13.

19.5K 1.3K 23
                                    

          "Is anything wrong?" tanya Kartyva setelah Ivegah keluar dari ruangan Lou, menutup pintu—tepatnya membanting pintu itu dengan keras.

Hal itu membuat Kartyva dan Lou sama-sama mematung. Lou terkejut sedangkan Kartyva tak enak hati. "Do you know what you've done?" tanya Lou dengan suara parau.

Kartyva membalikkan tubuhnya, berusaha untuk terlihat biasa saja. "Solve the problem? Isn't that what you wanted?"

"How could you do that to her?" tanya Lou dengan gurat kekecewaan yang tercetak jelas di wajahnya. "Tilie, kau keterlaluan."

Lou memang ingin Iveagh pergi dari sini tetapi dengan apa yang Kartyva ucapkan barusan? Kalimat itu akan sangat menyakiti Iveagh.

Kartyva memang merasa bersalah atas apa yang ia ucapkan tadi. Perkataannya tadi memang sedikit keterlaluan.

"So-sorry, I shouldn't have talked to her that way—"

"You can leave, now." Lou memalingkan wajahnya dari Kartyva dan kembali fokus kepada pekerjaannya.

Jika kalian tanya apa Kartyva tersinggung? Jawabannya tidak. Ia tau ia cukup keterlaluan dan salah, lagi pula ia tidak memiliki hak untuk marah dan mengatakan hal itu kepada Iveagh.

"Maaf..."

Tangannya terus bergerak mengaduk makanan yang sebentar lagi hampir hangus. Ya, Kartyva melamun memikirkan kejadian tadi siang di kantornya.

Ia masih merasa bersalah untuk Iveagh dan Lou. Apa Kartyva harus minta maaf kepada Iveagh?

"Kartyva..." Perempuan itu terlalu larut dalam pemikirannya sehingga tak menyadari jika ia sedang memasak dan menghiraukan Davy yang terus memanggilnya.

"Kartyva!" panggil Davy sedikit meninggikan nada bicaranya ketika Kartyva tidak menggubrisnya.

Davy segera mematikan kompor dan menarik bahu perempuan itu. "Hey? Apa ada sesuatu? Kau terus-terusan melamun sejak aku pulang."

"Tidak ada..." Ia menggeleng.

"Bohong," Davy mengusap bahu perempuan itu, berusaha menatap matanya, "Apa yang sedang kau pikirkan? Jika kau terlalu lelah maka beristirahatlah, biar aku yang memasak dan membersihkan rumah."

Bagaimana Kartyva tidak luluh dengan pria seperti ini? Davy sangat manis dan perhatian, pria itu berbeda. Pria ini adalah cinta pertamanya, cinta pertama Kartyva.

Sekarang katakan, bagaimana Kartyva bisa menahan diri untuk tidak jatuh kepada pria seperti Davy?

"Earby, aku memikirkan Earby. Dokternya bilang kita harus segera melakukan operasi." Kartyva tidak mungkin mengatakan jika ia sedang memikirkan Lou.

"I know."

"Dari mana? Dari mana kita bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dekat..." Tangannya mengusap apron kotornya dengan gugup.

Davy segera mendekap Kartyva dengan pelan, mengusap punggung perempuan itu. "I just want you to know that I'm here and I'm not gonna leave no matter what, okay?"

"16.000 dollar bukan uang yang sedikit Davy, dari mana kita akan mendapatkannya."

"We're going through this together. Apronmu kotor dan aku memelukmu, kita kotor bersama bukan? Seperti itu juga kita akan melaluinya bersama."

Davy tertawa kecil berusaha menenangkan Kartyva, meski jujur ia juga tidak tau harus mendapatkan uang sebanyak itu dari mana.

***

"Don't come." Lou terus bergerak cepat sambil menahan kepala wanita itu dengan cara mencekik lehernya. Tatapannya yang tajam seolah menusuk tubuh polos wanita di bawahnya.

"Aku tidak bisa menahannya lagi—" Lou langsung mencekik wanita itu sedikit kuat karena seperkian detik kemudian wanita itu mendapatkan pelepasannya.

"Kau tidak menurut," kata Lou jelas tak suka. Ia semakin mempercepat gerakkannya, tak peduli jika wanita di bawahnya sudah terkulai dengan lemas karena entah sudah berapa lama Lou terus menghujaminya.

"Lou cukup!" Ia memekakkan telinganya tak menghiraukan teriakkan wanita itu atau berpikir untuk melepaskan ikatan tangannya. "Cukup... cukup..."

Meski begitu mulutnya tak berhenti mengeluarkan erangan dan desahan untuk setiap sentuhan Lou, dan Lou sangat membenci itu. Ia tidak suka kebisingan.

"Jangan bersuara!" Tampak mata Lou sedikit memerah, terlihat marah dengan rahang yang ia katupkan. Urat tangannya tergambar jelas ketika Lou terus meremas puncak payudara wanita itu, tanpa berniat untuk menghentikkan permainannya.

Hujaman Lou semakin cepat kala ia menyadari perempuan itu akan mendapatkan pelepasannya.

Dan...

Lou menghentikan aktifitasnya tepat saat wanita itu akan mencapai puncaknya. Itu sangat menyiksa.

Melihat wanita itu menjerit lemas dengan wajah yang tersiksa karena tidak mendapatkan pelepasannya membuat Lou menyeringai penuh kemenangan.

Bukan hanya satu kali, Lou terus mengulangi itu hingga wanita yang sedang bersamanya itu hampir kehilangan kesadarannya.

"Kerr! Bawa dia keluar!" teriak Lou kemudian duduk memandangi wanita itu tanpa rasa bersalah sedikit pun. Tak lama, Kerr masuk dengan wanita lain di sebelahnya.

Ia dengan sigap meringkus wanita yang bersama Lou sebelumnya. Seringai Lou kembali muncul setelah kepergian Kerr, ia langsung menarik wanita itu dan mendorongnya kasar ke atas ranjang.

Tak lupa untuk mengikat tangannya karena ia tidak ingin satu pun dari mereka yang berkesempatan untuk menyentuhnya.

Tanpa rasa takut, seolah menantang. Wanita itu justru membuka lebar kakinya, memberi undangan untuk Lou.

Begitu dan selalu seperti itu rutinitas Lou selama empat tahun. Tempat terkutuk yang selalu ia datangi untuk melampiaskan apa yang tidak bisa ia lupakan.

Lou bukanlah seorang Louive Wang ketika ia berada di tempat seperti ini. Pria itu menjadi buas dan tak terkontrol. Tidak ada yang mengetahui kebiasaan Lou selain Kerr yang hampir mengetahui segalanya.

Ia tidak bisa memandamkan api yang ada di dalam hatinya, maka api itu membakar dirinya.

Twinkle With TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang