Smile for me, please.

842 148 18
                                    

Seokjin menutup ponsel, baru saja menenangkan Chanhee dan memastikan wanita itu tidak datang untuk murka pada siapa pun pelaku penyerangan. Polisi sedang menyelidikinya, tapi Seokjin yakin Chanhee sibuk merecoki adik iparnya untuk turun tangan, Jeon Jungkook. Ia pemuda cerdas yang mampu mengungkapkan kasus hanya melalui segelintir informasi dan komputer. Seokjin tidak mengerti bagaimana cara anak muda itu bekerja, tapi beruntung ia kawan.

Bunyi pintu terbuka menyadarkan Seokjin agar ia kembali masuk. Perawat yang memeriksa keadaan Namjoon, mengangguk padanya lalu pergi. Hoseok pamitan satu jam sebelumnya untuk menyelesaikan sesuatu, jadilah Seokjin di sana menemani Namjoon yang terbaring.

Sudah dua hari berselang sejak malam itu. Seokjin terus was-was menunggu Namjoon tersadar. Kedai yang rusak setengah terbakar hanya terpikir sekilas, karena tiap kali ke sana, ia ingat Namjoon yang bersimbah darah di pelukan.

Jangan menangis, Jin-ah.

Seokjin memejamkan mata. Lirih suara itu membekas terlalu dalam, apalagi melihat langsung yang menimpa Namjoon. Membayangkan jika sesaat sebelum kejadian, Namjoon selalu memberinya senyum cerah lalu seketika jadi sesuatu yang menyayat karena malah menenangkan Seokjin dalam keadaan terluka, sungguh sangat tragis.

Sesuatu mencekik Seokjin tiap melihat wajah tampan itu hanya terbaring. Seokjin merasa sakit, tapi tidak terluka. Bukan karena kulit sobek di pelipis dan pipi kanan atau memar di perutnya. Ini tidak nampak, tapi jelas terasa.

"Jin-ah ...."

Seokjin mendongak. Naluriah merapat juga mengenggam jemari yang bergerak lemah. Sama sekali tidak memusingkan kenapa disapa akrab begitu. Lagi.

"Namjoon-ah?" Seokjin sulit bersuara, terlalu lega mendapati wajah pucat itu berpaling ke arahnya, pelan-pelan membuka mata.

Alisnya mengerut, ibu jarinya mengusap balas seolah tak yakin, suara serak itu kembali menyapa. "Jin-ah ... jangan nangis ...."

Seokjin terkesiap. Sebulir air mata jatuh ke lengannya yang terjulur menggenggam. Ia heran sendiri. Lekas menghapus rasa dingin di pipi. "Bukan bodoh. Mataku kering."

"Jin-ah?" Seokjin kembali menatapnya. "Tersenyumlah untukku ... kumohon ...."

:)

Twitterpated | NJ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang