Distance | 3.6

80.5K 4K 87
                                    

⚠️Warning : Mature Content⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚠️Warning : Mature Content⚠️

Happy reading!

"Kenapa dari tadi kau sibuk mengekori Olivia sih?" tanya Natalie menatap Aiden kesal, merasa gerah karena pria itu tidak beranjak dari sebelah Olivia sejak tadi. Padahal gerombolan teman-temannya sudah terlihat di salah satu meja yang tidak jauh dari mereka.

"Sana pergi ke teman-teman mu yang lain!" ucap Lily menatap kekasih temannya itu dengan tak bersahabat. Dan pria itu masih tidak bergeming. Hanya menggengam tangan Olivia dan sesekali menciumnya sambil meneguk alkohol miliknya.

"Pergilah, Aiden. Memangnya kau tidak ingin merokok?" ucap Olivia menatap kekasihnya malas. Untuk sekedar informasi, Olivia sudah berhenti merokok setahun setelah ia tinggal di Jepang. Karena teman-temannya tidak ada satupun yang memiliki kebiasaan menghisap nikotin dan itu juga berdampak untuknya.

"Aku sudah mulai mengurangi rokok, sayang." ujar Aiden memberitahu kekasihnya dengan tatapan polos. Olivia mendesah panjang kemudian mengangguk pelan, "Temui teman-temanmu."

"Apa kau masih marah?" tanya Aiden memastikan, Olivia tersenyum tipis kemudian menggeleng pelan. Mencium bibir Aiden singkat sebelum pria itu akhirnya mau berjalan menjauh mencari teman-temannya.

"Jadi kalian bertengkar sebelum kemari?" tanya Lily ingin tau, Olivia hanya berdehem menjawab pertanyaan Lily kemudian meneguk wine miliknya santai. "Kenapa? Aiden tidak ingin kau datang?" ujar Natalie
menambahkan

"Karena dress yang aku kenakan terlalu terbuka, menurutnya." ucap Olivia malas mengingat pertengkarannya tadi.

"Omg! Aiden sangat lucu." lirih Natalie dengan wajah gemasnya sambil menatap Aiden yang sudah menyalakan rokoknya. Sesuai dugaan Olivia. Pria itu pasti sudah ingin merokok sejak tadi tapi ia urungkan karena berada di dekat Olivia.

Mengurangi rokok seperti kata Aiden tadi mungkin benar. Tapi pria itu mulai beralih pada sisha.

"Itu tidak lucu sama sekali, Natalie." ucap Olivia memutar bola matanya malas mendengar ucapan Natalie yang menyebut tingkah Aiden itu lucu. Benjamin tidak pernah mempermasalahkan pakaiannya, katanya.

Dan ia ingin Benjamin protective seperti yang di lakukan Aiden. Sedangkan Olivia justru ingin Aiden membebaskan dirinya seperti yang di lakukan Benjamin pada Natalie. Manusia dan rasa bersyukurnya yang sangat tinggi.

Ketiga semakin ralut dalam obrolan yang di dominasi nostalgia soal masa putih abu mereka. Di tambah lagi banyak teman-teman mereka yang mulai bergabung mengobrol. Olivia sangat merindukan masa-masa ia masih mengendap-ngendap menuju loker Aiden.

Sulit di percaya sekarang pria itu adalah kekasihnya.

Olivia memijat pelipisnya yang terasa sedikit pening. Entah karena alkohol yang di minumnya atau karena perutnya belum terisi makanan sejak tadi pagi.

"Aku akan ke toilet sebentar." ucap Olivia bangkit dari duduknya, "Perlu aku temani?" tanya Lily menahan tangan Olivia yang akan beranjak pergi.

"Jangan berlebihan, Lily." ucap Olivia kemudian berjalan meninggalkan mejanya menuju bilik kamar mandi dengan lampu remang-remang. Ya wajar karena tempat reuni mereka kali ini adalah sebuah bar yang baru di buka beberapa waktu lalu. Ten11 namanya.

"Uhm, maaf, dimana letak toiletnya?" tanya Olivia menghentikan langkah pelayan yang akan mengantar minuman. Setelah mendapatkan petunjuk Olivia langsung melangkah kesana.

Sebenarnya ia tidak ingin buang air kecil atau apapun itu. Ia merasakan perutnya bergejolak dan kepalanya sedikit pening. Mungkin air mengalir akan membuatnya merasa lebih baik di banding alkohol.

"Hai, Olivia. Apa kabar?"

Gerakan tangan Olivia yang akan menyalakan keran air terhenti melihat sosok Hannah lewat cermin besar di hadapannya. Olivia tersenyum tipis, "As you can see, I'm good."

Hannah tersenyum miring mendengar ucapan Olivia yang terdengar sinis. Apa wanita ini masih membencinya karena kejadian saat camping 5 tahun lalu? Tapi sayang sekali Hannah tidak berniat minta maaf sedikitpun karena kejadian itu.

"Aku tidak ingin basa-basi dengan wanita sombong sepertimu. Jadi langsung saja—"

"Aku bahkan tidak ingin berbicara denganmu." potong Olivia melanjutkan gerakan mencuci tangannya angkuh. Mati-matian menahan perutnya yang kini mulai terasa sakit.

Hannah menahan amarahnya mendengar kalimat Olivia barusan tapi tetap tersenyum miring sambil terus memperhatikan refleksi Olivia, "Apa kau tau aku pernah hamil anak Aiden?"

Gotcha.

Sesuai dugaannya. Aiden tidak mengatakan hal itu pada kekasihnya. Tubuh wanita angkuh di depannya ini menegang namun dengan cepat kembali terlihat normal. Pengendalian diri yang cukup bagus.

"Oh ya? Apa kau sedang bermimpi?" balas Olivia menatap Hannah dari ujung kaki hingga ujung rambut kemudian menatap tajam kedua mata Hannah dengan tatapan mengejek. "Kau hanya perlu menanyakan hal itu pada kekasihmu. Dan pastikan ia berkata jujur."

Olivia mencengkram pinggiran westafel dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih kemudian membasuh wajahnya. Meyakinkan dirinya bahwa ia sedang bermimpi atau Hannah yang bermimpi karena mengatakan hal itu.

Sangat tidak mungkin 'kan wanita itu mengatakan hal barusan secara acak?

- - -

fyi, Distance sekarang sudah mulai merangkak menuju ending guys. Aku hanya perlu lanjut menulis sedikittttt lagi sebelum cerita ini benar-benar selesai☺️

but don't worry karena aku masih ada cerita on going yaitu Arga's dan oneshoot story yaitu Hottest. Langsung cek ke work aku dan add ke reading list kalian ya!

see you!💗

Distance [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang