Tiga Tujuh

3.8K 136 0
                                    

"Kemana aja kamu?" tanya Gian.

Jasen mendengus, ia berjalan lesu menghampiri Papa dan Mama tirinya yang duduk di sofa ruang tamu.

"Apa peduli Papa?" ketus Jasen.

Gian berdiri dari sofa. Ia berdiri persis dihadapan putranya itu. "Kalo Papa gak peduli sama kamu, gak mungkin kamu Papa menunggu kamu pulang sama selarut ini."

"Mama sama Papa khawatir sama kamu, Jasen. Kami gak bisa tidur kalau tahu kamu belum pulang," timpal Aletta.

"Anda diam," ucap Jasen pada Aletta. "Anda bukan Mama saya!"

"JASEN!" bentak Gian. "Kenapa sih kamu selalu bersikap seperti itu sama Aletta?!"

"Karena aku gak suka sama wanita itu!" tegas Jasen penuh penekanan. "Papa gak pernah ngerti perasaan aku, Pa. Dulu, pas Mama meninggal, aku ditinggal pergi sama Velika. Dia pergi ninggalin aku. Dan Papa! Papa malah menikah sama wanita itu tanpa persetujuan aku. Aku hancur, Pa!! Itu yang ngebuat aku jadi anak nakal kayak sekarang!"

Gian dan Aletta terdiam. Mereka tidak tahu harus berkata apa.

"Dan anda," ucap Jasen pada Aletta. "Anda sahabat baik Mama saya, kan? Kenapa anda tega merebut Papa saya, hah?!"

Aletta menunduk dibentak seperti itu oleh Jasen. "Saya tidak merebut," lirihnya.

"Jasen," panggil Gian lembut. Ia menyentuh bahu Jasen, namun disentak. "Papa menikah sama Aletta karena Mama, Mama yang minta itu sebelum dia meninggal."

Jasen memandang Papanya dengan tatapan bertanya. "Kenapa Papa baru bilang sama aku?" tanya Jasen.

"Mama tahu kalau Aletta orang baik. Mama mau Aletta yang menjadi Mama tiri kamu," ucap Gian lagi. "Jadi, berhenti membenci Aletta. Dia sayang sama kamu, Jasen."

Jasen menunduk, ia merasa bersalah karena sikapnya terhadap Aletta. Mama tirinya memang baik, tidak pernah sekalipun berbuat jahat pada Jasen.

"Maaf," ucap Jasen. Kemudian, ia menaiki tangga dan menuju ke kamarnya.

"Dia butuh waktu, Aletta. Dia pasti akan menerima kamu," ucap Gian.

^^^^^

"REGITAAA!" panggil Landan.

Regita menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. "Iya, Lan?"

"Bareng, ya," ucap Landan dan dibalas anggukan oleh Regita.

Dari arah gerbang, rombongan anak Zolvenior masuk ke dalam sekolah dengan jaket kebanggan mereka. Seperti biasa, Jasen dan para anggota inti memimpin di depan. Mereka menatap Landan dengan tatapan permusuhan.

"Pagi-pagi udah nempel aja ke pacar orang," cibir Sendra.

"Gak tahu malu!" timpal Pradit.

"Banget!" tambah Gibran. "Kayak gak ada cewek lain aja."

"Udah deh, jangan ribut pagi-pagi," lerai Regita. Ia menarik tangan Landan. "Yuk, Lan!"

Revon menyenggol lengan Jasen. "Liat tuh pacar lo, makin hari makin gak nganggep lo. Itu tuh yang Regita rasain dulu."

Jasen melengos pergi ke kelasnya. Bertemu dengan Regita hanya membuatnya cemburu dan sakit hati. Menyebalkan!

^^^^^

"Inget tantangan dari gue kemarin, Lang!" ucap Pradit mengingatkan.

"Durian mangga pepaya, iya iya iya!" ucap Galang. "Pantunin 5 cewek SMA Pancasila, kan?"

"Cepet lah! Gak sabar gue liat aksi lo," ucap Gibran.

Galang berjalan ke ambang pintu kelas, menunggu mangsa. Hari ini banyak yang free class, balkon depan kelas Galang sangat ramai oleh siswa-siswi yang berlalu lalang.

JASEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang