Dua Satu

3.2K 159 0
                                    

"Pagi, Mi." Regita mencium pipi kanan Armita dan menarik kursi di sebelahnya untuk duduk.

"Pagi, sayang," balas Armita.

"Papi gak dicium juga, nih?" tanya Agas.

"Ogah, Papi bau asem!"

"Sekate-sekate kalo ngomong! Papi wangi indah mempesona kayak gini dibilang bau asem," balas Agas.

"Udah, cepet sarapan. Nanti kamu telat," ucap Armita sambil memberikan roti tawar yang sudah ia olesi dengan selai kacang kesukaan Regita.

Regita menerima roti yang diberikan Armita. "Makasih, Mi."

Regita menggigit sedikit demi sedikit roti tawar isi selai kacang itu. Ia mengedarkan pandangan, adik laknatnya kemana?

"Si bocah laknat mana, Pi?" tanya Regita pada Agas.

"Gak usah ngomong sama Papi! Papi ngambek sama kamu," ucap Agas.

"Ngambekan banget, kayak cewek!" cibir Armita.

"Biarin," ucap Agas singkat.

"Elang udah berangkat duluan tadi," ucap Armita menjawab pertanyaan Regita tadi.

Regita membulatkan mulutnya membentuk huruf o.

"Eh, Gita. Kamu tahu jam tangan Papi yang harga 80 juta gak?" tanya Agas.

Regita melirik Agas sekilas, lalu membuang muka.

"Ditanya tuh jawab!"

"Katanya aku gak usah ngomong sama Papi. Gimana sih?! Labil banget, heran."

Agas menjejalkan sisa roti di tangannya ke mulutnya sendiri. Lalu, ia berdiri dengan membawa tas kerjanya dan langsung melesat pergi dengan mobil. Bahkan ia tidak berniat mengucap apa pun sebelum pergi bekerja.

"Udah sana berangkat," ucap Armita pada Regita.

Regita mengangguk. Ia meneguk susu cokelatnya hingga habis, tak tersisa satu tetes pun.

"Gita berangkat ya, Mi."

"Iya."

Regita mencium punggung tangan Armita. Senyumnya belum luntur sejak semalam.

"Aku seneng banget, Mi. Hari ini Jasen jemput aku buat ke sekolah bareng," ucap Regita bercerita.

"Pacar kamu?"

Regita mengangguk dan menjawab dengan semangat, "Iya."

"Mami pengin kenal dong."

Regita menarik tangan Armita. Maminya itu akan menemaninya menunggu Jasen menjemput. Tidak butuh waktu lama, akhirnya motor Jasen berhenti depan gerbang rumah Regita.

"Pagi, Tante." Jasen tersenyum hangat ke arah Armita. Regita sedikit terkejut, ia baru pernah melihat Jasen seramah itu setelah jadian.

"Pagi, Jasen. Udah lama Tante gak ketemu kamu, kemana aja? Gak pernah main lagi ke rumah Tante," ucap Armita. Jasen memang sering main ke rumah Regita dan sering mengantar jemput Regita. Tapi dulu, saat masih pdkt.

"Ah, iya Tante," ucap Jasen sambil nyengir.

"Aku berangkat ya, Mi. Takut telat," ucap Regita.

Armita mengangguk mengiyakan.

Regita naik ke atas motor Jasen. Lelaki itu menarik gas setelah tersenyum ke arah Armita.

"Boleh peluk?" tanya Regita di perjalanan. Ia mendekatkan wajahnya agar Jasen bisa mendengar.

"Iya," jawab Jasen singkat dan datar.

Regita tersenyum senang. Ia memeluk erat pinggang Jasen. Sejak pacaran, ini pertama kalinya Regita memeluk pinggang Jasen lagi. Senyum Regita terus mengembang, ia sangat senang saat ini. Andai bisa, Regita ingin waktu berhenti saat ini juga. Ia tidak ingin detik terus berdetik, biarlah berhenti saat ini juga. Agar Regita bisa memeluk Jasen lebih lama.

JASEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang