34. Surrender

331 46 2
                                    

Ruangan ber-AC itu membuat telapak tangan Jisoo kedinginan. Ia mengusap-usapkan kedua tangannya, membuat telapak tangan mungil itu kembali hangat.

Namun berbanding terbalik dengan pria yang sedang duduk di hadapannya. dia sedang sibuk mengiris daging tebal di atas piring putih tanpa merasakan hawa dingin seperti yang Jisoo rasakan.

Jisoo hanya duduk terdiam, enggan untuk menyantap hidangan didepannya.

“Sooya kau tidak makan?” Tanya Seokjin karena menyadari makanan di piring Jisoo yang masih utuh.

“Tidak karena aku disini hanya untuk menemanimu makan.” Ketus Jisoo

Seokjin tak ambil pusing dengan jawaban Jisoo yang ketus kepadanya, baginya yang terpenting sekarang ini adalah fakta bahwa Ia sedang menikmati waktu makannya bersama gadis yang dicintainya.

Mengingat fakta ini, Seokjin memperlambat kunyahan dimulutnya. Berharap waktu berjalan lambat dan membiarkannya lebih lama menghabiskan waktu bersama Jisoo.

Jisoo yang sedari tadi hanya menunggu kini mulai jenuh. Sudah 1 jam berlalu dan Seokjin bahkan belum selesai menyantap makanan di piringnya. Ia mengintip jam dinding diruangan bercat putih itu yang hampir menunjukkan pukul 16.00 KST.

Kesabarannya sudah habis, Jisoo memilih berdiri dari kursinya “Oppa aku pulang dulu. Kau lanjutkan saja makanmu.” dan Ia segera beranjak dari ruangan itu.

Baru saja Ia membuka pintu ruangan, Ia sudah dihadang oleh 2 pria bertubuh kekar lengkap dengan pakaian hitamnya. Kedua pria itu mendorong dan memaksa Jisoo kembali masuk keruangan itu.

“Jangan terlalu kasar padanya.” Ucap Seokjin yang baru saja menenggak habis wine di gelasnya.

Kedua pria kekar itu sontak menjauhkan tangan mereka dari tubuh Jisoo.

Jisoo menatap nyalang kearah Seokjin tanpa mengeluarkan sepatah kata dari mulutnya. Dari tatapannya saja sudah jelas Jisoo sedang marah dan kecewa dengan pria yang kini sedang berjalan mendekat kearahnya.

“Sooya apa mereka menyentuhmu terlalu keras?” Ujar Seokjin mencoba memastikan bahwa kedua anak buahnya tidak menyakiti Jisoo.

Oppa apa-apaan ini! sudah kubilang kan aku ingin pulang.” Tanpa mendengar penjelasan yang keluar dari mulut Seokjin, Jisoo beranjak pergi lagi dari tempatnya. Namun seperti yang diduganya kedua pria itu kembali menghadang jalannya.

“Minggir!.” Jisoo berkali-kali mencoba memberontak dari kedua pria itu.

Seokjin memberi isyarat pada kedua pria itu untuk membiarkan Jisoo dan tentu saja kedua pria itu menurutinya.

Jisoo pun melanjutkan langkahnya bersamaan dengan Seokjin yang kembali bersuara dibelakangnya.

“Kalau kau pergi dariku seperti ini, akan kupastikan Namjoon yang akan menerima konsekuensinya.” Seru Seokjin.

Mendengar nama Namjoon yang disebut membuat Jisoo tanpa sadar berhenti dan menoleh kesumber suara itu.

Seokjin mendekat dan membisikkan sebuah kalimat panjang yang mengerikan untuk didengar.

“Kau tau Soo aku yang membuat ayah Namjoon sekarat dan aku bisa saja membuatnya pergi dari dunia ini sekarang juga. Perlu kau ketahui juga Soo beberapa orangku ada di rumah Namjoon. Jadi kalau kau masih memaksa untuk pergi seperti ini, aku bisa melenyapkanya dengan mudah sekarang juga. ”

Kalimat yang didengar Jisoo barusan membuat matanya terbelalak. “O-oppa beliau juga ayahmu. Bagaimana bisa kau melakukan hal itu.” Jisoo menelan ludah setelah berucap kepada Seokjin.

“Bukan Sooya. Mereka hanya orang asing dalam hidupku.” Seokjin mengatakannya dengan senyum lebar di bibirnya seakan tak ada beban dosa dipundaknya.

“Kau-kau…” lidahnya kelu untuk melanjutkan kata selanjutnya “Bukan Kim Seokjin yang kukenal dulu.” Jisoo berjalan mundur dua langkah dan dengan sigap Seokjin merangkul bahu Jisoo.

“Aku bisa berubah seperti dulu Soo asal kau yang memintanya.” Tetap dengan senyum yang menurut Jisoo itu adalah senyuman mengerikan yang pernah dilihatnya.

“Sekarang ayo aku antar pulang.” Seokjin masih merangkul Jisoo dan membawanya masuk kedalam mobilnya dengan dua pria yang mengawal dari belakang.

Jisoo tidak melawan walaupun sebenarnya Ia merasa tidak nyaman berada didekat Seokjin. Tapi yang jadi pertibangannya adalah keselamatan ayah Namjoon.

Ia tak ingin membuat Namjoon harus kehilangan sosok orangtuanya sekali lagi karena Jisoo bisa merasakan kepedihan hati yang teramat dalam di diri Namjoon kala mengunjungi pemakaman ibunya.

Dan Jisoo tidak akan membiarkan Seokjin membuat lubang hitam dalam diri Namjoon lagi.

Dengan berat hati Jisoo menerima segala perlakuan Seokjin padanya sebab tak ada jalan keluar lain yang ada dipikirannya saat ini selain diam dan menuruti Seokjin.

Di dalam mobil Jisoo hanya memandang keluar dari balik kaca mobil dan berkali-kali Ia merapalkan kata  dihatinya tanpa mengeluarkan suara ‘Mianhae Joon’

A BETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang