35.

20.2K 1.6K 210
                                    

          "Kau benar-benar baik? Sebaiknya kita pergi ke dokter," Lou tidak yakin melihat wajah Kartyva yang pucat. Setelah semalam perempuan itu terlihat tidak baik, Lou harus bolak-balik menjaga Earby dan memastikan Kartyva baik-baik saja.

"Kau berlebihan, aku sudah baik-baik saja. Untuk apa ke dokter? Aku sudah membaik." Kartyva membuka matanya sebelum kembali terpejam, merasakan usapan lembut Lou pada kepalanya.

Berlebihan? Bagaimana Lou tidak khawatir melihat Kartyva terus-terusan memuntahkan cairan bening dan sekarang wajahnya sangat pucat.

"Panggil aku jika kau membutuhkan sesuatu. Sebentar lagi tamuku akan datang." Sekilas Lou mengecup puncak kepala Kartyva sebelum keluar dari kamar perempuan itu dengan tak rela.

"Ingat, panggil aku," pesan Lou sekali lagi yang dibalas gumam pelan oleh Kartyva. "Hm, pergilah."

"Kau yakin baik-baik saja?"

"Iyaa! Pergilah sebelum aku yang mengusirmu."

Senyum Lou berderai setidaknya Kartyva terlihat bersemangat ketika mengusirnya meski wajahnya masih pucat dan matanya masih terpejam erat.

Setelah menutup pintu kamar Kartyva, ia segera berjalan ke ruang utama yang ternyata Nyonya Spencer sudah berada di sana, menunggunya sendirian tanpa Tuan Spencer.

"Dia ada di dalam kamarnya, sedang beristirahat," sapa Lou menghampiri wanita itu ramah. Duduk di sebelahnya sambil menopang kaki kanannya di atas kaki satunya.

Nyonya Spencer meletakkan cangkir tehnya dan menanyakan hal yang mengganjal di kepalanya, "Louive, apa kau memiliki hubungan spesial dengan putriku?" Mendengar gosip yang beredar membuat Nyonya Spencer sedikit penasaran terutama setelah mengetahui bahwa putrinya tinggal di rumah seorang Louive Wang.

"Menurut Anda?" Lou berbalik tanya, tak terlihat tertarik untuk menjawab pertanyaan yang sering ia dapatkan. Belum sempat Nyonya Spencer menjawab, Maria–pelayan Lou datang menggandeng Earby dengan pita raksasanya di atas kepala.

"Ini Earby, putrinya Tilie." Kedua tangan Lou membawa tubuh Earby ke atas pangkuannya. Pria itu sedikit memiringkan kepalanya karena penglihatannya terhalang oleh pita raksasa yang Lou belikan kemarin.

Lou memang menyiapkan satu lemari berisikan pita berukuran besar untuk anak itu, entah apa tujuannya, Lou juga tidak tau. Yang jelas, Earby terlihat senang begitu mendapati pita-pita baru. Anak itu bahkan mencium Lou antusias sebagai ucapan terima kasih yang sebenarnya tidak Lou butuhkan.

"Putri?" Nyonya Spencer tidak bisa menutupi keterkejutannya. Ia memang menyadari jika anak yang ada dalam pangkuan Lou terlihat mirip dengan Jelena dan Jadele saat kecil, "De-dengan siapa? Dia sudah memiliki anak?"

"Dia daddyku," tunjuk Earby ke arah Lou dengan polos, menarik perhatian Nyonya Spencer. "Apa dia anakmu dengan putriku?"

"Aku tidak berencana untuk memiliki anak jadi bisa disimpulkan jika dia bukan anakku," jawab Lou dengan tenang dan yakin. Ia memang tidak berencana untuk memiliki anak.

"Apa aku boleh menggendongnya?"

"Dengan senang hati." Menurunkan Earby dan menyerahkannya kepada Nyonya Spencer.

Walau ini pertama kalinya Earby bertemu dengan Nyonya Spencer, anak itu tidak terlihat takut ketika Nyonya Spencer memangkunya. "Siapa namamu?"

"Earby." Suaranya begitu pelan membuat Nyonya Spencer gemas sendiri. Bukan hanya suara, sejak awal melihat Earby, ia langsung teringat dengan kedua putrinya. "Kau sangat mirip dengan Jelena dan Jadele." Ia yakin jika Earby memang cucunya.

"Siapa Jelena dan Jadele?" Earby mendongak menatap Nyonya Spencer.

"Mereka putriku."

"Di mana mereka?"

Twinkle With TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang