Delapan

3.1K 165 1
                                    

"Mau ke mana lo, Kak?" Elang melompat ke atas kasur Regita dengan toples berisi kacang di tangannya.

"Elang laknat! Kacangnya banyak yang jatoh, pungut nggak!!" bentak Regita. Ia meletakkan lip blam yang sudah selesai ia pakai.

Elang melirik kacang-kacang yang berserakan di atas kasur Regita. Melirik doang, kemudian kembali menyumpalkan kacang ke dalam mulutnya.

"Pungut!!" bentak Regita lagi.

"Kalo gue nggak mau?" Elang menantang.

"Gue lindes lo pake traktor!"

Elang tak mengubris, ia masih saja santai sambil makan kacang. Bocah usia sembilan tahun tersebut tidak menyadari jika Regita tengah marah. Regita paling tidak suka kalau kamarnya kotor dan berantakan.

Pluk

"Sakit anjing!" pekik Elang mengusap-usap kepalanya. Regita baru saja mendaratkan botol kaca berisi parfum. Pasti sakit.

"Biar ilang tuh songong lo," ucap Regita puas. Regita kok dilawan?

Elang mengambil parfum Regita dan langsung melemparkannya ke lantai. Alhasil, parfumnya pecah hingga semerbak baunya memenuhi kamar Regita.

"Elang biadab!" teriak Regita menghampiri parfumnya yang sudah pecah. "Ini parfum mahal!"

"Ini parfum mahal. Tiga loli parfum setara dengan segelas susu," ucap Elang meniru gaya bicara di iklan permen nikita.

"Kurang ajar banget sih, lo?!" bentak Regita.

"Kiring ijir bingit sih li." Elang menye-menye.

"Adek gak guna, mati aja sana!" Regita mendorong bahu Elang hingga bocah itu terjungkal ke belakang.

"Idik gik gini, miti iji sini!"

"Anjing!"

"Mamiiii ... Kak Gita ngatain aku anjing!" teriak Elang dengan suara sekeras yang ia bisa.

"Regita, jangan kayak gitu sama Elang!" Armita balas berteriak dari kamarnya.

"Ambilin pisau dapur sana, El. Gue mau bunuh lo!" Regita menatap Elang dengan tajam.

"Mamiiii ... Kak Gita katanya mau bunuh aku!" Elang kembali mengadu sambil berteriak.

"REGITA!"

Pintu kamar Regita terbuka, menampilkan sosok Armita dan Agas. Orang tua pemilik kedua anak itu berkacak pinggang. Mereka kompak menatap Regita dengan melotot tajam.

"Apa melotot kayak gitu?" tanya Regita tanpa sopan santun pada kedua orang tuanya.

"Mulutnya ... jadi pengin Papi tabok pakek raket nyamuk!" ucap Agas.

"Kamu diapain sama Regita, El?" tanya Armita seraya menghampiri Elang.

"Elang habis aku perkosa, tuh kasurnya berantakan," jawab Regita.

Agas menghampiri Regita dan langsung mencubit bibir anak gadisnya itu. "Mulutnya ..." ucap Agas geram sendiri.

"Abisnya aku kesel, liat tuh parfum aku sampe pecah gitu." Regita menunjuk pafrumnya yang pecah, lalu memajukan bibirnya.

"Berapa harga parfumnya, hm? Sepuluh juta? Tiga puluh juta?" tanya Agas.

Regita tersenyum senang. 'Minta ganti yang lebih mahal, ah. Yang pecah itu kan cuma tiga juta,' batinnya.

"Lima belas juta, Pi. Papi mau beliin lagi?"

Agas mengerutkan kening hingga kedua alisnya menyatu. "Siapa yang mau beliin? Papi cuma nanya doang."

Elang tertawa terbahak-bahak. "Mampus lo, Kak," ejeknya.

Regita melotot ke arah Elang. "Bacot! Beliin gue parfum baru!" bentak Regita.

"Lo mau pake parfum apa nggak, sama aja. Sama-sama bau kambing!"

"Elang!" Armita mencubit paha Elang hingga si empunya meringis kesakitan.

Agas menatap Regita yang terlihat begitu cantik malam ini. Anak gadisnya itu memakai dress berwarna dusty pink dengan sedikit corak berwarna merah. Rambut pirang sepunggungnya digerai cantik. Tak lupa juga Regita mengoles sedikit make up ke wajahnya.

"Anak Papi mau kemana? Cantik banget," tanya Agas dilengkapi pujian.

"Oh, aku masih anak Papi?" ketus Regita.

"Jangan ngembek dong, sayang. Nanti Mami beliin kamu parfum baru," bujuk Agas.

"Loh? Kok Mami sih?" tanya Armita.

Agas tersenyum ke arah Armita, lalu mengedipkan matanya. "Iya kan, Mi? Nanti Mami bakal beliin Regita parfum kan?" tanya Agas dengan nada manja.

Armita melotot. "Nggak! Malam ini Papi tidur di teras!" tegas Armita.

Agas mendengus, pasrah. Sudah biasa di suruh tidur di teras rumah. Pengusaha kaya yang mendadak keliatan kayak gembel.

"Rasain tuh, siapa suruh pelit sama anak sendiri? Kaya tapi pelit!" ucap Regita puas melihat Papinya ternistakan.

"Gak ada uang jajan selama sebulan!" ucap Agas yang langsung dibalas pelototan oleh Regita.

"Tenang, Re. Mami yang bakal kasih kamu uang jajan," bela Armita.

Regita berlari ke arah Armita, lalu memeluknya dengan erat. Kemudian Regita memeletkan lidahnya pada Agas, merasa menang.

"Uang saku aku ditambahin juga kan, Mi?" tanya Elang.

Armita mengangguk. "Iya, nanti kita bobol brankas Papi. Kita colong semua duitnya," ucap Armita sambil tersenyum licik.

"Tau ah, sebel!" Agas menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal sambil keluar dari kamar Regita.

Setelah kepergian Agas, ketiga orang itu tertawa terbahak-bahak. Puas banget ngerjain Agas.

"Kamu mau kemana, Re?" tanya Armita. Sudah tiga orang menanyai Regita seperti itu, tapi ia belum sempat menjawab satu pun.

"Mau kencan dong, malam mingguan," jawab Regita dengan senyum pepsodent.

"Sama Leuren dan Biana?" tanya Armita lagi.

"Ya nggak lah! Sama pacar, jangan kayak orang jomblo dong," jawab Regita membanggakan dirinya.

"Lo punya pacar, Kak? Siapa yang mau sama nenek lampir kayak lo?" ejek Elang.

Regita menoyor kepala Elang hingga oleng dan menubruk badan Armita. "Lo gak tau aja ya. Di sekolah, gue primadonanya. Semua cowok bakal terpana ngeliat kecantikan gue," ucap Regita sambil mengibas-ibaskan rambutnya.

"Ya iyalah, anak Mami gitu loh. Cantik!" puji Armita sambil mencubit pelan hidung Regita.

Elang memutar bola matanya malas. "Yang bilang lo cantik, matanya upilan."

"IRI BILANG BOS!" ucap Regita dan Armita dengan kompak.

Regita melirik arloji hitam yang melingkar manis di pergelangan tangannya, sudah pukul setengah delapan.

"Regita pergi dulu, ya," pamit Regita seraya menyalami Armita dan mencium pipinya.

"Pulangnya beliin gue pizza!" pinta Elang.

"Jangan pizza, gue beliin lo tai goreng di peternakan ayamnya Pak Hadi," ucap Regita sambil mengusap rambut Elang.

"Boleh tuh, Kak. Tai goreng kayaknya enak, gue belum pernah coba."

Regita menjambak keras rambut Elang sebelum keluar dari kamarnya.

"KAK GITA SIALAN!" maki Elang sambil berteriak, Regita menutup kedua telinganya sambil menuruni tangga. Teriakan Elang menggelegar.

Sampai di anak tangga paling bawah, Regita membuka tangannya yang menggenggam sejak menjambak rambut Elang.

"Rontok, haha!" Regita tertawa puas melihat rontokan rambut Elang di telapak tangannya.

^^^^^

JASEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang