Distance | 2.1

81.9K 4.1K 219
                                    

⚠️Warning : Mature Content⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚠️Warning : Mature Content⚠️

Happy reading!

Waktu berjalan dengan begitu cepat. Seperti kata orang-orang kebanyakan. Dan kini Aidenpun turut merasakannya. Waktu memang berjalan begitu cepat, bahkan terasa seperti berlari mengejar Aiden.

Sudah terhitung dua bulan sejak kejadian di club. Dan saat ini Aiden tak lagi di pusingkan dengan ujian sekolahnya, pria itu justru tengah sibuk memikirkan kuliahnya nanti. Matthew ingin dirinya kuliah di London. Tanpa bantahan. Daddynya itu bahkan tidak mau tau soal pendapatnya sedikitpun.

Dan Aiden tau, keputusan Matthew tidak akan berubah meski Aiden memberontak sekeras apapun atau semanis apapun Brianna membujuknya. Sekali A akan tetap menjadi A. Sikap Matthew yang keras kepala dan tidak mau dibantah itu sudah terlihat jelas diwatak Aiden sekarang.

Bahkan tangisan Brianna tidak dapat mengubah keputusan pria itu. Putra sulungnya harus belajar dari kesalahannya. Dan melepas Aiden di negeri orang seorang diri adalah keputusan terbaik menurut Matthew. Aiden perlu belajar dari kesalahannya sendiri dan kembali menata diri.

"Kau benar-benar tidak bisa membujuk Uncle Matt?" tanya Benjamin menatap wajah lelah sahabatnya. Aiden menghela nafas kasar kemudian menatap Benjamin malas, "Kau bisa mencoba membujuknya, Ben. Dan selamat jika berhasil."

"Aku kira kita semua akan berada di kampus yang sama." ucapan Logan barusan berhasil membuat Aiden terkekeh pelan, kenapa pria itu menjadi berlebihan begini? suasana bahkan mendadak mellow dan senyap usai Logan mengatakan hal barusan.

"Aku akan kembali setelah menyelesaikan kuliahku, Logan. Jangan berlebihan." ujar Aiden membakar ujung rokoknya kemudian menghisapnya dalam-dalam dengan mata menyipit menikmati sensasi sesak yang ia rasakan.

"Bagaimana hubunganmu dengan Natalie?" tanya Aiden mengalihkan pembicaraan teman-temannya yang menurutnya sangat berlebihan itu. Ayolah, Aiden hanya akan tinggal di London selama beberapa tahun. Lalu ia kembali dan mereka bisa bertemu lagi.

"Kami sudah berbaikan. Dia akan menjadi pasanganku diprom nanti, lalu kami akan berdansa seperti pasangan serasi." jawab Benjamin semangat, Carter memutar bola matanya malas sambil mencibir "Wanita itu sama saja." ucap Carter menirukan gaya bicara Benjamin di club saat itu.

Logan langsung menyemburkan tawanya melihat wajah Benjamin yang langsung berubah masam dalam beberapa detik saja karena ejekan Carter barusan. Di antara mereka berempat, memang Benjaminlah yang sangat ekspresif. Pria itu tidak bisa memendam perasaannya sendiri lama-lama.

Benjamin itu sangat mudah di tebak. Ada dua pilihan jika pria itu memiliki masalah. Satu, langsung bercerita pada teman-temannya lalu mabuk hingga melupakan masalahnya. Dan kedua, berbaik hati open table dan minum sepuasnya hingga mabuk dan akhirnya menceritakan masalahnya tanpa sadar.

Hanya itu. Dan akan selalu seperti itu.

"Kau tidak ingin mendekati Olivia?" tanya Carter menatap ke arah Aiden, pria itu menyisir rambutnya ke belakang kemudian mengidikkan bahunya acuh.

"Aku terlalu sering membuatnya menangis."

"Kau baru menyadarinya sekarang?" sindir Benjamin melirik sinis Aiden meski pria itu tidak menatap dan merespon ucapannya.

Logan terkekeh mendengar penuturan Aiden tadi dan mengabaikan sindiran Benjamin, "Seriously? kenapa kau berubah menjadi pengecut, Aiden?"

"Padahal dulu kau adalah seorang penakluk hati wanita. Apa menaklukan Olivia memang sesulit itu?" tambah Carter menggoda Aiden yang terlihat kesal mendengar ucapannya.

"Tutup mulutmu, Carter."

"Aku akan mendekatinya nanti. Aku rasa menaklukan wanita seperti Olivia hanya—"

"Jika kau melakukannya, maka aku akan mematahkan lehermu saat itu juga." potong Aiden menatap Carter tajam yang kemudian langsung di sambut tawa heboh Logan.

"Tunjukkan pada kami bahwa kau memang pintar menaklukan wanita, man. Tunjukan sisi lady killermu itu." ujar Logan tersenyum miring kemudian menepuk bahu Aiden sebanyak dua kali seolah tengah memberi semangat pria itu.

"Tunjukkan juga pada kami bahwa kau memang pantas mendapatkan putri Kennedy itu."

- - -

Hannah meremas perutnya yang terasa tidak enak belakangan ini dengan keringat dingin yang mulai menetes membasahi wajahnya yang terlihat pucat. Beberapa menit lagi, ia akan mengetahui takdir apa yang telah dituliskan Tuhan untuknya.

Hannah mengusap wajahnya kasar kemudian berjalan memasuki bilik kamar mandi setelah beberapa menit menunggu, dengan tangan bergetar Hannah meraih sebuah benda kecil menyerupai alat pengecek suhu tubuh. Test pack.

"Oh God."

Tubuh wanita itu langsung merosot ke lantai kamar mandi dengan lemas setelah melihat hasil dari test pack yang berada di tangannya,

Tubuh wanita itu langsung merosot ke lantai kamar mandi dengan lemas setelah melihat hasil dari test pack yang berada di tangannya,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- - -

Nikmati setiap partnya yah teman-teman readers, jangan buru-buru scroll dan comment kurang panjang😅 bacanya santai aja yah jangan sampai emosi😚🌈

100+ votes for the next part yah supaya aku ada waktu untuk nulis part selanjutnya😁

see you!💗

Distance [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang