Jimin masuk ke dalam mobilnya, wajahnya kusut. Jungkook sepertinya sudah pergi ke kampusnya dengan bis. Ia mengehela nafasnya panjang. Bingung sebenarnya apa yang terjadi. Sungguh, ia tidak mau mencampuri urusan masalah keluarga besar Jungkook, tapi sudah pasti ada kejanggalan.
Pertama saat ia pergi ke rumah Jungkook. Jimin jelas-jelas melihat Jun Hyun dengan pakaian yang berlumuran darah sedang menggendong seseorang. Ditambah dengan tatapan matanya yang tajam itu. Kedua hari ini. Jimin tidak tahu apa yang terjadi, tapi perasaannya tidak enak.
Jimin melihat jam tangannya, sudah pukul 5 sore, sebentar lagi janjinya dengan Chaeyoung. Jimin mengacak-acak rambutnya. Kenapa waktu itu dia ngomong gak jelas kayak gitu? (chapter 38). Padahal ia sama sekali belum siap!
Jimin menghela nafasnya. Mau bagaimana lagi. Ia menjalankan mobilnya menuju Taman Namsan.
* * *
Chaeyoung duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Ia melihat jam tangannya, masih pukul 7 kurang 20 menit. Sepertinya ia terlalu gugup jadi datangnya terlalu cepat. Saat kemarin ia mendapat telfon dari Jungkook dan ungkapan dari Jimin, hatinya sama sekali tidak tenang. Seharian itu ia tidak bisa tidur karena memikirkan pernyataan Jimin saat itu. Aah! Memikirkannya hanya akan membuat ia semakin gugup!
Masih ada 20 menit, mungkin lebih. Aku harus menenangkan pikiran, batinnya.
"Chaeyoung-ah."
"Jimin!"
Keduanya terdiam. Chaeyoung bisa merasakan jantungnya berdegup sangat amat kencang. Tidak ia sangka Jimin akan datang secepat ini.
"Aahh...kau udha dateng..." gumamnya pelan.
"Ayok, kita naik ke Namsan Towernya," ajak Jimin.
"Eh? Ah, iya.."
Dengan gugup Chaeyoung berjalan mendahului Jimin. Jimin di belakang hanya tersenyum manis melihat tingkah salting Chaeyoung. Ia menghembuskan nafasnya, menyemangati dirinya untuk yang terakhir kalinya.
"Chaeyoung-ah!" panggil Jimin.
Chaeyoung menghentikan langkahnya, ia membalikan badan. Jimin tersenyum hangat. Jimin menggenggam tangan Chaeyoung hangat. "Ayo."
Chaeyoung tak bisa berkata apa-apa. Jantungnya sudah berdegup sangat kencang sekarang. Mukanya juga pasti sudah tidak karuan. Jimin tertawa kecil melihat tingkah Chaeyoung. Ia semakin mengeratkan genggamannya. Jimin menghela nafas. Iya, lupakan dulu sejenak. Nikmati dulu saja momen ini.
Kedua sudah sampai di atas Namsan Tower. Mereka berdua berjalan menuju tepi bangunan. Pemandangan malam kota Seoul terlihat sangat indah dari atas sini. Angin malam berhembus dingin, menerpa lembut helai rambut Chaeyoung.
Chaeyoung menatap takjub ke bawah. Jujur, ini pertama kalinya baginya. Selama ini ia selalu ingin pergi ke sini, hanya saja tidak ada waktu juga tidak ada yang mau menemaninya. Berada di sini bersama orang yang ia sayangi sekarang benar-benar bagai mimpi indah baginya.
"Ini pertama kalinya aku ke sini selain dengan Yoongi hyung. Dulu saat masa-masa aku masih benci dengan Jungkook, tempat inii adalah saksi bisu semua kemarahan juga kesedihanku. Setiap kali aku merasa sedih atau marah, aku selalu melampiaskannya di sini. Walau sebenarnya banyak orang melihat, tapi rasanya nyaman ketika bisa melampiaskan semaunya di sini," Jimin bercerita, sorot matanya terlihat hangat.
Chaeyoung tersenyum. "Baguslah semuanya udah berakhir. Kamu tahu gak sih seberapa capek sama geregetnya aku liat kalian berdua cercokan mulu kayak kucing sama anjing?"
Jimin hanya tertawa kecil. "Tapi semua ini juga berkat kamu. Kalau kamu gak ada, mungkin sampai sekarang aku masih sama pikiran dangkal aku dan benci sama Jungkook." Jimin melihat ke arah Chaeyoung. "Makasih."
"Apasih kita kan...sodara jauh. Ya walau gak ada hubungan darah, tapi kamu tetep keluarga aku," Chaeyoung juga ikut tersenyum.
Jimin mendekatkan dirinya dengan Chaeyoung. Jimin mendekatkan wajah mereka. "Boleh?" tanyanya.
Chaeyoung hanya mengangguk malu. Jimin sekali lagi hanya tertawa kecil. Jimin menyudahi jarak di antara mereka. Bibir mereka bertemu. Jimin melumat lembut bibir Chaeyoung. Keduanya sudah tidak merasa apapun lagi, selain gejolak cinta yang sedang membara.
* * *
Jungkook masuk ke dalam rumahnya, hari sudah malam. Ia ingin cepat-cepat masuk ke kamarnya dan beristirahat setelah banyak hal terjadi hari ini. Ia kembali melirik ke arah dapur. Yoona lagi-lagi tidak ada di sana. Jungkook lama-lama merasa khaatir. Sudah 3 hari semenjak terakhir kali ia melihat ibunya itu.
Tapi Jungkook tetap positif. Dae Bong besok akan pulang dari perjalanan dinasnya, mungkin sebenarnya Yoona ikut menemani Dae Bong.
Jungkook menaiki anak tangga secara perlahan, malam sudah larut. Ia tidak mau membangunkan adiknya yang mungkin saja sedang tidur.
"Ya, aku sendiri yang akan memastikan Jungkook hyung berada di posisinya."
Begitu ia melewati kamar adiknya, ia mendengar namanya dipanggil. Langkah Jungkook otomatis berhenti. Ia mendekatkan telinganya dengan pintu kamar Jung Hyun, ingin mendengar lebih lanjut.
"Pak Kim juga pastikan ayah agar tidak pergi kemana-mana. Aku tidak mau rencana kita selama ini hancur berantakan hanya karena hal kecil," Jung Hyun melanjutkan pembicaraannya.
rencana?
"Hm? Ah tidak usah khawatir. Setahu ku Jungkook hyung baru akan pulang 1 jam lagi, jadi tidak mungkin ada yang mendengar pembicaraan ini. Kalau pun ada, aku tidak akan segan untuk membunuhnya saat ini juga."
Seketika buluk kuduk Jungkook berdiri. Dia tidak mau mengambil resiko. Jungkook kembali menuruni anak tangga dengan perlahan, tidak mau Jung Hyun tahu kalau ia sudah pulang. Begitu sampai pintu depan, Jungkook sengaja membukanya secara keras agar Jung Hyun dengar.
"Aku pulangg," sahut Jungkook sedikit berteriak.
Jungkook kembali menaiki anak tangga. Ia berusaha sekuat mungkin untuk tidak terlihat gugup ataupun canggung. Begitu ia sampai di lantai atas, Jungkook melihat Jung Hyun keluar dari kamarnya dengan senyuman cerahnya.
"Hyung!" sapanya ceria.
Jungkook memaksakan dirinya untuk ikut tersenyum . "Jung Hyun-ah, kau belum tidur?" tanya Jungkook basa-basi.
"Oh, ada pekerjaan lebih dari kantor. Sementara ayah pergi keluar kau yang bertanggung jawab," jawab Jung Hyun santai.
"Oh ya? Kupikir Pak Kim yang bertanggung jawab, dia bukannya sekretaris ayah?"
"Aah...Pak Kim ikut dengan ayah jadi aku yang bertanggung jawab."
"Oh...ya udah hyung masuk dulu."
"Emm! Istirahat yang bener ya, hyung!"
Jungkook tersenyum. Ia masuk ke dalam kamarnya dan langsung merebahkan badannya di kasurnya. Kecurigaannya makin besar. Sebenarnya apa yang adiknya sembunyikan?
Jungkook mengambil hp nya dari sakunya. Ia mau mengabari Jimin, selain mau minta maaf ia juga mau menceritakan apa yang terjadi hari ini. Saat ingin menge-chat, Jungkook melihat proflie picture Jimin telah berubah, menjadi gambar dirinya dengan Chaeyoung. Jungkook tertawa kecil. "Wah...hyung beneran nembak dong," gumamnya pelan.
Jungkook kembali menaruh hp nya. Ia menghela nafasnya. "Nanti aja deh. Kasian lagi mesra-mesraan," gumamnya lagi.
.
.
.
DOR!
hehe...maap aku ngilang lama banget ya...?
Kalo masih ada yang nungguin, aku ngerasa bersalah banget sih :")
TAPI TENANG, AKU BAKAL SELESAIN CERITA INI, PASTI
Karena sebenernya ini udah mau nyampe ending 😁😁
JADI KALIAN BISA PERCAYA SAMA AKU KALI INI, AKU GAK BAKALAN NGILANG LAGI!!!!
Siap-siap buat next chap seyengnya akuhhh
KAMU SEDANG MEMBACA
Good bye, Hyung [Jikook]
FanfictionAwalnya keluarga Park bahagia, mereka adalah keluarga kecil yang bahagia. Sampai akhirnya hari itu datang, ketika ayah dan ibu mereka meninggal, Jimin mulai membenci Jungkook. Apa yang terjadi antara mereka? . . . "Hyung, bisakah kau berhenti benci...