Appa {Chapter 17}

498 60 4
                                    

"Kau serius, Tae?" tanya Jin setelah mendengar cerita Taehyung.

Taehyung mengangguk kecil sambil menyeka air matanya. "Bahkan saat Jimin menceritakan ini, akupun menangis hyung. Kadang saat melihat Jimin marah, aku merasa kalau memang sepantasnya dia marah. Kalau aku jadi dia, mungkin aku tidak akan kuat. Penderitaan Jimin jauh lebih menyakitkan dari yang kita kita hyung."

Jin menyandarkan tubuhnya ke sofa. Jujur, setelah mendengar cerita itu dia merasakan apa yang Jimin rasakan. Marah, sedih, kesal, semuanya bersatu. Membuat sebuah perasaan yang sangat tidak karuan dan membuatnya gundah. Di satu sisi, Jin merasa kalau perilaku Jimin itu wajar, tapi di sisi lain Jimin tidak bisa menyalahkan Jungkook. Anak itu tidak tahu apa-apa.

"Karena itu, saat Jimin marah dan kesal pada Jungkook terkadang aku hanya memilih diam. Kita tidak pernah tahu bagaimana perasannya selama ini," ungkap Taehyung masih sambil menyeka air matanya.

Jin kembali membuka buku itu. Dia kembali membaca isi di buku itu dengan seksama. Memang Jimin menderita, tapi bagaimana dengan Jungkook? Anak itu mungkin jauh lebih menderita daripada Jimin.

Jin membuka lembar berikutnya. Lembar ini terlihat berantakan, seperti pernah di acak-acak oleh seseorang. Selain itu juga ada banyak bercak air di mana-mana. Jin mulai membacanya, kata demi kata.

28 November 2013

Hyung...aku tidak tahu lagi...aku harus apa sekarang? Apa yang eomma korbankan serasa sia-sia. Penyakit ini kembali lagi hyung, tapi bukan jantung melainkan paru-paru. Aku tidak tahu harus apa hyung...mengapa hidupku semenyedihkan ini? Aku hanya ingin bermain bersama teman-teman yang lain sama seperti yang biasa orang lain lakukan. Aku ingin lebih menghabiskan waktu di taman bermain, bukan di kamar rumah sakit yang dingin. Aku lelah hyung, sungguh...tapi aku harus bertahan, aku belum sempat membalaskan terima kasihku. Tenang hyung, aku akan terus bertahan hingga akhir, sampai kita bisa kembali bersama lagi seperti dulu. 

Jin menutup buku itu, dia lalu menghela nafas panjang. Dia tidak bisa bayangkan apa yang sudah mereka lalui selama ini. Mulai dari Jimin yang kehilangan kedua orang tuanya, dan Jungkook yang hampir saja meninggal. Jin bahkan tidak tahu apa masa muda mereka setelah berpisah. Apa Jimin tinggal dengan tenang? Apa Jungkook mendapat perhatian cukup? Kita tidak akan pernah tahu.

"Tapi, kemana Jimin dan Jungkook saat itu? Maksudku, mereka sama² kehilangan keluarga mereka."

"Jimin pergi ke panti asuhan setelah itu, dia lalu diadopsi. Tapi saat dia lulus SMA, kedua orang tua angkatnya meninggal karena kecelakaan pesawat. Jungkook...aku tidak tahu."

"Mwo?! Orang tua angkatnya bahkan meninggal?" tanya Jin lagi tak percaya.

Taehyung menjawab dengan anggukan kecil. "Sekarang bisa hyung bayangkan kan? Semenderita apa hidupnya."

Jin menghempaskan badannya ke sofa. Pikirannya kacau. Seketika dia merasa bersalah dengan semua ucapan yang ia lontarkan pada Jimin. Jin menghela nafasnya, dia memijat pelipisnya dengan kedua tangannya.

"Kenapa situasi ini begitu rumit? Sekarang aku tidak tahu siapa yang salah," ucap Jin pasrah.

"Biarkan keduanya tenang dulu hyung. Kalau tidak apinya malah akan semakin membesar kalau kita terus pacu."

Jin mengangguk, menyetujui perkataan Taehyung.

Terdengar samar² suara pintu tertutup, tapi Jin maupun Taehyung tidak memedulikannya. Keduanya masih tenggelam dalam pikirannya masing².

Jungkook berjalan guntai ke kasurnya. Baru saja saat Jungkook hendak tidur, ia mendengar soal 'buku tua' miliknya. Jungkook langsung mengurungkan niatnya untuk tidur dan malah menguping. Tanpa ia sadari, mendengar semua cerita itu malah membuatnya semakin sedih.

Good bye, Hyung [Jikook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang