Regita memasuki kawasan Bandung. Ia mengikuti jejak motor Alfar yang melaju di depannya. Regita memilih untuk membawa motor sendiri, tidak enak kalau dia boncengan dengan Alfar. Meskipun Alfar adalah sahabat baiknya Jasen.
Sepulang sekolah tadi, ia mendapat telepon dari Alfar. Katanya ia sudah di Jakarta dan menanyakan rencana kemarin. Regita langsung mengiyakan ketika Alfar menawarinya ikut ke Bandung.
Alfar menepikan motornya ke trotoar. Regita juga melakukan hal yang sama.
"Ke rumah gue dulu ya? Lo pasti pulang sekolah tadi belum makan," ucap Alfar memberi tawaran.
"Oke," jawab Regita singkat dari balik helmnya.
Langit belum menjingga, masih pukul setengah empat. Mereka berdua melajukan motor masing-masing menuju rumah Alfar.
Sesampainya di rumah Alfar, mereka memarkirkan motor dan segera memasuki rumah itu. Rumah yang terletak cukup jauh dari jalan raya.
Regita mengamati rumah itu. Sederhana, tapi menawan. Rumah itu dicat warna abu-abu muda dan putih. Bagian dalam juga sangat rapi dan bersih, rumah minimalis.
"Eh, siapa ini, Al?" tanya seseorang menyambut kedatangan Alfar dan Regita.
"Ini pacarnya Jasen, Bu. Regita namanya," jawab Alfar.
Regita menyalami tangan Ibunya Alfar. "Regita, Tante."
"Panggil Ibu aja," ucapnya dan Regita hanya tersenyum.
Ibu Alfar sudah cukup tua, namanya Leli. Namun, kecantikan masih terpancar. Kulit keriputnya tidak bisa menyembunyikan kecantikan Leli.
"Tadi Jasen juga ke sini. Tapi karena kamu tidak ada, dia pergi lagi," ucap Leli bercerita.
Regita memandang ke arah Alfar. "Jasen ke sini?" tanyanya.
"Kata Ibu iya, mungkin dia lagi ke rumah lamanya Velika. Kebiasaan dia kalo ke Bandung," jawab Alfar.
"Makan dulu, yuk. Tadi Ibu buat nasi jagung sama lalapan. Kamu pasti suka," ajak Leli sambil menuntun tangan Regita.
Regita menurut saja, karena dia memang tengah lapar sekali. Ia duduk di sebuah kursi kayu dan mulai makan makanan yang disediakan.
"Ibu tinggal, ya," ucap Leli dan dijawab oleh Regita dan Alfar dengan anggukan.
Selanjutnya, suasana menjadi hening. Baik Regita mau pun Alfar tidak bersuara sama sekali. Hingga makanan keduanya habis tanpa tersisa.
Alfar meneguk air putih untuk menutup makannya kali ini. "Kita langsung ke rumah Velika, ya."
Regita mengangguk mantap. "Sekarang?" tanyanya.
"Iya, keburu malem soalnya."
Regita dan Alfar kembali keluar dari rumah itu. Mereka berdua menjumpai Leli yang tengah menyapu halaman depan. Pohon rambutan di depan rumah itu selalu memberi sampah dedauan kering setiap hari.
"Kok langsung pulang?" tanya Leli seraya mengakhiri aktivitasnya.
"Iya, Bu. Keburu malam," jawab Regita.
Regita dan Alfar mencium tangan Leli sebelum pergi. Ada perasaan tak enak di hati Regita. Masa mampir cuma numpang makan?
Seperti tadi, Alfar melajukan motornya mendahului Regita. Mereka menuju ke sebuah rumah kosong yang sudah ditinggal sekitar tiga tahun lalu. Jaraknya tidak jauh dari rumah Alfar, hanya memakan waktu 10 menit.
Alfar menghentikan motornya, begitu juga dengan Regita. Gadis itu memicingkan matanya menatap seorang lelaki yang tengah bersandar di gerbang rumah itu. Regita kenal betul dengan motor lelaki itu.
"Itu Jasen," ucap Alfar.
Regita mengangguk. Benar, itu Jasen. Seperti yang Alfar bilang, Jasen selalu ke rumah lama Velika ini ketika berkunjung ke Bandung.
"Jasen," panggil Regita lirih.
Jasen menoleh ke arah Regita dengan wajah datar, meski sebenarnya ia terkejut. Tidak berkata apa pun, Jasen kembali menatap lurus.
Regita menatap rumah mewah di hadapannya. Rumahnya tidak terawat, sangat seram. Tumbuhan lumut menempel di dinding-dinding dan pagar. Rumput liar juga tumbuh panjang sampai lutut di halaman depan rumah itu. Rumahnya besar, mewah, tapi tidak terawat.
Regita menyentuh bunga mawar yang dilem di gerbang rumah Velika. Ada mawar yang sudah busuk dan menghitam, namun ada juga yang masih segar. Mawar-mawar itu juga ditempeli tulisan.
Velika, kamu dimana?
Aku rindu.
Besok anniversary kita yang ke 3 tahun.
Kapan pulang, sayang?
Jangan lupa makan, ya.
Gadis itu tersenyum kecut, pasti Jasen yang menulis dan memenuhi gerbang rumah ini dengan mawar. Secinta matikah itu?
"Kapan sih lo bisa lupain Velika?" tanya Alfar.
Jasen tidak menjawab, ia masih menatap lurus dengan tatapan kosong.
"Lo punya pacar, pacar lo sini. Jangan sampe lo kehilangan Regita yang bener-bener sayang sama lo. Lo mikir gak, sih?!" ucap Alfar. Ia sudah lelah menasehati Jasen yang masih saja mengharapkan Velika kembali.
"Gue gak akan lupain Velika. Gue sama dia udah bareng-bareng selama tiga tahun," ucap Jasen datar.
"Dan udah tiga tahun sejak kepergian Velika. Tapi lo masih aja berharap dia kembali? Lo di sini mikirin dia, belum tentu dia juga mikirin lo di sana. Atau malah, Velika udah punya pacar baru dan dunia barunya. Ayolah, Sen! Lupain Velika!"
"Gue cuma pengin tahu alasan kepergiannya."
"Lebih baik gak tau alasan kepergian seseorang. Karena kalau kamu tahu alasannya, bisa membuat kamu lebih sakit."
Alfar menatap Regita. Ia kagum, Regita cewek yang kuat menghadapi Jasen. Kalau cewek lain di posisi Regita saat ini, ia pasti sudah memutuskan Jasen saat itu juga. Sulit untuk mencintai orang yang masih menggenggam masa lalunya.
"Lo gak tau apa-apa, bukan urusan lo, gak usah ikut ngomong!" ketus Jasen.
"Aku emang gak tau apa-apa. Yang aku tahu, kamu cinta sama Velika. Dan kamu juga harus tahu, cinta aku ke kamu sebesar cinta kamu ke Velika," ucap Regita tulus. Sayangnya, ketulusan yang ia punya tidak pernah berarti apa-apa bagi Jasen.
"Bodoh!"
"Lo pikir lo gak bodoh, Sen? Menunggu kembalinya Velika yang udah ninggalin lo tiga tahun lalu. Tetap cinta sama dia, bahkan rela bolak-balik dari Jakarta ke Bandung cuma buat mastiin apa Velika udah pulang atau belum. Lo juga bodoh, Sen! BODOH!" ucap Alfar dengan kesal bercampur emosi. "Regita wajar bodoh kayak gitu, karena dia cinta sama lo," lanjutnya.
"Udah, Al. Jasen juga pasti bakal capek sendiri," ucap Regita pada Alfar.
Alfar menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan-pelan, ia harap itu bisa meredakan emosinya.
"Lakukan apa sesukamu, Sen. Tapi kamu gak boleh menderita karena kepergian Velika kayak gini. Kamu harus bahagia. Walau pun kamu sering nyakitin aku, aku juga akan bahagia kalau kamu bahagia."
Jasen menatap Regita dengan datar. Lalu ia berjalan menuju motornya dan naik ke motor itu.
Regita dan Alfar menatap motor Jasen sampai menghilang dari pandangan. Langit mulai jingga, hari sudah sore saat ini.
"Gue balik ke Jakarta sekarang," ucap Regita.
"Sekarang? Udah mau malem lho, Re. Gak mau nginep di rumah gue aja gitu?"
Regita menggeleng. "Gue udah ngerepotin lo banget. Lagipula besok gue harus ke acara pernikahannya temen gue di Yogya."
Alfar mengangguk ragu. "Oke."
"Thanks, ya. Buat semuanya."
"Iya, lo harus sabar."
Regita tersenyum simpul dan mengangguk. Sabarnya benar-benar tinggi dalam menghadapi Jasen.
^^^^^
KAMU SEDANG MEMBACA
JASEN (End)
Romance(Beberapa part diprivat acak, follow untuk kenyamanan membaca). Jasen Laksamana Pressapda. Seorang lelaki cuek dan dingin yang merupakan ketua dari Geng Zolvenior. Kepribadiannya sangat tertutup, irit bicara, dan bisa berubah menjadi kejam sewaktu-w...