Distance | 3.2

80.6K 4.7K 147
                                    

⚠️Warning : Mature Content⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚠️Warning : Mature Content⚠️

Happy 100k+ readers & happy reading!

Hubungannya dengan Olivia mulai merenggang.

Aiden menyadari hal itu. Begitu banyak prasangka buruk yang mulai berkeliaran di otaknya. Tapi ia menepis semuanya. Olivia memang masih senang mengirimkannya pesan, tapi tidak sesering dulu.

Kekasihnya itu juga semakin sulit di hubungi. Tapi Aiden berusaha berpikir positive, wanitanya tengah sibuk mempersiapkan kelulusannya di negeri sakura itu. Terlebih lagi Olivia seorang diri disana, Aiden cukup mengerti bagaimana repotnya mengurus diri sendiri dinegara orang lain.

Dan disinipun, Aiden tengah sibuk membiasakan diri dengan status sosial yang cukup tinggi. Ia bukan lagi Aiden Deverson yang biasa keluar masuk club setiap malamnya, mengikuti balapan, bermain basket hingga malam, atau bahkan memainkan video games hingga pagi.

Aiden melangkah menuruni anak tangga di mansionnya, menatap Mommynya yang terlihat duduk bersama seorang gadis muda di sebelahnya.

"Mommy? dimana Julian?" tanya Aiden membuat dua wanita itu menoleh ke arahnya.

Brianna tersenyum tipis. "Julian sedang membelikan Anna es krim matcha, sayang. Ada apa?"

Aiden mengernyit heran, jadi ini gadis bernama Anna yang katanya begitu menggilai Julian? lalu kenapa sekarang Julian yang berbalik menuruti kemauan gadis ini?

Aiden menggeleng kemudian melangkah meninggalkan mansionnya. "Aku pergi dulu, Mom."

Di usianya yang baru menginjak baru menginjak angka 21 tahun, ia sudah memiliki banyak beban tanggung jawab di pundaknya, tidak lagi memiliki waktu untuk memikirkan bagaimana kisah percintaan Julian. Ada nama keluarga yang harus ia jaga dan ada ribuan orang yang menggantungkan kehidupannya ditangan Aiden. Sedikit saja Aiden lengah dan membuat kesalahan, semuanya akan berantakan.

Teman-temannya di London masih asik bermain-main jika ia lihat dari social media. Berbanding terbalik dengan teman-teman SMAnya. Carter, Logan, dan Benjamin memiliki nasib yang tidak jauh berbeda dengan dirinya.

Bertemu di masa putih abu-abu dengan kehidupan yang jauh dari kata sulit dan sama-sama bernasib menjadi putra sulung seorang pengusaha terkenal, membuatnya mereka gampang dekat dan masih berteman baik hingga kini.

Carter dengan usaha otomotifnya, Logan dengan bisnis textile miliknya, dan Benjamin yang mulai bergerak membuka puluhan restaurant diberbagai kota di Los Angeles. Kali ini keempatnya sedang berkumpul bersama karena ajakan Logan.

"Rasanya aku ingin bermain video games dan minum di apartmentmu lagi, Aiden." ucap Benjamin menghembuskan asap rokoknya ke udara. Perkataan pria itu langsung di setujui oleh Logan.

"Dan mabuk hingga pagi di club. Aku kira aku akan menjadi gelandangan sekarang."

Aiden memutar bola matanya malas mendengar ucapan Logan yang menurutnya sangat mustahil. Ayolah. Pria itu putra semata wayang seorang pemilik perusahaan raksasa yang sudah memiliki nama besar di masyarakat.

"Kau masih dengan Natalie?" tanya Carter meneguk minuman bening miliknya.

Kini mereka berempat tengah berada di salah satu bar yang dulu sering mereka kunjungi. Hampir tiga tahun tidak kemari, membuat Aiden sedikit terkejut melihat perubahan bar ini.

Semakin classy dan ramai pengunjung yang di dominasi anak muda seperti zaman mereka dulu.

"Tentu saja, man. Aku sudah melamarnya bulan lalu." ujar Benjamin dengan nada bangga. Masih ingat dengan Natalie? sahabat Olivia itu tidak melanjutkan pendidikannya setelah menyelesaikan masa SMA. Terkenal di social media sudah mampu membuatnya menghasilkan banyak uang.

"Kapan kau berniat melamar Olivia?" tanya Benjamin ingin tau, "Nanti." jawab Aiden seadanya. Kekasihnya itu masih sibuk dengan pendidikannya, dan iapun harus mengumpulkan hasil dari kerja kerasnya lebih dulu.

"Tunggu, kau tidak putus dengannya 'kan?" tanya Logan menatap ke arah Aiden penuh menyelidik. Pria itu mendelik ke arah Logan, hampir tersedak karena minumannya. "Tentu saja tidak, bodoh."

"Kau sudah berhasil mendapatkan perhatian wanita itu?" tanya Benjamin ke arah Carter yang terlihat marah karena pertanyaan sahabatnya itu.

"Aku—"

"Wanita siapa?" tanya Aiden menatap Carter dengan tatapan menggoda. Logan terkekeh melihat Carter yang kini terpojokkan karena pertanyaan Aiden barusan.

"Tidak ada. Kau tau Benjamin adalah seorang pembual 'kan?" bantah Carter malas, pria itu meneguk alkoholnya cepat mengusir bayangan seorang wanita yang kembali muncul di otaknya.

"Carter jatuh hati dengan salah satu pelayan di restaurantku, Rossaline." ucap Benjamin menjelaskan yang semakin membuat Carter merasa kesal. Okay ia memang mencari tau tentang wanita bernama Rossaline, tapi hanya ingin tau. Tidak lebih.

"What? seorang pelayan?" tanya Aiden dengan alis menyatu sambil menatap ke arah Carter dengan mata memicing. "Aku hanya ingin tau soal wanita itu. Tidak lebih."

Aiden terkekeh melihat wajah Carter yang mulai memerah. Entah karena alkohol yang diminumnya atau karena pria itu merasa malu.

"Tenang saja, man. Apa aku perlu memberitaumu soal tips and trick memenangkan hati wanita?"

Logan dan Benjamin kompak tertawa mendengar ejekan Aiden barusan. Sedangkan Carter hanya memutar bola matanya malas. Semua ini karena mulut besar Benjamin.

"Aku perlu ke toilet." ucap Aiden sebelum berlalu ke toilet setelah meninggalkan ponsel dan dompet miliknya di atas meja.

Belum ada semenit setelah meletakkan ponselnya di atas meja, benda persegi panjang itu bergetar pelan menampilkan id caller seseorang. Logan meliriknya kemudian memilih akan memberitahu Aiden setelah pria itu kembali.

"Olivia barusan menghubungimu, man." ucap Logan pada Aiden yang baru saja tiba, pria itu langsung menyambar ponselnya cepat. Gerakan tangannya yang akan menelpon balik Olivia terhenti ketika mendapatkan sebuah masuk dari kekasihnya.

My Olivia :
Aiden, let me know if you're bored of me. Just don't cheat on me, okay?☺️

Mata pria itu membola membaca pesan Olivia kemudian dengan cepat jemarinya bergerak hendak menelpon Olivia.

"Fuck." umpatnya pelan ketika nomor Olivia sudah tidak bisa di hubungi.

- - -

aku sudah revisi berulang kali part ini, membangun karakter Olivia yang awalnya nerima aja semua brengseknya Aiden Deverson, terus sekarang aku keluarin sisi perempuan elegant Olivia Kennedy yang berpendidikan yang kalau membalas perbuatan seseorang itu gak perlu buang-buang tenaga.

semoga katakter Olivia di part ini gak aneh menurut kalian, hahaha🤣

oh ya, jangan lupa add Distance ke reading list kalian yah!😋

see you!💗

Distance [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang