Dua Tujuh

3.3K 156 1
                                    

"Bebep! Duduk sebelah Abang Galang, dong!" pinta Galang seraya menarik lengan Leuren.

"Tai kau! Gak sudi duduk di sebelah lo!" ketus Leuren. Ia memilih duduk di sebelah Regita.

"Udah aku pesenin bakso, yang. Minumnya mau apa?" Revon menyodorkan semangkuk bakso kepada Biana yang sudah duduk di sebelahnya.

"Es teh aja, yang. Gulanya jangan banyak-banyak," ucap Biana.

"Udah yang-yangan aja, nih?" goda Gibran.

"YANG UDAH NIKAH MAH BEBAS!" ucap Biana dan Revon kompak.

"Iya deh iya. Saya jomblo, dan saya diam," ucap Gibran.

"Aku beli es tehnya dulu, ya," ucap Revon.

"Eh, Rev. Sekalian pesenin soto ayam sama es jeruk dong," pinta Regita.

"Kenapa gak suruh Jasen aja?" tanya Revon sambil melirik Jasen.

"Gak jadi, gue pesen sendiri aja." Regita berdiri, ia menuju ke penjual soto bersama dengan Leuren. Revon juga beranjak dari situ untuk membeli es teh pesanan Biana.

"Bebep Leu, biar Abang Galang aja yang pesenin!" teriak Galang.

"Gue punya kaki sendiri!" balas Leuren juga berteriak.

Biana menatap Jasen yang duduk di seberang mejanya. Ia tampak tengah bermain game seperti biasa. "Lo gak ada niatan baikan sama Regita?" tanya Biana.

"Gak. Dia gak akan mau diajak baikan," jawab Jasen tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.

Biana mendengus kasar. Percuma. Jasen orangnya egois dan keras kepala. Sedangkan Regita sudah kehabisan kesabarannya. Mungkin sebentar lagi mereka akan putus.

Regita, Leuren, dan Revon kembali bergabung ke meja dengan pesanan masing-masing. Regita duduk berjauhan dengan Jasen, bahkan ia tidak mau bicara atau melirik ke arah Jasen. Begitu pun dengan Jasen, ia tidak peduli dengan Regita yang tengah marah dengannya.

"Regita kok diem-dieman sama Paketu," ucap Galang.

Regita tidak menanggapi ucapan Galang.

"Kasian Jasennya, Re. Kemarin bilang ke gue, katanya dia kangen sama lo yang cerewet," ucap Sendra.

Jasen menatap Sendra dengan tajam. "Gue gak pernah ngomong gitu!"

"Kenapa kalian gak putus aja, sih?" tanya Gibran gamblang. Sontak semuanya menatap ke arah Gibran dengan tajam. "Apa? Kok pada ngeliatin gue kayak gitu? Gue salah?"

Sendra menginjak kaki Gibran yang duduk di sebelahnya. "Goblok!"

"Gue salah?" tanya Gibran lagi. "Bener kali. Hubungan kayak gitu buat apa dipertahanin."

Jasen menaruh ponselnya ke atas meja dengan kasar. "Gue nggak akan pernah mutusin Regita," tegasnya.

Regita menatap ke arah Jasen. Ia tidak menyangka kalau Jasen akan mengatakan itu. Ternyata Jasen tidak mau kehilangannya, dan itu membuat hati Regita sedikit menghangat.

"Bukan karena apa-apa. Pas awal pacaran, gue pernah janji ke Regita kalo gue gak akan pernah ninggalin dia. Lelaki dilihat dari kebenaran ucapan dan caranya dia nepatin janji, kan?"

Regita menunduk, ia salah mengira. Jasen sama sekali tidak peduli. Dan semua keputusan di tangan Regita.

Setelah Jasen selesai dengan ucapannya, meja itu hening. Tidak ada yang bersuara lagi.

"Udah lah, jangan melow melow. Mending kalian semua dukung gue buat dapetin hati si bebep tersayang," ucap Galang.

"Gue tampol lo pake tong sampah, mau?" ancam Leuren.

JASEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang