Sepuluh

3.5K 163 1
                                    

Jasen turun dari motornya, ia berlari cepat masuk ke dalam markas utama. Markas tersebut sudah ramai. Kebanyakan dari mereka mengerubungi Sendra yang babak belur tak karuan.

"Kenapa bisa begini, hah?!" tanya Jasen khawatir.

Meski pun Jasen tipikal orang yang dingin dan cuek, ia bisa berubah menjadi khawatir ketika ada anggotanya yang terluka. Karena ia merasa semua anggota adalah tanggung jawabnya sebagai ketua.

Jasen memandang Sendra lekat-lekat. Bibir bawah dan pelipisnya sobek, rahang dan tulang pipinya membiru, ditambah luka-luka di badannya.

"Gue gak pa-pa, Sen." Sendra menggulung lengan kaos panjangnya, menampakkan biru-biru di lengan atas.

"Gak usah hiperbola, Sen. Sendra punya sembilan nyawa kayak kucing," celetuk Galang.

Revon menoyor kepala Galang. "Diem lo, Lang! Temen lagi babak belur begitu, malah bercanda."

Galang mengangkat tangannya, menunjukkan jari telunjuk dan tengah. "Peace."

"Siapa yang ngelakuin ini, Ndra?" tanya Jasen seraya duduk di samping Sendra.

"Anggoro," jawab Sendra tanpa berbohong.

Jasen membulatkan matanya, kaget. Begitu pun dengan yang lainnya. Ternyata Sendra belum sempat menceritakan apa pun.

"Wow! Terkejoed abang!" pekik Galang dengan lebainya.

"Anggoro ketua Alexus?" tanya Pradit.

"Kok bisa nyerang lo?" tanya Gibran.

Sendra menarik napas panjang, lalu menghembuskannya pelan-pelan. Ia mulai bercerita secara rinci dari awal sampai akhirnya babak belur.

"Anggoro abangnya Luisa?" tanya Revon.

"Iya, gue juga baru tahu," jawab Sendra.

"Gue juga baru tahu," ucap Galang, Revon, Pradit, dan Gibran kompak.

Brmmm ... brmm ... brmmmm

Prang!

Prang!

Terdengar keributan di luar markas. Kaca-kaca jendela dilempari batu sampai pecah menjadi kepingan kaca tajam.

"Bos, ada apa tuh di luar?" tanya Evan, salah seorang anggota dengan panik.

"Markas diserang!" ucap Pradit.

"Jangan-jangan geng ale-ale?" ucap Galang menerka.

"Alexus!" Revon mengoreksi.

Jasen memimpin keluar markas. Ia tak membawa senjata apa pun. Ini salah Sendra yang menyulut emosi Anggoro lebih dulu. Semoga bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Apalagi Geng Alexus bersahabat dengan Geng Zolvenior.

Jasen dan Anggoro berhadap-hadapan. Anggoro menatap tajam, namun Jasen membalas dengan tatapan datar.

"Mulai sekarang, geng kita nggak sahabatan lagi!" tegas Anggoro.

"Nggak usah kayak anak kecil, Ro. Ini bukan masalah besar," ucap Jasen datar.

Anggoro tertawa miris. "Bukan masalah besar?" tanyanya. "Sendra udah nyakitin adik gue. Luisa sejak tadi siang nangis, nggak mau makan. Itu semua gara-gara temen brengsek lo!"

"Dia cuma patah hati, nanti juga sembuh," ucap Sendra enteng.

"Cuma? Cuma patah hati lo bilang? Dia tuh sayang banget sama lo, Ndra. Gue tahu itu!" Anggoro semakin menampakkan kilatan emosi di matanya.

"Udah udah," ucap Jasen menengahi. "Sekarang mau lo apa?" tanya Jasen.

Anggoro menunjuk Sendra dengan jari telunjuknya. "Dia balikan sama adik gue, Luisa."

JASEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang