25. First snow

381 50 1
                                    

Salju pertama turun di sore hari bersamaan dengan seorang pria yang baru menginjakkan kaki di tanah kelahirannya lagi setelah sekian lama. Perawakannya yang tampan dan tinggi layaknya seorang actor berhasil membuat setiap pasang mata di Incheon International Airport memandangnya.

Ia memesan taksi dan segera meluncur ke alamat Apartemen yang sudah dikirimkan padanya.

🌻🌻🌻

"Jisoo ada berita menggemparkan dari cabang pusat." Seulgi berlari menghampiri Jisoo yang baru saja meletakkan tasnya di loker.

"Ada apa? Apa gaji kita akan dinaikkan bulan ini?" Jisoo masih sibuk mengganti pakaiannya dengan seragam kerjanya.

"Ah tidak bukan itu tapi akan ada Manager baru yang ditempatkan di sini."

"Bukankah pergantian Manager sudah biasa. Menggemparkan dari mananya." Jisoo terlihat tak tertarik dengan obrolan ini.

"Yang menggemparkan adalah rumor tentang Manager itu. Aku diberi tahu temanku yang bekerja di cabang pusat kalau Manager kita yang baru sangat tampan dan dia masih lajang."

"Baiklah kita lihat saja nanti setampan apa dia." Jisoo kemudian menggandeng tangan Seulgi mengajaknya keluar dari ruang karyawan dan bersiap mulai bekerja.

🌻🌻🌻

Ruang makan yang berisikan meja makan besar dan beberapa kursi di setiap sisinya hanya di duduki oleh dua sosok manusia. Ayah dan anak yang sedang sarapan bersama di satu ruang namun dibatasi oleh dinding ego yang tinggi dan kokoh.

Sesekali hanya terdengar dentingan sendok dan garpu di piring masing-masing. Tidak ada yang memulai perbincangan hingga Sekretaris Nam memasuki ruangan tersebut menghampiri sang Ayah. Namjoon tidak bisa mendengar jelas apa yang dibicarakan karena Sekretaris Nam kini sedang berbisik tepat ditelinga Ayahnya.

Terlihat bahwa sang Ayah mengangguk-aggukkan kepalanya seperti tanda bahwa beliau setuju dengan apa yang dikatakan Sekretaris Nam.

Sang Ayah kemudian meletakkan sendok dan garpunya. "Nak mungkin ini bukan waktu yang tepat. Tapi bisakah kau mendengarkan Ayah?"

Namjoon tidak langsung menjawab. Ia melirik kearah Sekretaris Nam yang berdiri tepat di samping Ayahnya. Sekretaris Nam mnggerakkan kepalanya ke bawah dan Namjoon terlihat pasrah saja

"Baiklah aku dengarkan."

"Ayah akan memberimu waktu untuk belajar mengenai perusahaan kita. Dan kau hanya perlu sesekali pergi ke perusahaan. Bagaimana menurutmu nak?"

Namjoon terlihat menghembuskan nafas panjang "Terserah Ayah saja."

"Kalau begitu sebagai langkah awal Ayah akan memberimu sebagian saham Ayah. Sekretaris Nam bisa kau urus semuanya?"

"Tentu akan segera saya urus." Sekretaris Nam menundukkan kepala tanda hormat dan sebelum pergi Ia mengacungkan dua jempolnya kearah Namjoon. Namjoon hanya membalasnya dengan senyuman.

🌻🌻🌻

Malam ini seperti biasa Namjoon menjemput Jisoo di tempat kerjanya. Salju terlihat turun begitu lebat hingga jalanan memutih karena tertutup salju. Namjoon memilih untuk turun dan menunggu Jisoo didalam cafe. Ia masuk dan duduk di meja paling sudut dan diikuti dengan pelayan yang menghampirinya dengan membawa buku menu.

"Selamat malam. mau pesan apa tuan?" Ucap pelayan itu dengan ramah.

Tanpa membuka buku menu yang di sodorkan kepada dirinya Namjoon berkata "Bawakan aku menu yang paling mahal di café ini."

Kemudian pelayan itu pergi dan segera menyiapkan hidangan yang dipesan Namjoon.

Namjoon hanya memandang gadis yang sekarang ini berdiri didepan mesin kasir. Rambutnya yang dikuncir dan memperlihatkan setetes keringat yang berhasil meluncur mulus di lehernya. Namun hal itu malah membuatnya terganggu. 'Bagaimana bisa gadisnya menunjukkan lehernya seperti itu di muka umum' pikirnya.

A BETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang