Sebelas

3.1K 155 0
                                    

"Gimana dinner lo semalem?" tanya Biana.

Regita melepas ranselnya, kemudian menaruhnya di atas kursi. Ia tidak ada niatan untuk membalas pertanyaan Biana.

"Lo budek ya, Re?"

"Nggak. Cuma pura-pura gak denger aja."

"Cah edan," ucap Leuren.

Regita melipat kedua lengannya di atas meja, lalu menaruh kepalanya.

"Dinner lo sama Jasen semalem gimana?" tanya Biana lagi sambil menatap Regita.

Regita menatap Biana balik. Lalu ia memejamkan matanya, air matanya menetes.

"Ditanya malah mewek," ucap Leuren.

"Semalem gue ditinggal sama Jasen," lirih Regita.

"Babi!"

"Jaran!"

"Kok bisa?!!" tanya Biana dan Leuren bersamaan.

"Dapet telepon dari orang, naruh duit di meja, terus pergi. Mana pulangnya gue dikejar-kejar sama preman gila. Untung ada yang nolongin," jawab Regita panjang lebar.

"Mikir apa sih tuh anak? Dinner pertama kok gak ada romantis-romantisnya. Harusnya kasih bunga kek, atau cokelat gitu. Biar kayak orang pacaran," cerocos Biana.

Leuren memicingkan matanya menatap Biana. "Emang lo pernah pacaran?" tanyanya.

Biana tertawa, mulutnya terbuka lebar sampai-sampai kucing bisa masuk ke mulutnya. "Pacaran?" tanya Biana, ia menjeda. "Males! Pacaran ujungnya juga gitu-gitu aja. Ujungnya sakit hati, ujungnya putus ditinggalin."

"Ada juga tuh yang pacaran ujungnya nikah," ucap Regita. Ia merasa tersinggung.

"Kita tuh masih kelas XI. Lulus SMA, kuliah dulu. Kurang lebihnya 5 tahun menuju pernikahan. Coba pikir, mana ada sih orang yang kuat pacaran sampe lima tahunan kayak gitu. Yang ada malah bosen."

Regita terdiam, ada benarnya juga.

"Ke kantin aja yuk!" ajak Leuren dan diangguki oleh kedua sahabatnya.

Mereka bertiga keluar dari kelas untuk menuju ke kantin. Kantin di SMA Pancasila terletak di bagian paling kanan dan paling belakang di sekolah itu.

"Rejeki cewek cantik, pagi-pagi disuguhi pemandangan kayak begini," ucap Leuren.

Ketiga gadis itu kompak berhenti di pinggir lapangan basket. Mereka menonton cowok-cowok kelas XII yang tengah adu skill bermain basket. Leuren dan Biana heboh, sedangkan Regita biasa saja.

"Aaaaaaaaaa ...." Biana menjerit.

Regita reflek menutup telinganya. "Gendang telinga gue pecah, goblok! Gak usah teriak-teriak!" omel Regita.

"Itu ... itu Kak Yogas si ketua OSIS, ganteng banget sihhhh!" heboh Biana sambil melompat-lompat tak jelas.

"Sumpah deh, ganteng-ganteng banget! Keringetnya netes, jadi pengin jilat leher mereka deh. Ewhhh." Leuren ikut heboh, ia menggigit bibir bawahnya melihat keringat yang menetes di leher dan pelipis cowok-cowok itu.

"Norak kalian semua," ucap Regita.

"Jomblo mah bebas!!" balas Leuren dan Biana bersamaan.

"Terserah kalian lah, gue laper! Bye!" Dengan menghentak-hentakkan kakinya kesal, Regita memutuskan ke kantin saja. Bisa-bisa iman dan kesetiaannya ikut goyah melihat pemandangan itu.

Duk!

"Awwww!" pekik Regita.

Regita sontak memegangi hidungnya ketika sebuah bola basket menghantam wajah cantiknya. Wajahnya terasa panas, hidungnya pegal dan nyut-nyutan.

JASEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang