti dulu."

"Gue mau lepasin Fahra!" ucap Gibran.

"Apa lo bilang? Mau lepasin Fahra? Gak segampang itu!" ucap Evan. "Penghianat ini, belum gue siksa!"

Evan menempelkan sebuah pisau ke leher Fahra. Gadis itu memejamkan matanya dengan takut. Air matanya sudah membanjiri seluruh wajah.

"LO JANGAN BERANI SENTUH CEWEK GUE!" bentak Gibran.

"Oh, jadi Fahra cewek lo. Pantes dia jadi mata-mata Galaksi," ucap Yogas.

"Lepasin dia! Gak usah bawa-bawa cewek, banci!" ucap Jasen.

"Pengecut banget geng lo! Udah anggotanya jadi pelaku tabrak lari, sekarang nyekap cewek! GENG ABAL!! ANJING!!" ucap Pradit mengeluarkan unek-uneknya.

Evan melepas ikatan Fahra dengan kasar. Tangan Fahra sampai memerah karena tali tambang yang menggores tangannya. Kemudian, Evan mendorong Fahra dengan keras sampai tersungkur di depan anak Zolvenior. Gibran yang melihat itu langsung menghampiri Fahra dan membantunya berdiri.

"ANJINGGG!!!" teriak Gibran nyalang.

Bughhh

Gibran memberikan bogem mentah kepada Evan. Evan terdorong ke belakang, namun dua anak Galaksi menahannya agar tidak jatuh.

"BERANI LO SAKITIN CEWEK GUE?!!" teriak Gibran lagi.

Evan mengusap sudut bibirnya yang berdarah karena pukulan dari Gibran. Selanjutnya, Evan menusuk perut Gibran dengan pisau tajam di tangannya.

"GIBRAN!!!" teriak Fahra. Gadis itu menghampiri Gibran yang sudah tumbang dengan pisau menancap di perutnya.

Jasen dan yang lainnya mendekat ke arah Gibran. Sahabatnya itu sudah lemah sekali. Ia meringis menahan sakit dengan tangan memegang pisau yang masih menancap di perutnya.

"A-aku ... gak pa-pa, Ra," ucap Gibran terbata-bata.

"Yogi sama Lino, kalian bawa Gibran ke rumah sakit. Fahra, lo ikut mereka," ucap Jasen.

Yogi dan Lino, anak Zolvenior, mendekat ke Gibran. Dua orang berbadan besar itu mengangkat tubuh Gibran dan membawanya keluar dari tempat itu. Fahra pun mengikuti mereka dari belakang.

"LO LUKAI SATU DI ANTARA KAMI, KALIAN SEMUA DALAM BAHAYA!" teriak Jasen emosi. "SERANGGGGGGGGG!!!"

^^^^^

Fahra mondar-mandir di depan ruang UGD. Sedangkan Yogi dan Lino duduk di kursi tunggu sambil memperhatikan Fahra. Sudah setengah jam mereka bertiga menunggu dokter selesai dengan Gibran.

"Gibran bakal baik-baik aja," ucap Yogi.

"Dia kuat kok, gue kenal lama sama Gibran," imbuh Lino.

"Dia ketusuk pisau, gue takut dia kenapa-kenapa. Ini salah gue!" ucap Fahra.

"Bukan salah lo, Ra. Ini salah anak-anak Galaksi." Jasen yang baru datang dengan keempat temannya langsung menghampiri Fahra. Mereka tampak babak belur dan penuh luka.

"Gimana?" tanya Pradit. Ia jadi teringat dengan Andria. Karena dulu Andria dilarikan ke rumah sakit ini.

"Dokternya belum keluar," jawab Lino.

"Lo sama Yogi pulang aja, biar kita-kita yang jagain Gibran di sini," ucap Jasen.

"Nggak pa-pa?" tanya Yogi.

Jasen mengangguk. "Thanks ya udah bawa Gibran ke sini." Jasen menepuk punggung Yogi dan Lino.

"Santuy lah. Gibran temen kita juga," ucap Yogi.

"Oke, kita duluan." Yogi dan Lino pun akhirnya meninggalkan rumah sakit itu.

Tidak lama setelah kepergian Yogi dan Lino, dokter keluar dari UGD. Mereka semua langsung menghampiri sang dokter untuk mencaritahu keadaan Gibran.

"Gimana, dok?" tanya Sendra.

"Teman kalian baik-baik saja. Luka tusuk di perutnya tidak terlalu dalam. Teman kalian juga sudah sadar, boleh dijenguk." Setelah mengatakan kabar melegakan itu, dokter tersebut pun pergi.

Fahra yang lebih dulu masuk ke dalam UGD. Ia langsung memeluk dada Gibran sambil menangis.

"Hei, khwatir ya sama aku?" ucap Gibran sambil mengelus kepala Fahra.

"Khawatir lah, pakek nanya!" ucap Fahra kesal. "Maafin aku, ya. Ini gara-gara aku. Kalau aka aku gak ketahuan pas nguping pembicaraan mereka, pasti kamu--"

Gibran menempelkan jari telunjuknya di bibir Fahra. "Udah, bukan salah kamu."

Gibran menatap teman-temannya satu per satu. Mereka semua terlihat khawatir. Bahkan mata Galang dan Sendra tampak memerah.

"Galang, Sendra, kalian nangisin gue ya?" tanya Gibran.

Galang dan Sendra menggeleng bersamaan.

"NGGAK! Amit-amit gue nangisin lo!" elak Galang.

"Gak usah ngelak, Lang. Tadi di perjalanan ke sini, gue liat lo ngusap-ngusap air mata sambil nyetir," ucap Pradit.

"Anjir, nggak ya," elak Galang lagi.

Gibran tersenyum hangat. "Makasih ya," ucapnya tulus.

"Apaan makasih-makasih! Kita ini friend, Bran. Gak ada ucapan makasih-makasihan!" ucap Jasen.

Gibran terkekeh sebentar, membuat luka di perutnya sedikit sakit. Kemudian, ia beralih memandang Fahra. "Kamu pulang aja. Ganti baju, makan, terus tidur siang."

Fahra menggeleng. "Aku mau temenin kamu di sini."

"Baju kamu udah kotor, Ra. Kamu ke sini besok lagi aja, ya." Gibran menatap ke arah Galang. "Anterin cewek gue, Lang."

"No no no, gue udah punya Bebep," tolak Galang.

"Gue aja, siap lahir batin jasmani rohani," ucap Sendra.

"Ogah! Ntar lo godain cewek gue lagi!" ucap Gibran.

"Pradit aja, noh. Dijamin aman cewek lo, Bran," saran Revon.

"Aku pulang sendiri aja," lirih Fahra kepada Gibran.

"Nggak, jangan. Sama Pradit ya, dia baik kok," ucap Gibran.

Fahra menatap Pradit dengan tatapan tidak yakin. Namun, akhirnya ia mengangguk mau.

"Siap, Bran. Gue anterin cewek lo sampai rumah. Selamat, tanpa lecet sedikit pun!" ucap Pradit.

"Gue pegang omongan lo, Dit. Sampai cewek gue kenapa-kenapa, lo gue jadiin samsak!" ancam Gibran.

^^^^^

JASEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang